REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ikhwanul Kiram Mashuri
Yaman dalam kenangan saya adalah Ratu Balqis yang cantik nan kaya penyembah matahari. Berkat pengaruh Nabi Sulaiman, ia lalu tobat.
Yaman dalam pergaulan saya adalah Alaydrus, Al Baharun, Al Baljun, Al Bawazir, Al Jindan, Al Habsyie, Al Haddad, Al Jufrie, Al Musawa, Assegaf, At Tamimi, Ba’asyir, Baadilla, Bachdim, Bachmid, Baharmusy, Bajeber, Basalamah, Baraja, Bin Hasan, Bin Hud, Jobban, Hamdun, Jamalullail, Makarim, Shahab/Shihab, Sungkar, Thalib, Al habsyi, dan banyak lagi.
Nama-nama tadi adalah sebagian dari nama marga teman-teman keturunan Arab yang kini telah menjadi warga Indonesia. Nama-nama tadi menunjukkan kakek buyut mereka berasal dari Yaman. Atau tepatnya Hadramaut.
Namun, Yaman bukan hanya itu. Negeri di Jazirah Arabia itu juga dikenal dengan madu berkualitas tinggi. Para lelaki dianjurkan meminum madu Yaman. ‘’Dijamin tokcer,’’ kata penjual madu di pasar kurma di Madinah.
Hanya saja, kuli-kuli Yaman di Jeddah dikenal kuat bukan lantaran minum madu, tapi karena pengaruh daun Qat (Khat/Gat). Biasanya, sembari menaik-turunkan koper ke dan dari bus-bus jamaah haji, mereka mengunyah daun Qat yang tampak merah di gigi.
Daun tanaman yang banyak tumbuh di Yaman ini diketahui mengandung alkaloid monoamine yang disebut katinona. Yaitu zat stimulan yang mirip amfetamin, yang bisa menimbulkan keceriaan dan eruforia. Tanaman ini pernah menjadi heboh ketika ditanam oleh beberapa warga di Puncak, Bogor.
Namun, orang Yaman di Saudi bukan hanya kuli dan penjaga rumah-rumah orang kaya. Seorang konglomerat top Saudi berasal dari Yaman. Adalah Muhammad bin Awad bin Ladin, kelahiran Hadaramaut (1919), hijrah ke Saudi lalu mendirikan perusahaan yang kini dikenal dengan Saudi Binladen Group (SBG).
Perusahaan konglomerat konstruksi multinasional yang berkantor pusat di Jeddah ini telah berkembang menjadi firma konstruksi terbesar di dunia. Penguasa Saudi juga telah menunjuk SBG sebagai kontraktor untuk proyek perluasan dan pemeliharaan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Banyak tenaga kerjanya direkrut dari Indonesia. Namun, Bin Ladin juga menjadi terkenal, lantaran salah seorang putranya, Usamah bin Ladin, adalah pendiri dan pemimimpin organisasi radikal al Qaida.
Selebihnya, Yaman seperti ditulis almarhum Anies Mansour, warwatawan Mesir, dalam buku ‘Gharib fi Biladin Ghribah’ adalah dzalikal majhul, sebuah negeri misteri. Sedangkan dalam Ensiklopedia ‘Negara dan Bangsa’ disebutkan, Yaman adalah bangsa yang tidak mendapatkan apa-apa dari kehidupan modern abad ke-20.
Ya, itulah yang terlintas di kepala saya tentang Yaman, hingga pekan lalu negara itu menjadi berita besar. Sebuah koalisi sepuluh negara yang dikomandani Arab Saudi menyerang pangkalan dan bandara militer kelompokal Khauthi.Koalisi sepuluh negara itu adalah: Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Kuwait, Bahrain, Qatar, Mesir, Yordania, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Lalu siapakah kelompok al Khauthi itu dan seberapa strategis Yaman bagi kawasan Timur Tengah?
Yaman sepanjang sejarahnya selalu diwarnai konflik internal antar-suku dan kelompok keagamaan. Ia menjadi relatif stabil ketika diperintah tokoh kuat seperti Jenderal Ali Abdullah Saleh (73 tahun). Saleh tadinya adalah Presiden Yaman Utara/Republik Arab Yaman (1978-1990). Setelah berhasil mempersatuan Yaman Utara dan Selatan (Republik Demokrasi Rakyat Yaman), ia kemudian didapuk jadi Presiden Republik Yaman -- hasil penyatuan utara dan selatan (1990-2012).
