Jumat 09 May 2025 13:17 WIB

Pertempuran Udara India-Pakistan: Apa yang Sebenarnya Terjadi?

Keunggulan dalam pertempuran udara tak hanya ditentukan jenis pesawat tempur.

Pesawat Chengdu J-10C buatan China yang digunakan Angkatan Udara Pakistan.
Foto: Public Domains
Pesawat Chengdu J-10C buatan China yang digunakan Angkatan Udara Pakistan.

Oleh : Rahmad Budi Harto, lead consultant Kiroyan Partners

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pada Rabu dini hari, 7 Mei 2025, terjadi pertempuran udara di wilayah perbatasan India (IN) dan Pakistan (PK), tepatnya di negara bagian Punjab dan Jammu-Kashmir. Pakistan mengklaim telah menembak jatuh tiga jet tempur India dalam operasi militer India yang diberi nama Sindoor. Operasi ini merupakan respons India terhadap serangan teroris di Pahalgam, Jammu-Kashmir, yang menewaskan 28 warga sipil pada 22 April 2025, dan diduga dilakukan oleh kelompok milisi berbasis di Pakistan. India mengklaim target operasi mereka adalah kamp-kamp milisi di Punjab dan Kashmir Pakistan yang menjadi dalang serangan tersebut.

Tiga jet tempur India yang jatuh adalah Rafale (di Punjab, India), Su-30, dan Mirage 2000 (di Jammu-Kashmir). Dua pesawat lain yang diklaim Pakistan telah ditembak jatuh kemungkinan adalah drone. Seorang pejabat AS, dikutip Reuters mengonfirmasi bahwa jet J-10C buatan China milik Pakistan menembak jatuh setidaknya dua jet India, salah satunya Rafale.

Baca Juga

Menurut Menteri Luar Negeri Pakistan, Ishaq Dar, pada 8 Mei 2025, menyebut J-10C sebagai pelaku utama. Sementara itu, foto pecahan rudal yang ditemukan di India mengindikasikan penggunaan rudal air to air (AA) jarak jauh PL-15 buatan China. Pakistan mengoperasikan J-10C dan JF-17, keduanya dapat membawa PL-15E (versi ekspor, jangkauan 145 km). Pada akhir April 2025, ada laporan bahwa China telah mengirimkan PL-15 varian asli (jangkauan hingga 300 km) ke Pakistan, sebagaimana terlihat pada foto JF-17 di media sosial.

Kejadian ini memicu euforia di kalangan netizen bahwa Rafale, jet tempur Gen 4.5 buatan Prancis yang dianggap salah satu yang terbaik, ternyata bisa ditembak jatuh oleh J-10C buatan China. Namun, apakah ini berarti Rafale kalah hebat, atau ada faktor lain yang berperan?

Informasi valid yang Tersedia

Pertempuran udara terjadi dalam mode beyond visual range (BVR), dengan jet tempur kedua negara tetap berada di wilayah udara masing-masing. Sementara wilayah perbatasan India-Pakistan, khususnya Punjab dan Jammu-Kashmir, memiliki sistem pertahanan udara yang kuat karena sejarah konflik panjang kedua negara.

photo
Puing-puing pesawat tergeletak di kompleks masjid di Pampore di distrik Pulwama, Kashmir yang dikuasai India, Rabu, 7 Mei 2025. - ( AP Photo/Dar Yasin)

Serangan India ke Pakistan sudah beberapa kali terjadi dan biasanya terbatas dan tidak meningkat menjadi perang total karena kedua negara yang memiliki senjata nuklir biasanya akan menahan diri mencegah eskalasi lebih luas. Konflik ini dilaporkan masih berlangsung hingga 9 Mei 2025, namun tetap terlokalisasi di perbatasan dan menargetkan sasaran militer. Faktor ini penting sebagai landasan untuk memperkirakan strategi dan taktik yang diambil para pihak yang berada dalam keterbatasan untuk mencegah konflik tidak bereskalasi.

Skenario yang Mungkin Terjadi

Berikut adalah skenario yang mungkin menjelaskan bagaimana tiga jet tempur India bisa ditembak jatuh, dengan mempertimbangkan kemampuan teknis kedua belah pihak dan potensi faktor nonteknis:

Strategi India dalam Operasi Sindoor: India mengerahkan Rafale sebagai ujung tombak untuk menyerang kamp milisi di Punjab dan Kashmir Pakistan. Rafale dipilih karena kemampuannya membawa rudal jelajah SCALP (jangkauan 250 km) dan bom layang (glide) AASM Hammer (jangkauan 70 km), memungkinkan serangan dari jarak aman (stand-off distance). Rafale juga memiliki sistem perang elektronik (EW) SPECTRA yang mumpuni untuk mengacaukan radar musuh. Su-30 dan Mirage 2000 kemungkinan dikerahkan untuk perlindungan udara, membawa rudal air-to-air (AA) seperti Meteor (150–200 km) pada Rafale, MICA (80 km) pada Rafale dan Mirage 2000, serta Astra Mk1 (110 km) pada Su-30.

