Rabu 21 May 2025 11:04 WIB

Mengurai Benang Kusut Ekonomi Syariah: Peran Krusial IAEI dan Visi Sri Mulyani

Pekerjaan rumahnya banyak, jalannya terjal, tetapi harapan itu kini dan harus kembali

Menkeu Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Bank Mandiri, Selasa (8/4/2025).
Foto: YouTube PerekonomianRI
Menkeu Sri Mulyani dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Bank Mandiri, Selasa (8/4/2025).

Oleh : Sekretaris Dewan Pakar Majelis Pimpinan Pusat KAFoSSEI, Mega Oktaviany,

REPUBLIKA.CO.ID, Ekonomi syariah Indonesia kerap digambarkan sebagai raksasa tidur – potensi masif yang dibayangi oleh realitas kontribusi yang belum optimal. Terpilihnya kembali Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebagai Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) untuk periode 2025-2030 dalam Muktamar V yang baru saja usai (15-17 Mei 2025) menjadi sebuah momentum krusial. Ini bukan sekadar kesinambungan kepemimpinan, melainkan sebuah penegasan akan adanya kebutuhan mendesak untuk “mengurai benang kusut” yang selama ini menghambat laju ekonomi syariah, dan harapan akan visi baru yang lebih tajam dari sang nakhoda.

Mari kita bedah “benang kusut” tersebut. Data terkini per Mei 2025 menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi syariah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional masih tertahan di bawah angka 10%. Lebih spesifik lagi, pangsa pasar perbankan syariah, sebagai salah satu pilar utama, juga tampak stagnan di kisaran 6,7% pada tahun 2024. Angka-angka ini terasa ironis di negara dengan populasi Muslim terbesar dunia. Persoalannya kompleks, mulai dari tingkat literasi dan inklusi keuangan syariah yang perlu digenjot, fragmentasi inisiatif, hingga fokus yang terkadang lebih berat pada aspek teoretis dan finansial di hulu, ketimbang implementasi konkret yang menyentuh sektor riil secara masif di hilir. Kurangnya orkestrasi kebijakan yang komprehensif dan sistemik juga kerap disebut sebagai salah satu simpul utama yang perlu diurai.

Baca Juga

Di tengah tantangan inilah, kehadiran kembali Sri Mulyani di pucuk pimpinan IAEI memantik ekspektasi. Setelah periode sebelumnya memimpin IAEI (sejak 2019), di tengah kesibukan beliau yang luar biasa sebagai bendahara negara, momentum Muktamar V ini seolah memberikan energi dan fokus baru. Ini bukan tentang “vakum” secara harfiah, melainkan tentang sebuah kesempatan untuk IAEI, di bawah kepemimpinannya yang kini diperbaharui mandatnya, untuk tampil lebih garang, lebih strategis, dan lebih berdampak dari periode sebelumnya.

Visi Sri Mulyani untuk ekonomi syariah, sebagaimana kerap ia sampaikan dalam sambutannya, melampaui sekadar label halal-haram. Ia menekankan pentingnya prinsip keadilan, keberlanjutan, tata kelola yang baik (amanah, integritas, profesionalisme), dan bagaimana ekonomi syariah harus menjadi bagian integral dari solusi atas tantangan ekonomi global dan nasional. Dalam berbagai kesempatan, termasuk dalam arahan-arahan di IAEI, beliau menggarisbawahi perlunya sinergi yang kuat antara akademisi sebagai pemikir, birokrasi sebagai regulator dan fasilitator, serta praktisi industri sebagai motor penggerak di lapangan.

Di sinilah peran krusial IAEI sebagai “think tank” atau lembaga pemikir strategis menjadi sangat vital. IAEI tidak boleh lagi hanya menjadi forum diskusi para ahli, tetapi harus menjelma menjadi dapur intelektual yang menghasilkan: Pertama, riset dan kajian kebijakan yang mendalam dan aplikatif, menganalisis akar masalah “benang kusut” ekonomi syariah dan menawarkan solusi kebijakan yang konkret, terukur, dan dapat diimplementasikan. Ini termasuk merumuskan “grand strategy” pengembangan ekonomi syariah nasional yang lebih terintegrasi.

Kedua, jembatan Komunikasi dan Kolaborasi, menjadi penghubung efektif antara pemerintah, regulator (seperti OJK dan Bank Indonesia), industri keuangan dan sektor riil syariah, serta lembaga pendidikan. Ketiga, pengawal agenda pengembangan SDM unggul, mendorong lahirnya lebih banyak ahli ekonomi Islam yang tidak hanya mumpuni secara teoretis tetapi juga memiliki kemampuan praktis untuk berkontribusi di berbagai sektor. Keempat, inisiator inovasi produk dan layanan syariah, mendorong terobosan-terobosan baru agar produk dan layanan syariah semakin kompetitif, mudah diakses, dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern.

Muktamar V IAEI dengan tema “Memperkuat Kontribusi Melalui Inovasi Dan Sinergi” harus menjadi titik tolak. Kepemimpinan Sri Mulyani, dengan kapasitas, jaringan, dan pengaruhnya, memberikan harapan besar. Namun, “mengurai benang kusut” ekonomi syariah bukanlah tugas individu, melainkan kerja kolektif. IAEI perlu bergerak lincah, adaptif, dan kolaboratif.

Jika momentum ini dapat dimanfaatkan secara optimal, dengan IAEI yang benar-benar berfungsi sebagai think tank strategis di bawah visi progresif Sri Mulyani, maka impian untuk menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah global bukan lagi sekadar retorika. Lebih dari itu, ekonomi syariah dapat benar-benar dirasakan manfaatnya secara luas bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, memberikan kontribusi signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional yang adil dan berkelanjutan. Pekerjaan rumahnya banyak, jalannya terjal, tetapi harapan itu kini dan harus kembali menyala lebih terang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement