REPUBLIKA.CO.ID, oleh Gita Amanda*
Sejak Presiden Joko Widodo mengumumkan adanya kasus corona di Indonesia, semua orang sibuk dan panik. Berbondong-bondong orang-orang membeli masker, hand sanitizer, hingga berbagai rimpang demi menangkal corona.
Dinas kesehatan, rumah, sakit hingga apotek juga sibuk. Semua berbenah, bersiap menghadapi virus baru yang digadang-gadang cukup mematikan ini.
Namun, di timur Indonesia sana, ribuan, sekali lagi saya tegaskan, ribuan, warganya berhadapan dengan demam berdarah dengue alias DBD. Penyakit ini sudah lebih akrab di telinga masyarakat Indonesia daripada corona. Saking akrabnya, sampai-sampai mulai dari masyarakat hingga pemerintah tampaknya kurang "peduli" dengan kasus ini.
Corona, sang virus baru yang belum banyak dikenal, saat ini mendapat porsi lebih perhatian masyarakat dan pemerintah. Berbagai upaya penanggulangan ataupun pencegahan dirumuskan dan dilakukan.
Sementara itu, hingga awal Maret ini di Nusa Tenggara Timur sudah tercatat kasus DBD menyerang 2.406 jiwa. Sebanyak 25 di antaranya bahkan telah meregang nyawa.
Apalagi, belakangan ini musim memang makin tak menentu. Hujan masih kerap mengguyur beberapa wilayah di Tanah Air. Hal ini tentu harus diwaspadai. Sebab, musim hujan biasanya akan menyebabkan jumlah nyamuk makin meningkat. Apalagi, kini banjir lebih banyak menggenai rumah-rumah warga.
Sejak awal Januari 2019 lalu, sebenarnya kasus demam berdarah di negeri ini sudah menunjukkan angka fantastis. Tercatat, ribuan kasus DBD dengan belasan di antaranya meninggal dunia. Kasus ini bahkan membuat Kementerian Kesehatan pada Februari 2019 lalu menyatakan lima daerah di Indonesia KLB demam berdarah. Daerah tersebut meliputi Kabupaten Kapuas, Kota Kupang, Kabupaten Manggarai Barat, Kabupaten Ponorogo, dan Provinsi Sulawesi Utara.
Diumumkannya kasus corona awal Maret 2020 lalu otomatis membuat kasus KLB DBD sedikit meredup. Padahal, di NTT ribuan kasus DBD menghantui warga. Kita memang tak boleh lengah. Menjaga kebersihan lingkungan tetap harus dilakukan. Aksi 3 M juga jangan lupa kembali diaktifkan.
Apalagi, sekarang gejala DBD sering kali tak diiringi munculnya bintik merah yang menjadi kekhasan penyakit ini. Untuk itu, kewaspadaan terhadap demam berdarah sudah selayaknya makin ditingkatkan. Pemerintah juga bisa terus menelurkan program-program demi menekan angka kasus DBD di dalam negeri.
Semoga kasus DBD di Indonesia bisa terus berkurang jumlahnya. Begitu pula dengan kasus-kasus penyakit mematikan lain di Tanah Air, semoga bisa semakin ditekan jumlahnya. Makan sehat, lingkungan sehat, dan kebiasaan sehat akan sangat membantu melawan berbagai jenis penyakit. Itu semua bisa dimulai dari diri sendiri sedini mungkin.
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id