Rabu 07 Sep 2016 08:17 WIB

Qadafi, Hitler, dan Sangkuni di Sekitar Pemerintahan Jokowi

Politikus (Ilustrasi)
Muammar Qadafi

Memang, propaganda di dunia politik lazim terjadi. Dengan propaganda masif, pemimpin yang paling berjasa di sebuah negara saja bisa hancur dalam seketika.

Sebagai contoh nyata adalah Muammar Qadafi. Sejatinya, dia adalah pemimpin yang dicintai bangsa Afrika. 

Sekalipun sosoknya kontroversial, Qadafi mampu membawa Libya berkembang dari negara terbelakang di Gurun Sahara menjadi kaya raya. Di tangan Qadafi, bisnis Libya mulai mencengkeram Eropa. Kerajaan minyak Libya berkibar di mana-mana.

Namun, sikap Qadafi yang pantang didikte barat membuatnya selalu dicitrakan sebagai pesakitan. Oleh media asing, Qadafi dan Libya-nya senantiasa dipotret negatif. Label diktator, korup, kejam, hingga murtad, gencar dipropagandakan barat maupun negara Arab yang memusuhinya.

Propaganda masif inilah yang akhirnya membuat 41 tahun kekuasaan Qadafi tumbang begitu saja. Tapi, kini lihat efek Libya setelah ditinggal pemimpin yang dijuluki Anjing Galak itu. Libya yang kaya mendadak menjadi negara gagal total. Teroris berkeliaran di mana-mana. 

Dari negara yang mencengkeram Eropa, kini Libya berubah menjadi negara yang berada di bawah pengaruh Barat. Lantas ke mana segala propaganda itu? Ke mana pemberitaan masif soal kondisi nestapa Libya yang ramai diembuskan barat di era Qadafi? Bukankah kini kondisi Libya jauh lebih porak-poranda.

Pada akhirnya, propaganda jadi bagian sandiwara besar untuk menghabisi salah satu pemimpin besar dunia.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement