Rabu 10 Sep 2025 12:42 WIB

Israel Menantang Dunia: Serangan Bom ke Qatar Bikin Diplomasi Kacau

Kesepakatan gencatan senjata yang tengah diupayakan pupus, berantakan!

Asap mengepul dari ledakan yang diduga akibat serangan Israel di Doha, Qatar, Selasa, 9 September 2025.
Foto: UGC via AP
Asap mengepul dari ledakan yang diduga akibat serangan Israel di Doha, Qatar, Selasa, 9 September 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sabpri Piliang, Pengamat Timur Tengah

"Neuron" negosiasi Israel-Hamas makin terjal. Kesepakatan gencatan senjata yang tengah diupayakan pupus, berantakan!

Tiga peristiwa simultan: serangan sayap militer Hamas (Izzedin Al Qassam) di Yerusalem (enam Israel tewas),  empat IDF terbunuh di Gaza, dan serangan IAF kepada negosiator Hamas di Doha (Qatar). Peristiwa Senin-Selasa (kemarin) ini, menandai. Lelayu-nya pembebasan sandera Israel yang tengah diupayakan trio negosiator: Mesir, AS, dan Qatar. Frustrasi.

Berdalih "menghabisi" negosiator garis keras Hamas: Khalil Al-Hayya, dan Zaher Jabarin. Israel membom "rumah" dan "garis merah", yang notabene terdapat pangkalan militer AS terbesar di kawasan Teluk (GCC).  Psikopatis.

Kedua sosok senior pascaterbunuhnya: Ismail Haniyeh dan Yahya Sinwar ini. Secara konsisten memperlihatkan sikap keras tanpa kompromi. Israel ingin memutus mata rantai 'barrier' kesepakatan yang menguntungkannya.

Sementara, komandan sayap militer (Izzedin Al Qassam) Izz al-Din al-Haddad. Cenderung menerima proposal terbaru AS. Intelejen Israel menilai, Al-Haddad, lebih pragmatis melihat penderitaan rakyat Gaza. Sehingga bersedia berkompromi untuk beberapa isu.

Ibarat berjalan ke atas gunung, makin tinggi mendaki. Maka jalan yang dilalui semakin curam. Izz al-Din al-Haddad, "The Last  Commander" serangan 7 Oktober 2023, berpikir! Hamas harus mencari jalur yang berbeda, jalur baru. Meski berkelok.

Pengakuan Inggris, Perancis, Kanada, Australia, dalam Sidang Umum PBB (9-23 September). Bagi Al-Haddad, merupakan bentuk kemenangan yang sementara ini, cukup memadai. Isu Palestina terangkat lagi. 

Palestina telah kehilangan patron dan pelindung Mesir (Camp David 1978), lalu kehilangan: Bahrain, UAE, dan Maroko, lewat Abraham Agree (2020), atas Prakarsa Trump. Palestina kesepian. Nyaris, sedikit lagi. Arab Saudi yang tengah diupayakan Donald Trump. Untuk membangun perdamaian Israel-Arab (2023). Berasumsi 'lateral' (di luar kebiasaan). Pikiran liar mengatakan, Hamas sengaja menyerang Israel, untuk menggagalkan kesepakatan itu.

Kehilangan Palestina dari pola "patron-client" Liga Arab (Arab Saudi), untuk menyusul Mesir, lalu negara GCC, menjadikan Israel lebih mudah menyetir. Lewat klausul perdamaian, tekanan Israel pada Mesir, mencegah Palestina beroleh senjata lewat "pintu" Rafah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement