Sabtu 21 Jun 2025 07:14 WIB
Analisis Ekonomi

Duh! Alarm Peringatan Turunnya Pendapatan Negara

Penerimaan pajak terendah sepanjang lima tahun terakhir.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/6/2026).
Foto: BPMI Setpres
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (2/6/2026).

Oleh : Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute

REPUBLIKA.CO.ID,

Pendapatan Negara selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp 995,3 triliun. Kinerja itu merupakan 33,1 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 3.005,1 triliun. Capaian terendah selama ini, bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (37,33 persen). Namun, pemaparan siaran pers APBN Kita tidak memperlihatkan “sense of crisis” dari Menteri Keuangan dan jajarannya.

Tabel realisasi postur APBN realisasi sampai dengan 31 Mei 2025 yang dilaporkan juga tidak seperti biasanya, yaitu tidak menyajikan perbandingan dengan capaian tahun sebelumnya. Ternyata, realisasi untuk kurun waktu serupa mengalami kontraksi atau turun sebesar 11,41 persen.

Penurunan atau kontraksi tertinggi dari realisasi lima bulan pertama APBN selama ini. Bahkan lebih buruk dibanding saat pandemi tahun 2020 yang kontraksi sebesar -9,02 persen. Dan melanjutkan tren kontraksi pada 2024 yang sebesar 7,07 persen.

Pendapatan Negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih. Pendapatan Negara mencakup semua penerimaan negara dalam satu tahun anggaran yang menambah ekuitas dana lancar dan tidak perlu dibayar kembali oleh negara. Pendapatan Negara dalam postur APBN terdiri dari: Penerimaan Perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak, dan Penerimaan Hibah.

Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pendapatan pajak dalam negeri dan pendapatan pajak perdagangan internasional. Saat ini, penerimaan pajak dalam negeri terdiri atas penerimaan pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM), pajak bumi dan bangunan (PBB), cukai, dan pajak lainnya. Sementara itu, penerimaan pajak perdagangan internasional terdiri atas bea masuk dan bea keluar.

Penerimaan Perpajakan selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp 806,2 triliun, yang lebih rendah dibanding tahun 2022, 2023 dan 2024. Kinerja itu merupakan 32,40 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 2.490,1 triliun. Capaian yang terendah dalam enam tahun terakhir, dan bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (35,98 persen).

Meski tidak disajikan dalam tabel realisasi postur APBN, dapat dihitung dari data yang tersedia bahwa terjadi kontraksi atau turun sebesar 7,28 persen dibanding tahun lalu. Penurunan atau kontraksi termasuk yang tinggi selama ini. Kontraksinya hampir setara saat pandemi tahun 2020 yang sebesar 7,87 persen. Melanjutkan tren kontraksi pada 2024 yang sebesar 8,36 persen.

Pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung.

Acuan hukum yang lebih tinggi tercantum pada UUD 1945 Pasal 23A. Disebutkan bahwa Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Penerimaan Pajak selama lima bulan berjalan tahun 2025 hanya sebesar Rp 683,3 triliun, yang lebih rendah dibanding tahun 2022, 2023 dan 2024. Kinerja itu merupakan 31,20 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 2.189,3 triliun. Capaian yang terendah selama ini, dan bahkan lebih rendah dari saat pandemi 2020 (35,45 persen).

Penerimaan Pajak pun alami kontraksi atau turun sebesar 10,14 persen dibanding tahun lalu. Penurunan atau kontraksi tertinggi selama lima tahun terakhir. Kontraksinya hampir setara saat pandemi tahun 2020 yang sebesar 10,82 persen.

Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hanya sebesar Rp188,7 triliun. Merupakan 36,7 persen dari target APBN 2025 yang sebesar Rp  513,6 triliun. Capaian yang relatif setara dengan tahun 2023 dan 2024.

Akan tetapi capaian itu juga disebabkan target PNBP dalam APBN 2025 yang justeru lebih rendah dari realisasi setahun 2024 yang sebesar Rp 579,57 triliun. Namun harus diakui bahwa laju pertumbuhan realisasi PNBP selama lima bulan pertama 2025 cukup baik yakni sebesar 12,62 persen dibanding 2024.

Dari uraian di atas, tampak jelas bahwa kinerja Pendapatan Negara terbilang buruk. Jika dilihat dalam hal penerimaan Perpajakan dan penerimaan Pajak yang juga buruk, maka bisa memperkuat indikasi bahwa perekonomian sedang tidak baik-baik saja. Termasuk penurunan daya beli masyarakat yang masih berlangsung, melanjutkan tren kondisi tahun lalu.

Pada tahun lalu, penerimaan perpajakan dan penerimaan pajak tidak mencapai target (shortfall). Dari realisasi lima bulan ini, maka kemungkinan besar juga demikian dan bahkan bisa lebih buruk.

Pada tahun lalu, kinerja pendapatan terbantu oleh PNBP yang jauh melampaui target. Pada tahun 2025 ini, kinerja PNBP belum bisa dipastikan akan sebaik 2024, karena perkembangan berbagai harga komoditas yang tidak pasti.

Penulis menilai Kemenkeu dari siaran pers APBN Kita lalu masih tidak mengakui pelemahan dinamika perekonomian nasional selama ini. Secara umum tidak terlihat suasana khawatir atau “sense of crisis” yang diperlukan agar seluruh komponen bangsa bersimpati atas kondisi yang dihadapi Pendapatan Negara.

Menkeu dan jajarannya terkesan sombong dan seolah mengatakan segala sesuatunya masih baik dan berjalan sesuai rencana mereka. Menunjukkan sikap yang tidak terpuji dari pengelola keuangan negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement