
Oleh : Jarman Arroisi*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bagi banyak kalangan mungkin tidak terlalu berlebihan bahwa, perkataan "Gontor" seakan identik dengan ide tentang pendidikan Islam yang dilaksanakan dengan cara modern.
Tidak bisa dipungkiri bahwa, 100 tahun yang lalu, tiga bersaudara, Ahmad Sahal, Zainuddin Fananie dan Imam Zarkasyi, telah mampu menggagas sebuah sistem pendidikan pesantren yang berwawasan sangat maju, bahkan bisa dikatakan revolusioner untuk ukuran saat itu.
Kyai Ahmad Sahal, yang tertua dari Tiga Serangkai Gontor, merintis pelaksanaan pendidikan dan pengajaran keagamaan Islam dengan menggunakan metodik dedaktik modern (rasional, sistematis dan efisien). Juga dirintis tradisi "logo-logo" modernisasi, seperti disediakannya fasilitas olahraga, kepanduan/kepramukaan, berbagai instrumen musik dan pentas seni (show) yang selalu diperlihatkan pada setiap tahun dan setiap peringatan dalam skala besar, dengan sebutan Darussalam All Star Show. Sudah barang tentu selain penggunaan bahasa arab dan bahasa inggris. Sebagai gambaran betapa Gontor telah "melompati zaman".
Bahasa di Gontor sejak awal diajarkan dengan menggunakan metode langsung. Dengan metode tersebut, santri dapat menguasai bahasa dasar dalam tempo sangat singkat.
Modernisasi pesantren di Gontor bukan sesuatu yang datang kemudian. Sejak mulai dibuka (1926) Gontor telah didesain oleh para pendirinya untuk menjadi pesantren modern. Saat ini, sistem pesantren modern model Gontor telah diterima oleh masyarakat luas. Jumlah santri yang mendaftar ke Gontor setiap tahun terus membanjir; alumni-alumni Gontor dapat berkiprah di masyarakat; dukungan masyarakat dari berbagai kalangan terus menguat; dan Pondok Gontor sendiri terus maju dan berkembang.
Pada tahun 2026 ini nanti, dalam usianya ke-100 tahun, tidak kurang dari 20 Pondok Cabang Gontor telah berdiri dan juga tidak kurang dari 1200 pondok alumni Gontor serta beberapa ratusan pondok pesantren yang berafiliasi ke Gontor telah tersebar di seluruh Indonesia bahkan hingga luar negeri.
Tak kalah menariknya tidak kurang dari 35 perguruan tinggi pesantren baik yang masih dalam bentuk Sekolah Tinggi maupun yang sudah menjadi Universitas selalu melakukan konsolidasi untuk mendapatkan sibghoh Gontor. Pondok Modern "Darussalam" Gontor adalah sebuah lembaga pendidikan Islam dengan system pesantren; sebuah sistem pendidikan berasrama dimana kyai sebagai sentral figure dan masjid sebagai titik pusat yang menjiwai.
Pondok Modern "Darussalam" Gontor, yang kemudian sering dikenal dengan Pondok Modern Gontor atau Pondok Gontor memiliki akar sejarah yang cukup panjang dalam konteks perkembangan Islam di pulau Jawa khususnya, dan Indonesia umumnya bahkan di belahan Dunia. Setidaknya sebagai sebuah lembaga pendidikan yang berdiri pada masa penjajahan Gontor memiliki semangat perjuangan yang sangat tinggi. Berjuang menanamkan didikan dan ajaran yang benar dan berjuang untuk lepas dari penjajah dan penjajahan.
Setelah 10 tahun dirintis, tepatnya pada tahun 1936 Gontor melakukan sebuah reformasi besar-besaran. Yaitu diubahnya sistem TA (Terbiyatul Athfal) menjadi sistem Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah (KMI); sebuah sistem pendidikan Islam tingkat menengah yang memadukan antara materi pelajaran eksak dan umum dengan materi pelajaran agama. Sehingga diharapkan agar selama studi di Gontor para santri dapat memiliki konsepsi ilmu pengetahuan yang benar; integralissasi ilmu pengetahuan umum dan agama.