Sebagai orang kuat, semua kekuasaan memusat pada dirinya: politik, militer, dan ekonomi. Pada 2011, sebagaimana penguasa Arab diktator-otoriter lainnya, Saleh juga terkena The Arab Spring alias revolusi rakyat. Pada 2012, ia terpaksa meninggalkan kekuasaan karena tekanan kekuatan rakyat. Ia digantikan wakilnya, Abd Rabbuh Mansur al Hadi.
Sayangnya, al Hadi tidak sekuat Saleh. Para komandan militer dan kepala suku masih banyak yang loyal kepada Saleh. Sejak itulah mulai muncul kelompok-kelompok perlawanan. Yang paling kuat adalah kelompok al Khauthi, al Qaida, lalu Ali Abdullah Saleh dan loyalisnya.
Al Qaidah Yaman mulai muncul bersamaan terjadinya revolusi rakyat pada 2011. Kelompok radikal ini semakin menguat setelah rezim Presiden Saleh ambruk dan digantikan al Hadi. Aiman al Zawahiri, pengganti Usamah bin Ladin, dikabarkan kini berada di Yaman. Al Zawahiri-lah, konon, yang memerintahkan serangan terhadap kantor majalah Charlie Hebdo di Paris beberapa waktu lalu.
Sementara itu, al Khauthi sebenarnya pemain lama di Yaman. Mereka bermarkas di Kota Saada, Yaman Utara. Mereka penganut Syiah Zaidiyah. Pada 2004, mereka mendeklarasikan diri sebagai kelompok perlawanan.Mereka menuntut otonomi yang lebih luas di kawasan Saada. Belakangan tuntutan mereka berkembang, yakni ingin menerapkan sistem pemerintahan Syiah Imamiyah. Namun, mereka hanya menjadi ‘gerakan bawah tanah’ selama rezim Presiden Saleh.
Pada Juli 2014, al Khauthi menjadi berita besar ketika mereka berhasil mengalahkan kelompok-kelompok dan suku-suku yang didukung partai Sunni, al Islah. Mereka terus bergerak ke wilayah tengah dan barat negeri itu. Mereka pun menggalang koalisi dengan mantan presiden Ali Abdullah Saleh yang dulu menjadi musuhnya. Puncaknya terjadi pada September 2014, ketika mereka berhasil menguasai Ibukota Sanaa, menyandera staf kepresidenan, dan menembaki kediaman Presiden al Hadi.
Sejak itu perundingan demi perundingan pun digelar. PBB mengirim utusan khusus ke Yaman, Jamal Benomar, untuk memimpin perundingan pembentukan pemerintahan persatuan.
Namun, selagi perundingan berlangsung, milisi al Khauthi justru terus bergerak. Presiden al Hadi dijadikan tahanan rumah. Al Hadi pun sempat mengundurkan diri sebagai presiden sebelum berhasil menyelamatkan diri dan lari ke Aden. Di kota pelabuhan yang pernah menjadi ibu kota Yaman Selatan itu, ia kemudian mengumumkan menarik dari pengunduran dirinya dan menyatakan dia masih Presiden Yaman.
Pekan lalu milisi al Khauthi pun bergerak ke arah Aden untuk menangkap Presiden Al Hadi. Ketika itulah Al Hadi dan menteri luar negerinya, Riad Yassin, meminta negara-negara Teluk untuk membantu menghadapi milisi al Khauthi yang dianggap sebagai pemberontak.Saudi pun bergerak cepat mebentuk dan memimpin koalisi sepuluh negara. Mereka pun mulai menyerang pangkalan militer serta bandara yang digunakan al Khauthi.
Alasan koalisi adalah membela pemerintahan sah dan menghindarkan perang saudara. Konflik bersaudara yang dikhawatirkan akan menyuburkan keberadaan kelompok-kelompok radikal seperti di Irak, Suriah, dan Libia. Alasan lain, bila al Khauthi -- yang konon didukung Iran – berkuasa di Yaman, maka ditakutkan pengaruh Syiah akan menyebar ke negara-negara lain di Timur Tengah, terutama negara-negara Teluk.
Alasan berikutnya adalah ekonomi. Meskipun Yaman negara miskin, namun posisinya sangat strategis. Ia berhadapan langsung dengan Laut Arab di sebelah selatan, Teluk Aden dan Laut Merah di sebelah barat, Oman di sebelah timur, dan Arab Saudi di sebelah utara. Dengan kata lain, kapal-kapal yang masuk Laut Merah dan ingin melintasi Terusan Suez, harus lewat di depan Teluk Aden.
Itulah sebabnya, begitu koalisi yang dipimpin Saudi menyerang basis-basis al Khauthi di Yaman, harga minyak dunia pun mulai merangkak naik. Rakyat Indonesia pun kena imbasnya. Beberapa hari lalu, pemerintah telah menaikkan harga peremium dan solar.