Oleh : Jaharuddin, Pengamat Ekonomi Syariah, Dosen FEB UMJ
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia telah menetapkan visi besar untuk menjadi pusat ekonomi Islam global melalui Visi Indonesia Emas 2045 dan RPJPN 2025-2045. Dalam perjalanan menuju visi tersebut, peningkatan literasi dan inklusi keuangan syariah menjadi tantangan yang harus segera diatasi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK, 2024) melaporkan bahwa indeks literasi keuangan syariah Indonesia meningkat dari 16,30 persen pada 2019 menjadi 28,01 persen pada 2023, yang menunjukkan adanya pertumbuhan pemahaman masyarakat terhadap prinsip-prinsip ekonomi Islam. Namun, angka ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan literasi keuangan konvensional yang mencapai 55,43 persen pada tahun yang sama, menciptakan kesenjangan yang signifikan sebesar 39,11 persen. Lebih mengkhawatirkan lagi, meskipun literasi meningkat, tingkat inklusi keuangan syariah masih sangat rendah, dengan indeks yang hanya mencapai 19,22 persen pada 2023, jauh tertinggal dari inklusi keuangan nasional yang berada di angka 85,10 persen. Kesulitan akses terhadap produk keuangan syariah, kurangnya edukasi yang aplikatif, serta keterbatasan pemanfaatan teknologi menjadi faktor utama rendahnya adopsi produk keuangan syariah di Indonesia.
Seiring perkembangan teknologi digital, peluang untuk memperluas jangkauan keuangan syariah semakin terbuka lebar. World Economic Forum (2024) dalam laporan Future of Jobs Survey menyoroti bahwa keterampilan seperti literasi teknologi, berpikir kreatif, dan ketahanan fleksibilitas akan menjadi keterampilan inti yang dibutuhkan dalam dunia kerja masa depan. Literasi teknologi, yang berada di kategori keterampilan inti pada tahun 2030 dengan pertumbuhan ekspektasi penggunaan yang tinggi oleh pemberi kerja, menjadi faktor penting dalam upaya meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Teknologi seperti kecerdasan buatan (AI and big data), keamanan siber (networks and cybersecurity), serta desain pengalaman pengguna (design and user experience) menjadi elemen krusial dalam mengembangkan layanan keuangan syariah yang lebih mudah diakses, personal, dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Namun, data menunjukkan bahwa keterampilan ini masih kurang dimiliki oleh mayoritas masyarakat Indonesia, yang menjadi hambatan dalam percepatan adopsi layanan keuangan syariah berbasis digital.
Salah satu faktor penghambat utama dalam inklusi keuangan syariah adalah kurangnya pemanfaatan teknologi dalam layanan keuangan Islam. Meskipun fintech syariah telah mengalami pertumbuhan yang cukup baik dalam beberapa tahun terakhir, masih banyak masyarakat yang belum memahami cara memanfaatkan teknologi ini untuk kebutuhan finansial mereka. World Economic Forum (2024) juga menyoroti bahwa keterampilan seperti motivation and self-awareness, leadership and social influence, serta curiosity and lifelong learning akan menjadi keterampilan yang semakin penting di masa mendatang. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan literasi ekonomi syariah tidak hanya bergantung pada pemahaman teknis, tetapi juga pada kesadaran individu untuk terus belajar dan menyesuaikan diri dengan perubahan zaman. Maka dari itu, penguatan literasi keuangan syariah harus diiringi dengan pengembangan keterampilan interpersonal yang mendukung adopsi layanan keuangan syariah berbasis digital.
Strategi Digitalisasi untuk Meningkatkan Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah
Dalam menghadapi tantangan rendahnya inklusi keuangan syariah, Indonesia perlu mengadopsi strategi berbasis digital yang lebih komprehensif. Penerapan kecerdasan buatan dan analisis big data dapat digunakan untuk memahami kebutuhan keuangan masyarakat secara lebih mendalam dan menawarkan layanan yang lebih personal serta sesuai dengan prinsip syariah. Teknologi digital seperti aplikasi mobile dan platform berbasis blockchain dapat meningkatkan transparansi dan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan syariah. Sebagai contoh, pemanfaatan blockchain dalam pengelolaan dana zakat dan wakaf dapat memastikan transparansi dalam penyaluran dana, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap produk keuangan syariah.
Salah satu strategi yang dapat diterapkan adalah peningkatan akses terhadap platform edukasi berbasis digital. Kursus online tentang keuangan syariah, webinar interaktif, serta aplikasi pembelajaran berbasis AI dapat menjadi solusi dalam menjangkau masyarakat yang lebih luas. Melalui pendekatan ini, individu dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang produk dan layanan keuangan syariah, seperti perbankan syariah, asuransi syariah, serta investasi berbasis syariah. Selain itu, kemitraan dengan institusi pendidikan dan pelaku industri keuangan syariah juga perlu diperkuat untuk mengembangkan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan industri di masa depan.
Kolaborasi antara lembaga keuangan syariah dan platform digital menjadi langkah strategis lainnya dalam meningkatkan inklusi. Integrasi layanan keuangan syariah dengan platform e-commerce dan aplikasi pembayaran digital akan memudahkan masyarakat dalam mengakses produk syariah secara langsung dalam aktivitas sehari-hari mereka. Sebagai contoh, layanan pembiayaan syariah dapat terintegrasi dalam platform marketplace untuk memfasilitasi pembelian produk halal dengan skema pembayaran yang sesuai dengan prinsip syariah. World Economic Forum (2024) menyoroti bahwa keterampilan seperti service orientation and customer service akan semakin penting di masa depan, menunjukkan bahwa pengembangan layanan keuangan syariah harus lebih berfokus pada kebutuhan dan pengalaman pelanggan.
Tantangan lain yang perlu diatasi adalah meningkatkan kepercayaan terhadap keamanan digital dalam layanan keuangan syariah. World Economic Forum (2024) mencatat bahwa dependability and attention to detail menjadi keterampilan yang stabil dan penting dalam dunia kerja masa depan. Hal ini menunjukkan bahwa keandalan layanan digital keuangan syariah sangat penting untuk membangun kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu, penyedia layanan keuangan syariah harus memastikan bahwa infrastruktur teknologi mereka memiliki standar keamanan yang tinggi untuk melindungi data pengguna dan mencegah risiko kejahatan siber.
Untuk memperkuat ekosistem ekonomi syariah digital, pemerintah perlu mendorong inovasi melalui insentif dan regulasi yang mendukung perkembangan fintech syariah. Kebijakan yang memberikan kemudahan bagi startup fintech syariah untuk berkembang, serta regulasi yang mengakomodasi kebutuhan industri tanpa mengorbankan prinsip syariah, akan menjadi kunci dalam meningkatkan inklusi keuangan syariah. Pemerintah juga dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk memperluas aksesibilitas produk keuangan syariah di seluruh lapisan masyarakat, termasuk di daerah pedesaan yang saat ini masih memiliki keterbatasan akses terhadap layanan perbankan formal.
Dengan strategi digitalisasi yang tepat, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah secara signifikan. Namun, keberhasilan ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, industri keuangan syariah, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem yang inklusif dan berkelanjutan. Seiring dengan berkembangnya teknologi dan keterampilan yang dibutuhkan dalam dunia kerja masa depan, penguatan literasi keuangan syariah berbasis digital akan menjadi pilar utama dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045.