
Oleh : Nasihin Masha, Wartawan Senior
REPUBLIKA.CO.ID,
Menyebalkan? Geregetan? Bisa jadi. Dan itu dirasakan banyak orang. Rasa sedih pun tak kuasa datang pula. Namun reaksi orang-orang itu tak membuat Rachmat Gobel goyah. Ia memilih jalan lurus seperti pedang para samurai. Ia memilih jalan beradab seperti para salih pejalan ruhani. Ia memilih jalan patriotik seperti para pendahulu Gorontalo.
Sejumlah politisi di Gorontalo menyesalkan mengapa Rachmat Gobel tak menggunakan uangnya untuk menyuap para hakim di MK, hakim di Pengadilan Negeri, maupun hakim di PTUN. Mengapa Rachmat Gobel tak menggunakan kekayaannya untuk menyuap para komisioner di Bawaslu dan KPU. Juga, mengapa ia tak menyuap para kepala dinas serta pihak lain yang berurusan dengan penerbitan ijazah. Bahkan, ia tak membeli suara para pemilih melalui serangan fajar untuk memilih para jagoan yang ia dukung. Justru lawan-lawan politiknya diduga telah melakukan semua itu. Inilah yang terjadi pada pilkada 2024 yang disusul pada pilkada ulang pada 2025. “Ini realitas politik saat ini. Suka tidak suka memang kenyataannya seperti itu,” kata sejumlah politisi senior, menyesalkan Rachmat Gobel.
Keperkasaan dan Tragedinya
Rachmat Gobel sebetulnya tak tertarik terjun dalam politik praktis. Sudah banyak orang dari sejumlah partai yang mengajaknya masuk partai. Ajakan itu beralasan. Pertama, ia relatif memiliki cukup kekayaan. Kedua, ayahnya dulu selain seorang pengusaha juga seorang politisi. Namun ia belum tertarik masuk politik praktis. Ia lebih suka menjadi pengusaha saja. Namun kemudian Surya Paloh mengajaknya bergabung ke Nasdem. Ajakan kali ini tidak bisa ditolak. Selain ada alasan personal, Paloh juga mengatakan bahwa ini merupakan kesempatan untuk membangun kampung halaman.
Thayeb M Gobel suatu saat berpesan kepada Rachmat Gobel: “Cari uang di Jakarta atau di manapun, tapi bawa uang itu ke Gorontalo untuk membangun kampung halaman. Dan jangan membawa uang dari Gorontalo ke Jakarta.” Pesan ini oleh Rachmat Gobel menjadi amanah yang harus ditunaikan. Amanah dari orangtua yang sudah meninggal, dalam ajaran agama Islam berubah menjadi wasiat, yang hukumnya menjadi wajib untuk ditunaikan. Ia menjadi ibadah. Dan dalam ibadah berarti niat, cara, dan tujuannya harus benar. Niatnya benar, tapi caranya haram, maka tak ada ibadah di sana. Ingat doktrin ini: membangun bukanlah merusak. Itulah doktrin ayah yang meresap di dalam diri Rachmat Gobel. Wajar ayahnya berwasiat seperti itu. Pertama, ia telah mewariskan nama besar dan nama baik. Kedua, ia telah mewariskan kekayaan. Dua hal inilah yang membuat Rachmat Gobel merasa bukan siapa-siapa.
Hal itu dibuktikan saat awal terjun ke politik praktis pada pemilu 2019. Ia datang sendirian. Orang-orang meremehkannya. Ia tak punya pengalaman dalam politik praktis. Ia tak punya jejaring. Saat itu, hanya sedikit orang yang datang untuk membantunya. Para skondan hebat umumnya sudah menjadi tim sukses di partai-partai lain. Pada sisi lain, ia mengumumkan secara terbuka: tak ada money politics (politik uang), yang dalam Bahasa Gorontalo adalah “politik meya-meya atau biyu-biyu” (dari warna uang kertas Rp 100 ribu yang berwarna merah atau uang kertas Rp 50 ribu yang berwarna biru). Di malam terakhir sebelum pencoblosan, anggota tim suksesnya mendesak agar Rachmat Gobel melakukan serangan fajar alias membagikan amplop untuk money politics. Mereka takut Rachmat Gobel gagal ke Senayan. Setelah mendengar semua masukan, dengan suara tenang dan mantap, Rachmat Gobel mengatakan, “Ini sudah malam. Silakan kalian pulang saja. Tidur yang nyanyak. Kita serahkan semuanya kepada Allah SWT.” Ternyata, ia meraih suara perorangan terbesar dan lolos menjadi anggota DPR RI. Pada pemilu legislatif 2024, ia menjadi ketua DPW Nasdem Gorontalo. Kali ini ia lebih sukses lagi. Meraih suara perorangan terbesar, suara partai terbesar, dan di seluruh Kabupaten-Kota Nasdem meraih kursi pimpinan di DPRD, bahkan di Bone Bolango dan Gorontalo Utara menjadi ketua DPRD. Di DPRD Provinsi juga meraih suara nomor dua terbanyak.
