Jumat 02 May 2025 14:39 WIB
Hari Pendidikan Nasional

Ikhtiar Pendidikan Indonesia yang Bermutu: Antara Cita dan Realita

Pemerintah memegang peranan sentral menyediakan infrastruktur pendidikan yang layak.

Sejumlah anak mengikuti kegiatan edukasi antikorupsi terkait Hari Pendidikan Nasional di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sejumlah anak mengikuti kegiatan edukasi antikorupsi terkait Hari Pendidikan Nasional di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Jumat (2/5/2025).

Oleh : Ismail Suardi Wekke (CIDES ICMI)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gemuruh perubahan zaman menggema di setiap sudut kehidupan, tak terkecuali dalam ranah pendidikan. Indonesia, dengan lanskap budaya yang kaya dan populasi yang dinamis, terus berjuang untuk menghadirkan sistem pendidikan yang tak hanya relevan dengan tantangan global.

Tetapi juga berakar kuat pada nilai-nilai luhur bangsa. Begitu pula terkait dengan mutu. Namun, perjalanan ini tak selalu mulus. Ibarat menjalani labirin yang kompleks, pendidikan Indonesia dihadapkan pada berbagai persimpangan antara cita-cita ideal dan realita yang terkadang pahit.

Salah satu tantangan mendasar yang terus menghantui adalah disparitas kualitas pendidikan antar wilayah. Sementara sekolah-sekolah di perkotaan, khususnya di Jawa, menikmati fasilitas yang memadai dan tenaga pengajar yang relatif lebih berkualitas.

Kondisi sebaliknya seringkali terjadi di daerah-daerah terpencil, tertinggal, dan terluar (3T). Keterbatasan infrastruktur, minimnya akses terhadap teknologi, dan kekurangan guru yang kompeten menjadi pemandangan yang tak jarang kita temui.

Jurang kualitas ini bukan hanya menciptakan ketidakadilan, tetapi juga menghambat potensi anak bangsa untuk berkembang secara optimal. Atau jangan sampai ini menjadi content media sosial dengan tema “Kesenjangan Sosial”

Di sisi lain, kurikulum pendidikan di Indonesia juga menjadi sorotan. Upaya untuk terus melakukan pembaruan dan adaptasi terhadap perkembangan zaman patut diapresiasi. Namun, implementasi kurikulum yang seringkali tergesa-gesa dan kurang merata di seluruh pelosok negeri menimbulkan kebingungan dan beban tersendiri bagi para guru dan siswa.

Fleksibilitas yang diharapkan dalam kurikulum merdeka, misalnya, memerlukan kesiapan dan pemahaman yang mendalam dari para pendidik, yang sayangnya belum sepenuhnya terwujud.

Selain itu, isu pemerataan akses terhadap pendidikan berkualitas juga menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai. Angka partisipasi sekolah memang menunjukkan tren positif, namun masih banyak anak-anak dari keluarga kurang mampu atau yang tinggal di daerah terpencil belum dapat menikmati bangku pendidikan secara layak.

Biaya pendidikan yang masih relatif tinggi dan kurangnya dukungan finansial bagi siswa berpotensi menjadi penghalang utama bagi mereka untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Peran teknologi dalam pendidikan juga semakin krusial di era digital ini. Pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk mengakselerasi adopsi pembelajaran jarak jauh. Meskipun demikian, kesenjangan akses terhadap internet dan perangkat pendukung masih menjadi kendala besar, terutama bagi siswa di daerah dengan infrastruktur yang terbatas.

Pemanfaatan teknologi secara efektif dalam pendidikan memerlukan investasi yang signifikan dalam infrastruktur dan pelatihan bagi para pendidik.

Namun, di tengah berbagai tantangan tersebut, semangat untuk memajukan pendidikan Indonesia tak pernah padam. Berbagai inovasi dan inisiatif terus bermunculan dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, organisasi masyarakat sipil, hingga para penggerak pendidikan di tingkat akar rumput.

Semangat gotong royong dan kesadaran akan pentingnya pendidikan sebagai fondasi kemajuan bangsa menjadi modal berharga untuk mengatasi berbagai persoalan yang ada.

Untuk keluar dari labirin pendidikan ini, diperlukan langkah-langkah strategis dan berkelanjutan. Peningkatan investasi dalam infrastruktur pendidikan, terutama di daerah 3T, pemerataan kualitas guru melalui program pelatihan dan insentif yang menarik, serta penguatan implementasi kurikulum yang adaptif dan inklusif menjadi beberapa prioritas utama.

Selain itu, pemanfaatan teknologi secara cerdas dan merata, serta perluasan akses pendidikan bagi seluruh anak bangsa tanpa terkecuali, juga menjadi kunci untuk mewujudkan cita-cita pendidikan Indonesia yang maju dan berkeadilan.

Untuk itu, pendidikan Indonesia adalah tanggung jawab kita bersama. Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan seluruh elemen bangsa menjadi kunci utama untuk menavigasi labirin ini dan membawa pendidikan Indonesia menuju arah yang lebih baik.

Dengan komitmen yang kuat dan kerja keras yang berkelanjutan, kita optimis dapat mewujudkan sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi penerus bangsa dan siap menghadapi tantangan masa depan.

Sekali Lagi, Gotong Royong dalam Mewujudkan Pendidikan Bermutu

Gemuruh tepuk tangan siswa-siswi yang baru saja menerima rapor menjadi penanda berakhirnya sebuah babak dalam perjalanan pendidikan. Namun, di balik senyum dan harapan yang terpancar, tersembunyi tantangan besar yang terus menghantui: bagaimana mewujudkan pendidikan bermutu secara merata di seluruh pelosok negeri? Jawabannya, sekali lagi, terletak pada kekuatan gotong royong.

Semangat gotong royong, yang telah menjadi DNA bangsa Indonesia sejak dahulu kala, bukanlah sekadar jargon usang. Ia adalah fondasi kokoh yang mampu menopang cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

Dalam konteks pendidikan, gotong royong menjelma menjadi sinergi antara berbagai elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, tenaga pendidik, siswa, orang tua, hingga pihak swasta dan komunitas.

Pemerintah memegang peranan sentral dalam menyediakan infrastruktur pendidikan yang layak, merumuskan kurikulum yang relevan, dan memastikan ketersediaan tenaga pendidik yang kompeten. Namun, upaya pemerintah akan menjadi kurang optimal tanpa dukungan aktif dari elemen lainnya. Di sinilah peran serta masyarakat menjadi krusial.

Tenaga pendidik, sebagai garda terdepan, tidak hanya bertugas menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi juga menanamkan nilai-nilai karakter dan membimbing siswa menjadi individu yang berdaya.

Dedikasi dan inovasi para guru perlu diapresiasi dan didukung oleh semua pihak. Orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama, memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif di rumah dan menjalin komunikasi yang baik dengan pihak sekolah.

Siswa, sebagai subjek utama pendidikan, perlu memiliki kesadaran akan pentingnya belajar dan berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Semangat belajar yang tinggi dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri akan menjadi modal berharga dalam meraih pendidikan yang bermutu.

Lebih jauh lagi, keterlibatan pihak swasta dan komunitas juga memiliki potensi besar dalam memajukan pendidikan. Melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) atau inisiatif komunitas, berbagai dukungan dapat disalurkan, mulai dari penyediaan fasilitas belajar, beasiswa, hingga pelatihan keterampilan bagi siswa dan guru.

Kisah-kisah sukses kolaborasi dalam memajukan pendidikan di berbagai daerah menjadi bukti nyata betapa dahsyatnya kekuatan gotong royong. Sekolah-sekolah di daerah terpencil yang dulunya kekurangan fasilitas, kini mampu berdiri tegak berkat uluran tangan berbagai pihak. Anak-anak yang sebelumnya kesulitan mengakses pendidikan, kini memiliki kesempatan yang sama untuk meraih impiannya.

Akhirnya, mari kita perkuat kembali semangat gotong royong dalam mewujudkan pendidikan bermutu. Ini bukan hanya tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab kita bersama sebagai anak bangsa.

Dengan bahu-membahu, saling mendukung, dan berkolaborasi, kita dapat memastikan bahwa setiap anak Indonesia memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang berkualitas, sehingga kelak mereka dapat menjadi generasi penerus bangsa untuk membawa kemajuan bagi Indonesia kita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement