Oleh : Mohamad Soleh, Managing Director AIDA Consultant dan penulis buku "Nurturing Risk Culture"
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai konsultan di bidang Risk Management dan Strategic Management, saya merasa perlu menyoroti isu yang kian menjadi perhatian publik, yaitu kecenderungan perubahan kebijakan pemerintah yang sering terjadi secara mendadak tanpa transparansi memadai terkait analisis risiko sebelumnya. Salah satu contoh terkini adalah perubahan kebijakan terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen.
Kebijakan yang diumumkan secara tiba-tiba, baik dalam bentuk regulasi perpajakan, tarif, maupun peraturan sektor tertentu, sering kali menciptakan ketidakpastian signifikan bagi dunia usaha dan masyarakat. Ketidakpastian ini tidak hanya mengganggu stabilitas ekonomi tetapi juga mempersulit perencanaan strategis perusahaan, yang membutuhkan waktu dan sumber daya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut, dan itu butuh biaya besar. Menurut saya, ada beberapa dampak lainnya yang perlu dijabarkan
Pertama, ketidakstabilan ekonomi. Ketika kebijakan baru diberlakukan tanpa peringatan yang memadai, sektor usaha sering kali kesulitan beradaptasi. Akibatnya, investasi dapat menurun, ekspansi terhambat, dan penciptaan lapangan kerja menjadi terganggu.
Kedua, kehilangan kepercayaan investor. Investor domestik maupun asing membutuhkan kepastian hukum dan kebijakan yang konsisten. Perubahan mendadak memberi sinyal lingkungan bisnis yang tidak stabil, sehingga menghambat masuknya modal baru.
Ketiga, beban tambahan bagi pelaku usaha. Perusahaan sering kali harus mengalokasikan dana tambahan untuk menyesuaikan sistem dan memenuhi aturan baru. Sebagai contoh, perusahaan ritel yang telah mengatur PPN 12 persen dalam sistem penjualannya untuk diberlakukan mulai 1 Januari 2025 akan menghadapi kekacauan apabila perubahan disampaikan mendadak di tanggal tersebut. Hal ini merepotkan pelaku usaha sekaligus membingungkan masyarakat.
Ketiadaan Analisis Risiko yang Memadai
Fenomena ini menunjukkan bahwa analisis risiko sering kali tidak menjadi prioritas utama dalam pembuatan kebijakan. Padahal, analisis risiko adalah langkah fundamental untuk mengidentifikasi risiko jangka pendek dan panjang; memperkirakan dampak kebijakan terhadap berbagai sektor; dan memberikan solusi penanganan risiko sebelum kebijakan diterapkan.
Tanpa analisis risiko yang komprehensif, pemerintah berisiko menetapkan kebijakan yang kontraproduktif, bahkan merugikan.
Rekomendasi untuk Perubahan Positif
Sebelum kebijakan diterapkan, pemerintah perlu melakukan audiensi dan atau kajian intensif yang melibatkan dunia usaha, ahli manajemen risiko, ahli disetiap sektor yang terkait dan masyarakat untuk memberikan masukan.
Kebijakan yang diumumkan juga harus disertai data dan analisis pendukung, sehingga masyarakat percaya bahwa keputusan diambil secara matang.
Setiap kebijakan perlu melalui proses analisis risiko mendalam, termasuk simulasi dampaknya pada berbagai skenario ekonomi.
Tak kalah penting, Pemerintah harus menetapkan roadmap jangka panjang yang andal agar dunia usaha dapat menyesuaikan perencanaan strategis. Hal ini selaras dengan UU No. 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang menekankan penerapan manajemen risiko pembangunan nasional.
Saya pernah mengingatkan pemerintah via opini saya di media Republika pada 30 Oktober 2024 lalu, yang menegaskan pentingnya manajemen risiko sebagai bagian dari pembangunan nasional.
Penutup
Kebijakan yang berubah secara mendadak menciptakan ketidakpastian yang merugikan perekonomian nasional. Dengan menerapkan pendekatan manajemen risiko yang terstruktur dan transparan, pemerintah dapat menghasilkan kebijakan yang lebih stabil dan efektif. Hal ini sejalan dengan UU No. 59 Tahun 2024, yang menegaskan pentingnya penerapan manajemen risiko pembangunan nasional.
Saatnya kita semua berkomitmen untuk menerapkan manajemen risiko terintegrasi demi kesejahteraan dan kemajuan bangsa.
Salam.