Senin 13 Oct 2025 14:57 WIB

Guru Berdampak: Pilar Transformasi Pendidikan Nasional

Guru berdampak tak hanya sebagai sumber pengetahuan, tetapi juga sumber nilai.

Guru membantu memakaikan sepatu gratis yang diterima siswa di SD Negeri Sumbermujur 02, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (2/9/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Irfan Sumanjaya
Guru membantu memakaikan sepatu gratis yang diterima siswa di SD Negeri Sumbermujur 02, Lumajang, Jawa Timur, Selasa (2/9/2025).

Oleh : Mohammad Nur Rianto Al Arif, Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah/Sekjen DPP Asosiasi Dosen Indonesia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam hampir setiap diskursus pembangunan nasional, pendidikan selalu ditempatkan sebagai kunci utama kemajuan bangsa. Namun di balik kebijakan, kurikulum, dan berbagai program reformasi yang silih berganti, terdapat satu elemen yang menjadi inti dari seluruh upaya tersebut yaitu guru. Tidak ada sistem pendidikan yang dapat melampaui kualitas gurunya. Guru adalah jantung dari proses belajar, penggerak utama pembentukan karakter, dan penentu arah masa depan bangsa.

Di tengah arus perubahan global, kemajuan teknologi, serta dinamika sosial yang semakin kompleks, peran guru kini menghadapi tantangan yang tidak ringan. Guru bukan hanya dituntut menguasai materi ajar, tetapi juga harus menjadi teladan moral, motivator belajar, fasilitator digital, serta agen transformasi akademik. Di sisi lain, negara dan masyarakat dituntut memastikan kesejahteraan serta peningkatan kapasitas guru secara berkelanjutan.

Konsep “guru berdampak” menjadi relevan dalam konteks ini. Guru berdampak adalah guru yang tidak hanya melaksanakan pembelajaran, tetapi menghadirkan perubahan nyata  baik pada peserta didik, sekolah, maupun ekosistem pendidikan secara luas. Dampak itu tercermin dalam meningkatnya motivasi belajar siswa, berkembangnya kreativitas dan karakter pelajar Pancasila, serta terbentuknya budaya belajar yang adaptif terhadap zaman.

Dalam teori pendidikan klasik maupun modern, dimensi keteladanan selalu menjadi aspek fundamental. Pendidikan merupakan proses sosial yang menanamkan nilai. Sedangkan Ki Hajar Dewantara menegaskan peran guru sebagai sosok yang ing ngarsa sung tuladha — di depan memberi teladan, ing madya mangun karsa — di tengah membangun semangat, dan tut wuri handayani — di belakang memberi dorongan.

Guru berdampak tidak hanya berfungsi sebagai sumber pengetahuan, tetapi juga sumber nilai. Setiap tindakan, cara berpikir, dan keputusan yang diambil guru membentuk persepsi murid tentang apa yang benar, pantas, dan layak diperjuangkan. Keteladanan menjadi inti dari pengaruh guru, karena nilai-nilai tidak dapat hanya diajarkan, tetapi harus diperlihatkan.

Sebagai motivator, guru berdampak juga berperan menumbuhkan semangat dan kepercayaan diri siswa. Psikologi pendidikan menunjukkan bahwa motivasi intrinsik yaitu dorongan belajar yang lahir dari dalam diri siswa sangat dipengaruhi oleh iklim emosional yang dibangun oleh guru. Ketika guru menumbuhkan rasa percaya, menghargai proses, dan memberi ruang untuk gagal dan mencoba, siswa akan memiliki sikap belajar yang positif.

Dengan demikian, keteladanan dan motivasi tidak hanya merupakan fungsi tambahan, melainkan bagian tak terpisahkan dari profesionalitas guru. Di era yang sarat distraksi, peran guru sebagai panutan moral dan emosional justru semakin penting, karena hanya nilai dan makna yang mampu menuntun peserta didik dalam menghadapi kompleksitas dunia modern.

Reformasi pendidikan tidak mungkin berhasil tanpa reformasi guru. Peningkatan kompetensi guru merupakan investasi strategis untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Kompetensi guru meliputi empat dimensi utama sebagaimana diatur dalam Permendiknas No. 16 Tahun 2007, yaitu kompetensi pedagogik, profesional, sosial, dan kepribadian. Namun dalam konteks abad ke-21, dimensi tersebut perlu diperluas menjadi kompetensi adaptif dan reflektif yaitu kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan dan melakukan refleksi atas praktik pembelajaran.

Guru berdampak tidak puas menjadi pengajar rutin, melainkan pembelajar sejati. Ia terus memperbarui pengetahuan, mengikuti perkembangan pedagogi, memahami karakter generasi digital, dan memanfaatkan sumber belajar baru. Inilah bentuk nyata dari pembelajaran sepanjang hayat dalam profesi guru.