AU India juga mengerahkan pesawat penggotong radar deteksi dini (AEW&C atau AWACS) seperti Phalcon AWACS (deteksi 450–500 km, penguncian sasaran 270–315 km) untuk mendukung operasi ini untuk memberikan situational awareness.

Risiko Operasi India: Untuk menyerang target di Punjab dan Kashmir Pakistan, Rafale perlu mendekati perbatasan agar Hammer (70 km) dapat mencapai target, misalnya 20 km di dalam wilayah Pakistan, sehingga Rafale harus berada sekitar 50 km dari perbatasan. Ini berisiko karena radar Pakistan, seperti yang dioperasikan oleh Saab 2000 Erieye AEW&C (deteksi 300–350 km), dapat mendeteksi Rafale dari jarak jauh. Selain itu, sistem pertahanan udara Pakistan, seperti HQ-9B (jangkauan 200 km), juga menjadi ancaman serius jika Rafale terbang terlalu dekat.

Persiapan Pakistan: Pakistan sepertinya telah mengantisipasi serangan India. J-10C, yang dilengkapi radar AESA KLJ-10 (deteksi 170–200 km, penguncian 100–140 km), dikerahkan bersama Saab 2000 Erieye AEW&C untuk mendeteksi ancaman dari jarak jauh. J-10C membawa rudal PL-15E (145 km) atau PL-15 (300 km), ditempatkan sekitar 100 km dari perbatasan—di luar jangkauan rudal AA India seperti Meteor. Catatan: Pakistan memiliki empat pesawat AEW&C buatan China, ZDK-03 Karakoram Eagle (Y-8F-400). Laporan terbaru menunjukkan bahwa pesawat ini sedang dipensiunkan atau dialihkan ke peran perang elektronik karena dianggap usang, sehingga kemungkinan besar Saab 2000 Erieye yang berperan dalam konflik ini.

Dinamika Pertempuran: Rafale India, didukung Su-30 dan Mirage 2000, mendekati perbatasan untuk meluncurkan Hammer (dari 50 km) dan SCALP (dari 150 km). Namun, Saab 2000 Erieye atau Karakoram Eagle Pakistan mendeteksi grup tempur India dari jarak 200 km atau lebih. J-10C kemudian meluncurkan PL-15, yang memiliki jangkauan hingga 300 km, dari jarak aman (100 km dari perbatasan). Rafale, Su-30, dan Mirage 2000 menyadari bahwa mereka telah dikunci dan ditembak, lalu melakukan manuver penghindaran sambil menjauh dari perbatasan. Namun, jarak mereka dari J-10C menjadi lebih jauh, melebihi jangkauan penguncian radar AESA J-10C (100–140 km). Di sinilah Saab 2000 Erieye atau Karakoram Eagle mengambil alih, memberikan data penguncian target untuk memandu PL-15 menuju jet tempur India. Sistem pertahanan udara Pakistan, seperti HQ-9B, juga mungkin berperan, terutama jika jet India terdeteksi terlalu dekat dengan perbatasan.

Kelemahan India dalam Skenario Ini: Meskipun Phalcon AWACS India seharusnya mampu mendeteksi J-10C dan Saab 2000 Erieye dari jarak 450 km, India tidak memiliki rudal AA dengan jangkauan yang cukup untuk mengancam J-10C (pada 100 km dari perbatasan), kecuali jika mereka mengerahkan rudal permukaan-ke-udara S-400 (jangkauan 400 km), yang dilaporkan mencegat serangan Pakistan pada 8 Mei.

Kemampuan EW Rafale (SPECTRA) seharusnya dapat mengacaukan radar Pakistan, tetapi jika koordinasi antara jet tempur dan Phalcon AWACS India buruk—misalnya, karena perencanaan misi yang kurang matang atau distribusi sumber daya yang tipis akibat fokus pada perbatasan China—maka efektivitas EW ini berkurang. Selain itu, hanya ada 6 AEW&C India (3 Phalcon, 3 Netra) untuk mendukung 616 jet tempur di dua front (Pakistan dan China), dibandingkan 9 Saab 2000 Erieye Pakistan yang fokus pada satu front (India).

Pelajaran yang Bisa Diambil...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement