Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika
Layaknya hasud, sikap curiga itu layaknya api yang membakar kayu kering. Tak peduli apapun akan menghanguskan segalanya jadi abu. Tanpa ampun.
Begitu juga dengan sikap curiga kepada identitas Islam. Kini misalnya terus ribut soal mode pakaian. Di media sosial ini jelas sekali. Bahkan saling memaki. Ribut terus menerus. Ada yang mengatakan bangga pakai sarung, serban, baju takwa, hingga baju ala pendekar kungfu Cina yang akrab disebut baju koko.
Sama gaduhnya mereka menyakini itu pilihannnya adalah identitas otentik --bahkan asli -- Muslim Indonesia. Padahal apakah begitu? Bukankah ini lebih hanya sekedar lucuan. Bukankah pakaian dalam ajaran Islam aturan bakunya hanya harus menutup aurat bukan? Itu saja kan batasan pokoknya. Ini pun masih terus diributkan karena soal aurat pun berbeda-beda pilihan hujah fiqhnya. Kisruh!
Tapi yang jelas soal identitas (mode baju Islam) dari zaman dahulu sudah ada. Di zaman para wali dan Kesultanan Mataram ada yang disebut baju takwa. Bahkan pakaian ini sangat filosofis. Mulai dari bentuk potongan hingga sampai detil rincian jumlah kancingnya.
Dan ini sangat berbeda dengan mode pakain Jawa kuno yang para kaum adanya hanya mengenakan tutup bagian bawah. Sedangkan bagian tubuh atas dibiarkan terbuka. Ini juga berlaku untuk kaum hawa. Baju takwa ala Keratin Mataram lebih tertutup.
Fakta terbukti lagi pada jejak perancang pakaian kebesaran raja Mataram yang menurut sejarawan Prancis, Denys Lombard bentuknya dirancang di Paris. Jejak ini kemudian ada pada sosok cara berpakaian Raden Saleh yang santri itu. Pelukis kondang ini membikin model pakaian sendiri ketika tinggal di Paris. Maka tak ayal lagi pakaian raja pun menjadi gado-gado alias indo. Ada pengaruh Arab, Eropa, hingga Turki.
Keterangan gambar: Gaya busana Raden Saleh yang dia rancang sewaktu tinggal di Prancis.
- Keterangan Gambar: Gaya pakaian Raja Pakubuwono XII yang campur-campur.
Hal itu misalnya ada pilihan di bentuk tutup kepala atau mahkota raja, baju, hiasan atau ornamen pakaian, hingga celana. Orang Jawa sebelum itu belum mengenal apa itu celana (Diperkirakan seperti gaya pakaian orang Bali). Dan ini makin asyik sebab ternyata darah para raja Jawa ternyata campuran. Bahkan Sultan Hamengku Buwono I berdarah Arab dari keluarga Basyaiban. Dan Pangeran Diponegoro berdarah Madura, Makkasar, dan Bima. Masuk akal bilsa seleranya campur-campur.
Makanya, bila ada yang mengklaim berdarah Jawa asli memang terasa menggelikan sekaligus horor. Sebab, ini pun ada yang mengolok orang Jawa atau penghuni Jawa asli itu hanya Phitecantropus Erectus dari wilayah Trinil yang tinggal di Jawa Tengah bagian utara.
- Keterangan Gambar: Beginilah cara berpakaian orang Jawa sebelum memeluk agama Islam yang tergambar dalam relief candi.(Foto koleksi: Troppenmusseum)