Senin 18 Nov 2019 14:12 WIB

Ide Prabowo yang Bisa Jadi Ajang Battle Royale

Tidakkah berisiko kalau remaja yang doyan 'battle royale' dididik pelatihan militer?

Ichsan Emrald Alamsyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan EMrald Alamsyah*

Prabowo Subianto langsung tancap gas begitu terpilih sebagai Menteri Pertahanan. Beliau langsung memunculkan sebuah ide, yang menurut penulis cemerlang.

Idenya adalah memunculkan komponen cadangan pertahanan, yaitu menyiapkan segelintir kelompok sipil untuk bisa membantu tugas militer Republik Indonesia. Dari mana saja 'amunisi' bagi cadangan pertahanan, nah ini yang menurut penulis nilai menarik.

Prabowo berencana menyiapkan remaja untuk menjadi perwira cadangan. Kementerian Pertahanan dibantu Kementerian Pendidikan akan menjalankan program semacam bela negara dan pelatihan militer. Namun, idenya tak hanya sampai di situ, Prabowo ingin agar siswa SMP dan SMA juga ikut dilatih.

Sebenarnya pola pikir Prabowo ini baik bahkan menurut penulis pikir terlalu baik. Karena penulis yakin begitu program ini digelar maka tidak ada lagi ibu-ibu yang kerepotan mencari anaknya di Warung Internet.

Begitu juga tidak akan ada lagi bapak-bapak yang memaki-maki penjaga warung game online, yang kadang pura-pura tidak mendengar akibat tertutup headseat segede gaban. Warnet sepi, game online pun sepi karena putra-putri kita yang berumur antara 12 tahun hingga 18 tahun sedang dilatih pendidikan militer.

Sehingga pada ujungnya Mas Nadiem bisa lebih leluasa melakukan link and match antara sektor pendidikan dan industri. Pokoknya bisa lebih mendorong lulusan sekolah masuk perusahaan yang kata Pak Prabowo unicorn yang online-online itu.

Tak hanya itu, bapak ibu mungkin akan melihat anak lebih disiplin. Apapun perintah yang anda utarakan, baik perintah Shalat ataupun jangan keluyuran malam-malam akan di jawab, "Siap!". Soal nilai, bapak ibu juga tidak perlu khawatir. Bila usul ini disetujui Kementerian Pendidikan kemungkinan besar wajib militer akan menjadi satu mata pelajaran, entah dengan nama yang mungkin berbeda.

Itu kabar baiknya, lalu bagaimana dengan hal lain yang mungkin saja terjadi. Kita tahu namanya anak-anak tentu daya khayalnya tinggi terutama berdasarkan gim yang sedang gandrung dimainkan.

Saat ini hampir semua permainan daring yang dimainkan entah itu PUBG, Call of Duty online dan yang lainnya selalu bertema battle royale . Bagi pembaca yang belum mengerti istilah ini, battle royale adalah pertarungan antara satu pemain dengan puluhan atau ratusan lainnya, tanpa ada istilah berkawan atau berkelompok hingga hanya ditentukan satu pemenang.

Sejarah singkatnya, kata battle royale pertama kali masuk ke dalam sebuah karya sastra berjudul “All Mistaken, or the Mad Couple” milik James Howard yang terbit tahun 1672. Hingga kemudian istilah ini mulai populer di tahun 1990an, bukan lagi dari karya sastra namun industri hiburan. Tentu, bagi anda yang mengarungi masa remaja di tahun 1990an mengenal pertarungan gulat seperti WCW atau WWF.

Nah dalam pertarungan ini dikenal sebuah turnamen khusus bernama battle royale. Enam hingga 10 pegulat saling bertarung hingga hanya satu orang yang berdiri di atas ring.

Dua kata itu semakin populer, dengan kehadiran novel karya penulis Jepang bernama Koushun Takami. Novel yang kemudian dijadikan manga dan difilmkan ini berkisah tentang kebijakan Pemerintah Jepang yang setiap satu tahun sekali mengumpulkan siswa siswi kelas 3 SMP di sebuah pulau terpencil untuk mengikuti battle royale. Sehingga tiap anak harus saling membunuh agar bisa keluar dari pulau tersebut.

Tujuan utama Pemerintah fiksi ini adalah mempersiapkan anak-anak agar mampu bertarung di medan laga. Selain itu membangun ketakutan di antara warga negara dan mencegah aksi pemberontakan.

 

Nah, balik lagi ke soal wajib militer, karena takutnya anak-anak kita yang selalu berpikir out of the box dan ditambah kesukaan mereka terhadap gim bertema battle royale , jangan-jangan bisa mereka bisa menggelar sendiri battle royale di dunia nyata.

Ya mungkin itu terkesan hal yang tak mungkin terjadi di dunia nyata, namun bukan berarti tak mungkin benar-benar terjadi kan?. Lagipula kebijakan ini belum tentu disetujui oleh Kementerian Pendidikan, psikolog, orang tua murid dan tentu saja KPAI.

 

Sebenarnya ada banyak 'amunisi' yang bisa didapatkan Kemenhan untuk menjadi keamanan cadangan. Kemenhan bisa merekrut para pengangguran dan menggaji mereka untuk ikut program wajib militer. Atau dari mahasiswa yang terancam Drop Out, sehingga dilakukan pemutihan lewat program wajib militer.

Pada intinya, pemerintah bisa saja merekrut atau membentuk organ cadangan di dalam masyarakat sipil itu sendiri tanpa mengorbankan kebahagiaan dan waktu indah anak-anak kita.

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement