Oleh : Agus Rahardjo, Jurnalis Republika
REPUBLIKA.CO.ID, Suatu malam, seorang teman berseloroh soal banyaknya berita penggerebekan kantor pinjaman online (pinjol) yang dilakukan kepolisian belakangan ini. Sembari masih mengamati gawainya, ia membuka kalimat “Tau begini dulu aku utang yang banyak di pinjol. Kan pengutang posisinya menang sekarang. Kalau diteror dan diancam tinggal bilang, nanti saya laporkan ke polisi. Gak usah bayar, kantornya pada digerebek,” katanya sambal tertawa.
Guyonan baru ini wajar dilontarkan saat ini. Jika membaca berita belakangan ini, tindakan kompak kepolisian terhadap pinjol muncul jadi berita besar. Wilayah mulai Tangerang, Jakarta Barat, Jakarta Utara, Sleman, hingga Kota Yogyakarta menjadi saksi bagaimana kepolisian serentak melakukan penggerebekan kantor pinjol.
Banyak karyawan yang dibawa, barang bukti yang disita, hingga sudah ada penetapan tersangka. Bukan soal pinjamannya, sangkaan dikenakan ke karyawan pinjol akibat dugaan pengancaman, pemerasan, atau perbuatan yang tidak menyenangkan. Terlebih mereka adalah pinjol yang tak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Aksi serentak polisi ini bukan muncul tiba-tiba. Ada atensi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk jajarannya. Tentu saja, Kapolri juga berbekal perintah dari Presiden Joko Widodo agar ada penindakan tegas terhadap pinjol ilegal. Presiden mengakui, ada praktik penipuan dalam praktik pinjol ilegal yang mulai menjamur di ruang digital kita.
“Saya mendengar masyarakat bawah yang tertipu dan terjerat bunga tinggi oleh pinjaman online yang ditekan oleh berbagai cara untuk mengembalikan pinjamannya,” tutur Jokowi dalam pidatonya di OJK Virtual Innovation Day 2021 di Istana Negara, Senin (11/10) lalu.
Bisa jadi, Presiden juga membaca kabar seorang perempuan nekat mengakhiri hidupnya akibat tak tahan teror penagih utang dari pinjol. Sosok berinisial WI berusia 38 tahun itu nglalu dengan cara gantung diri di rumahnya di Kecamatan Giriwoyo, Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah pada Selasa (5/10). Jarak yang hanya sekira 40 kilometer dari kampung halaman Presiden di Solo.
Baca juga : Bolehkah tidak Bayar Pinjaman di Pinjol Legal?
WI terlilit utang di pinjol sebanyak Rp 55,3 juta. Atau bacalah kisah warga Perumahan Patimura, Tulungagung, Jawa Timur, Oscar Syarifudin yang bunuh diri karena diduga depresi dengan penagihan pinjol. Atau cerita Dedi tentang anak perempuannya yang traumatis akibat terjerat pinjol. Padahal, anak perempuan Dedi hanya meminjam Rp 2,5 juta pada 2019 lalu. Namun, hingga saat ini utang tersebut menjadi Rp 104 juta akibat berbunga.
Modus
Bukan hanya soal bunga yang terus mencekik nasabah. Sebagian besar praktik penagihan utang di pinjol menerapkan intimidasi, ancaman hingga perbuatan fitnah melalui saluran elektronik. Bahkan, tak jarang, nasabah diancam fotonya bakal disebar dengan editan foto orang telanjang. Atau suara panggilan telepon dari banyaknya nomor orang tak dikenal untuk meneror.
Memang, layanan aplikasi pinjol memberi kemudahan. Tinggal ‘klik’ calon nasabah bisa mencairkan dana pinjamannya. Ancaman bunga tinggi dan teror intimidasi ini yang kerap tak disadari calon nasabah karena hanya melihat sisi kemudahan akses pinjaman. Bahkan, nasabah harus rela menerima Rp 600 ribu untuk mengajukan pinjaman Rp 1 juta. Ini menjadi praktik rentenir wajah baru di Indonesia. Korbannya, hampir tak menyadari bahaya yang ada di kemudian hari.
Apakah kasus ini baru muncul di tahun ini? Tidak. Di saat munculnya banyak aplikasi pinjol inilah, berbagai kasus sudah diadukan. Bahkan, Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengaku ada 370 pelaporan pinjol ilegal hanya di bulan Oktober 2021. Dari pelaporan ini, 91 diklaim tuntas, sementara 278 lainnya masih dalam penanganan kepolisian.
Satgas Waspada Investasi OJK juga melaporkan menerima 7.128 aduan terkait pinjol ilegal. Tercatat, hingga Juli 2021, ada 3.365 pinjol ilegal yang sudah dihentikan operasinya. Satgas berpesan agar masyarakat lebih teliti untuk mengajukan utang melalui pinjol. Masyarakat diimbau untuk selalu mengecek apakah ada legalitas OJK dari pinjol yang akan diaksesnya.
Kini, praktik pinjol benar-benar dalam atensi aparat penegak hukum. Lonceng tanda bahaya sudah dibunyikan Presiden Jokowi. Pandangan, perhatian, akan mengarah pada munculnya kasus-kasus yang dialami nasabah pinjol. Namun, penulis ragu kasus-kasus ini akan berhenti permanen. Seperti jamur di musim hujan, desakan kebutuhan dan kondisi tertekan secara perekonomian membuat pinjol bagai jamur di musim pandemi.
Baca juga : ORI Sarankan Pemda DIY Tinjau Pergub Larangan Unjuk Rasa
Diakui, memang harus Presiden yang menabuh genderang perang terhadap praktik pinjol yang meresahkan masyarakat. Pemberantasan rentenir virtual ini harus benar-benar didasari semangat membebaskan masyarakat. Sampai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD saja menyarankan agar nasabah tak membayar tagihan pinjol ilegal jika sudah terlanjur jadi korban.
Mahfud bahkan menjamin pihak kepolisian akan memberikan perlindungan kepada nasabah yang menerima teror dari praktik penagihan pinjol. Mungkin itulah yang memunculkan candaan seorang teman di suatu malam beberapa hari lalu. Sembari menyeruput kopi lelet, mungkin dia membayangkan mengajukan pinjaman berjuta-juta tanpa harus terbebani untuk mengembalikan utang di pinjol ilegal. Kalau saja tahu jadi begini.