Nama besar Rachmat Gobel makin berkibar. Nasdem yang pada pilkada sebelumnya masih belum diperhitungkan, maka pada pilkada serentak 2024 menjadi idola. Sukses besar pada pemilu legislatif 2024, membuat Nasdem menjadi idola. Namun Gobel juga realistis. Di Pohuwato ada incumbent yang sangat kuat. Maka di sini, Nasdem hanya mengajukan calon wakil bupati. Sedangkan di empat kabupaten dan satu kota, Nasdem memiliki peluang besar. Namun jagoan Nasdem di Kota Gorontalo, yang sejak awal dipersiapkan, memilih tetap di DPRD. Padahal di Kota Gorontalo tak cukup memiliki stok yang mumpuni. Karena itu, dengan terpaksa, Nasdem hanya mengajukan calon wakil walikota. Sedangkan di empat kabupaten lain, Nasdem mengajukan jagoan yang mumpuni: ada Rum Pagao di Boalemo, Roni Imran di Gorontalo Utara, Merlan Uloli di Bone Bolango, dan Sofyan Puhi di Kabupaten Gorontalo. Adapun untuk gubernur, Nasdem tak memiliki kader yang kuat. Publik menghendaki Rachmat Gobel yang maju, namun hal itu tidak dilakukan. Ada hitungan tersendiri, yaitu soal manfaat dan efektivitas. Maka Nasdem mengajukan Toni Uloli. Dari awal, saya yakin Toni pasti akan kalah. Hal itu terbukti. Toni kalah telak. Sedangkan untuk pilkada di lima kabupaten dan satu kota, hasilnya sesuai perkiraan: menang di Pohuwato, Boalemo, Kabupaten Gorontalo, dan Gorontalo Utara. Namun ada satu kejutan, di Bone Bolango kalah. Padahal Merlan adalah incumbent. Dan survei-survei juga mengunggulkan Merlan. Rupanya, ada investor baru di baliknya. Ia mampu mengorkrestrasi semua lembaga dan berani pamer uang di hadapan publik, khususnya bagi-bagi uang dolar AS yang divideokan.
Kejutan lain, Roni Imran – baca tulisan sebelumnya yang berjudul Mandat Rakyat yang Dirampok – harus menghadapi Pemilihan Suara Ulang (PSU) berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan absurd dan tak masuk akal. Roni yang meraih lebih dari 53 persen dibatalkan akibat kesalahan pihak lain. Siapa yang salah? Pertama, pasangan 03 dinilai tak memenuhi syarat. Kedua, KPU meloloskan pasangan yang tak memenuhi syarat. Ketiga, Bawaslu justru menjadi aktor paling penting dalam meloloskan calon yang tak memenuhi syarat tersebut. Absurditas lainnya, pasangan 03 hanya meraih sekitar 6 persen tapi menggugurkan 01 yang meraih lebih dari 53 persen. Mengapa MK membuat putusan yang absurd ini? Apakah ada udang di balik rempeyek?
Nah ini, yang terjadi kemudian: PSU di Gorontalo Utara ini kemudian dimasuki investor di Bone Bolango. Dengan pola yang sama dengan di Bone Bolango, Roni Imran akhirnya tumbang.
Tak Ikut Jalan Lancung
Dalam kampanye dua kali pemilu, dan selama lima tahun menjadi anggota DPR, saat berdialog dengan masyarakat dan dalam pidato-pidatonya, Rachmat Gobel selalu menyampaikan jangan memilih dirinya jika ia melakukan money politics. Mengapa? Pertama, hal itu dilarang undang-undang. Kedua, manusia sudah dimuliakan Tuhan. Dalam Islam, saat lahir diazankan dan diqomatkan serta saat dikubur pun diazankan dan diqomatkan. Dalam agama lain pun ada proses serupa, misalnya ada baptis di Katolik. Jadi, jangan merendahkan kemuliaan yang sudah diberikan Tuhan tersebut. Ketiga, nilai money politics tersebut tak seberapa jika dibagi dalam lima tahun. Keempat, hak politik rakyat dijamin konstitusi. Namun dengan money politics berarti rakyat sudah menjual hak politiknya. Para politisi sudah membeli hak politik rakyat sehingga mereka menjadi tak bertanggung jawab. Kelima, money politics dilarang oleh agama.
Rachmat Gobel tak hanya mempraktikkan moralitas politik, tapi juga ia sedang berjuang membangkitkan kembali keluhuran budaya Gorontalo. Rakyat Gorontalo sangat bangga terhadap kesimpulan C van Vollenhoven. Pakar hukum adat dari Belanda itu memasukkan Gorontalo sebagai salah satu dari 19 lingkaran hukum adat (rechtsring) yang ada di Nusantara. B Ter Haar, pakar hukum adat yang lain, juga memasukkan Gorontalo sebagai salah satu dari 13 masyarakat adat yang ada di Indonesia. Eksistensi Gorontalo, sebuah komunitas kecil di Indonesia, memiliki tempat tersendiri secara sosio-kultural. Hal ini tentu berkat visi dan kepemimpinan nenek moyang orang Gorontalo dalam membangun peradaban Gorontalo; kecil tapi mutiara, kecil tapi berlian.
Satu hal lagi; dalam sejarah Indonesia modern, Gorontalo boleh saya sebut sebagai The Land of Pioneers. Ya, jumlah penduduk Provinsi Gorontalo saat ini hanya sekitar 1,2 juta jiwa. Ini setara dengan jumlah penduduk satu kabupaten di Jawa, seperti Demak atau Jepara (Jawa Tengah) atau di Majalengka dan Ciamis (Jawa Barat). Dan, itu hanya 1/5 jumlah penduduk di Kabupaten Bogor yang mencapai 6 juta jiwa. Namun mari kita lihat para pioneer Indonesia yang berasal dari Gorontalo: BJ Habibie (Bapak Teknologi), HB Jassin (Paus Sastra), Thayeb M Gobel (Perintis Industri Eelektronika), JA Katili (Bapak Geologi), dan JS Badudu (perintis Bahasa Indonesia yang baik dan benar). Jangan lupa ada Nani Wartabone, yang memproklamasikan Indonesia di Gorontalo pada 23 Januari 1942. Ada pula Ajoeba Wartabone, yang di masa RIS dengan negara-negara boneka Belanda, ia meneriakkan: “Sekali ke Jogja, Tetap ke Jogja”. Maksudnya, Gorontalo memilih bergabung dengan Republik Indonesia daripada ke Negara Indonesia Timur.
Buah yang baik tumbuh di tanah yang subur dan kaya mineral serta iklim yang cocok. Orang-orang besar tumbuh hasil resultante berbagai faktor baik. Orang-orang itu tumbuh dari budaya dan peradaban yang unggul. Walaupun, ada kepercayaan bahwa orang Gorontalo dikaruniai otak yang encer karena nutrisi dari ikan. Mereka memang pemakan ikan. Namun otak saja tak mencukupi karena otak membutuhkan karakter yang kuat untuk menjadi pribadi yang sukses. Pohon yang tinggi hanya bisa bertahan karena ada akar yang kuat dan dalam. Itulah nilai-nilai budaya, termasuk adat istiadat. Itulah peradaban Gorontalo. Namun seiring waktu, Gorontalo mengalami kemunduran. Kini, sebelum Papua dimekarkan, Gorontalo adalah provinsi termiskin kelima di Indonesia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Gorontalo juga nomor delapan dari bawah. Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan.
Berdasarkan semua hal itu, Rachmat Gobel mencanangkan Gorontalo untuk menjadi salah satu provinsi termakmur di Indonesia. Ia menelurkan Visi 2051 pada 2021. Ia mencita-citakan Gorontalo yang maju, makmur, dan dengan sumberdaya berkualitas. Ia tak hanya mengusung politik bermoral dan beradab, tapi juga mengusung politik pembangunan dan politik kesejahteraan. Semua itu di bawah cita-cita mencapai “Peradaban Baru Gorontalo”. Dengan semua cita-cita mulia itu, Rachmat Gobel tak mau mengotori hati, pikiran, dan tangannya dengan hal-hal keji dan rendah melalui money politics: membeli kemenangan kepala daerah yang ia usung. Ia tak mau membeli suara rakyat maupun membeli martabat penyelenggara pemilu dan penegak keadilan.
Hal-hal baik tak bisa lahir dari niat dan cara yang rendah dan nista. Jadi, ini bukan soal menang dan kalah, tapi soal marwah dan martabat Gorontalo. Tinta emas leluhur Gorontalo tak boleh membakar generasi emas masa depan Gorontalo. “Ini artinya saya harus berjuang lebih keras lagi. Sisa hidup saya, saya persembahkan untuk Gorontalo dan rakyat Gorontalo,” katanya, setelah tragedi Bone Bolango dan Gorontalo Utara. Ia mengambil sisi positif dari ‘kekalahan’ yang tak semestinya. Ia teringat pada kisah Nabi Muhammad SAW, yang dilempari batu di Thaif saat berdakwah. Saat itu malaikat menawarkan membinasakan mereka dengan menimpakan bukit ke mereka. Namun Nabi menjawab bahwa mereka tidak mengerti dengan apa yang mereka lakukan. Kemiskinan dan ketertinggalan telah membuat bunyi perut yang lapar dan bisikan setan terdengar lebih nyaring daripada bunyi bisikan hati nurani.