Program pemerintah yang telah dijalankan selama ini seperti Guru Penggerak dan Platform Merdeka Mengajar merupakan langkah progresif yang mendukung peningkatan kapasitas guru secara berkelanjutan. Melalui pelatihan daring, refleksi mandiri, dan komunitas praktik, guru didorong untuk menjadi lebih mandiri dalam mengembangkan diri. Namun, efektivitas kebijakan ini tetap bergantung pada kemauan dan budaya belajar di kalangan guru itu sendiri.

Penelitian UNESCO (2023) menunjukkan bahwa negara dengan tingkat pembelajaran siswa tinggi umumnya memiliki sistem pengembangan guru yang kuat dan berkesinambungan. Kondisi ini berarti kompetensi guru bukan hanya tanggung jawab individu, tetapi harus menjadi prioritas sistemik.

Guru berdampak bukan hanya menguasai materi ajar, melainkan mampu mengintegrasikan pengetahuan, nilai, dan konteks sosial ke dalam proses pembelajaran. Kompetensi yang terus diperbarui inilah yang menjadikan guru relevan dengan perubahan zaman.

Transformasi digital telah mengubah lanskap pendidikan global. Pembelajaran tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Sumber belajar tersedia di mana-mana, dan murid kini dapat mengakses informasi tanpa bergantung sepenuhnya pada guru. Namun justru di sinilah letak tantangannya yaitu kelimpahan informasi tidak selalu berarti kebijaksanaan.

Guru berdampak berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa agar mampu menggunakan teknologi secara bijak, kritis, dan produktif. Dalam paradigma baru pendidikan digital, guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, tetapi berfungsi sebagai pengarah, kurator, dan pembimbing proses belajar.

Dalam pendekatan pedagogi modern seperti blended learning dan flipped classroom, peran guru bergeser menjadi perancang pengalaman belajar . Guru menciptakan situasi belajar yang memadukan teknologi dan interaksi manusia, sehingga siswa tidak hanya memahami konsep, tetapi juga mengalami proses belajar yang bermakna.

Keterampilan literasi digital guru menjadi kunci di sini. Literasi digital tidak sekadar kemampuan menggunakan perangkat, tetapi mencakup kemampuan menilai kredibilitas informasi, memanfaatkan data untuk penilaian, serta menjaga etika digital.

Pemerintah melalui program digitalisasi pendidikan akan berdampak optimal,  jika guru benar-benar menginternalisasi teknologi sebagai bagian dari strategi pedagogis, dan bukan sekadar alat bantu administratif. Guru berdampak mampu menjembatani dunia digital dengan nilai kemanusiaan. Guru harus memastikan bahwa kemajuan teknologi tidak menjauhkan pendidikan dari tujuan utamanya yaitu membentuk manusia yang beretika, kritis, dan peduli.

Transformasi pendidikan tidak hanya menyangkut kurikulum dan teknologi, tetapi juga perubahan paradigma akademik. Dalam konteks ini, guru berperan sebagai elemen sentral yang menerjemahkan visi pendidikan nasional ke dalam praktik di ruang kelas.

Kurikulum Merdeka, misalnya, menuntut peran guru sebagai perancang pembelajaran yang berpihak pada murid. Berbagai model pembelajaran terbaru seperti prinsip diferensiasi, asesmen formatif, dan pembelajaran berbasis proyek  hanya dapat berjalan efektif jika guru memahami filosofi dasarnya.

Guru berdampak tidak sekadar melaksanakan kebijakan, tetapi memaknai dan mengontekstualisasikannya. Para guru harus mampu menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan peserta didik dan kondisi sekolah. Di sinilah letak transformasi akademik yang sejati yaitu ketika kebijakan nasional berakar kuat pada praktik pembelajaran yang reflektif.

Selain itu, guru berdampak juga berperan sebagai peneliti dan inovator. Melalui penelitian tindakan kelas, guru dapat mengidentifikasi masalah pembelajaran dan menemukan solusi yang kontekstual. Praktik reflektif semacam ini menjadikan guru bukan sekadar pelaksana kurikulum, melainkan pengembang ilmu dan budaya akademik di sekolah.

Transformasi akademik membutuhkan guru yang memiliki otonomi profesional. Mereka perlu diberikan kepercayaan untuk berinovasi, bereksperimen, dan mengevaluasi pendekatan belajar. Ketika ruang otonomi itu diberikan, maka kualitas pendidikan akan tumbuh secara organik, bukan hanya administratif.

Guru yang berdampak tidak lahir dari sistem yang abai terhadap kesejahteraan. Profesionalisme menuntut stabilitas ekonomi dan sosial. Tanpa kesejahteraan, sulit mengharapkan dedikasi dan kreativitas yang berkelanjutan. Realitas menunjukkan masih terdapat ketimpangan signifikan dalam kesejahteraan guru di Indonesia. Kondisi ini tentu akan berpengaruh langsung terhadap motivasi dan fokus kerja guru.

Pemerintah telah berupaya melalui kebijakan sertifikasi guru, tunjangan profesi, dan pengangkatan guru ASN-PPPK. Namun perbaikan sistem harus terus dilakukan agar tidak hanya berorientasi pada administratif, tetapi benar-benar menyentuh dimensi kesejahteraan yang menyeluruh yang mencakup jaminan kesehatan, pengembangan karier, dan perlindungan hukum.

Dalam kerangka kebijakan pendidikan berdampak, kesejahteraan guru bukan sekadar isu ekonomi, tetapi strategi pembangunan nasional. Guru yang sejahtera akan memiliki ruang mental untuk berinovasi, meneliti, dan mendidik dengan sepenuh hati.

Negara-negara dengan sistem pendidikan maju seperti Finlandia, Korea Selatan, dan Singapura menjadikan kesejahteraan guru sebagai prioritas utama. Guru diperlakukan sebagai profesi terhormat dengan insentif yang layak dan dukungan profesional yang kuat. Indonesia harus bergerak ke arah yang sama, menjadikan profesi guru sebagai cita-cita karier yang bermartabat dan menarik bagi generasi muda.

Perubahan sosial dan teknologi akan terus berlangsung, tetapi pendidikan yang bermakna tetap memerlukan sentuhan manusiawi. Kecerdasan buatan, pembelajaran adaptif, atau sistem evaluasi digital tidak akan menggantikan peran guru dalam membentuk karakter dan kepribadian peserta didik.

Guru berdampak menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan, antara nilai dan inovasi. Mereka tidak hanya menyiapkan peserta didik agar cerdas secara akademik, tetapi juga tangguh, berempati, dan berdaya menghadapi ketidakpastian dunia kerja masa depan.

Di tingkat makro, guru juga menjadi pilar utama dalam pencapaian visi Indonesia Emas 2045. Tanpa guru yang kompeten, sejahtera, dan berdampak, bonus demografi yang kini dimiliki Indonesia bisa berubah menjadi beban demografi. Pendidikan berkualitas yang berpihak pada murid hanya dapat terwujud jika guru memiliki kapasitas dan dukungan memadai.

Maka, masa depan pendidikan Indonesia pada hakikatnya adalah masa depan guru Indonesia. Setiap kebijakan, investasi, dan inovasi pendidikan harus selalu berpijak pada satu pertanyaan mendasar yaitu apakah ini membantu guru menjadi lebih berdampak? Jika jawabannya “ya”, maka pendidikan kita sedang berada di jalur yang benar.

Untuk menjadikan guru sebagai aktor utama transformasi pendidikan, diperlukan paradigma baru dalam memandang profesi guru. Pertama, guru sebagai profesi reflektif dan berbasis dampak. Evaluasi kinerja guru sebaiknya tidak hanya menilai administrasi atau kehadiran, tetapi perubahan nyata pada proses dan hasil belajar siswa.

Kedua, penguatan komunitas profesional guru. Kolaborasi antarguru perlu terus difasilitasi agar praktik baik dapat menyebar dan membentuk ekosistem pembelajaran yang saling menguatkan. Ketiga, penguatan otonomi dan kepercayaan. Guru harus dipandang sebagai profesional yang mampu mengambil keputusan pedagogis sesuai konteksnya. Ketika guru diberi ruang berkreasi, kualitas pembelajaran meningkat secara alami.

Keempat, integrasi kebijakan antara peningkatan kompetensi dan kesejahteraan. Kedua aspek ini tidak dapat dipisahkan. Kompetensi tanpa kesejahteraan akan rapuh, sementara kesejahteraan tanpa peningkatan kompetensi akan stagnan. Dengan paradigma tersebut, guru tidak lagi ditempatkan sebagai pelaksana kebijakan, tetapi sebagai penggerak perubahan yang dihormati secara sosial dan didukung secara ekonomi.

Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia yang berkelanjutan, guru adalah modal sosial paling berharga. Mereka bukan hanya agen penyampai pengetahuan, tetapi pembentuk karakter bangsa. Guru berdampak menandai era baru pendidikan Indonesia yaitu era di mana pembelajaran tidak hanya berorientasi pada hasil ujian, tetapi pada perkembangan manusia seutuhnya. Di tangan guru berdampak, murid tidak hanya pandai, tetapi juga beriman, kreatif, dan berkepribadian luhur.

Untuk itu, negara, masyarakat, dan dunia usaha harus bersinergi memperkuat posisi guru sebagai pilar utama pendidikan nasional. Dukungan kebijakan, peningkatan kapasitas, dan kesejahteraan harus menjadi prioritas bersama. Sebab, di balik setiap kemajuan bangsa, selalu ada guru yang berdampak. Dan selama guru terus diberdayakan, masa depan Indonesia akan selalu memiliki harapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement