Kamis 28 Aug 2025 09:37 WIB

Uzlah dan Khalwat, Menyepi untuk Mengatasi Kesepian

Ketenangan jiwa berhubungan erat dengan konsep uzlah dan khalwat.

Ilustrasi dzikir untuk meraih ketenangan jiwa.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi dzikir untuk meraih ketenangan jiwa.

Oleh : Ingki Rinaldi*

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kesepian cenderung menjadi permasalahan serius yang dihadapi sebagian orang di saat sekarang. Kesepian dalam konteks mengalami rasa sepi, cenderung berkembang menjadi sejumlah isu kesehatan mental. Secara global, prevalensinya juga tidak bisa disebut kecil.

Estimasi prevalensi kesepian di dunia yang dirilis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan hal tersebut. Dalam laporan ”From Loneliness to Social Connection” yang dipublikasikan pada 30 Juni 2025 perihal prevalensi kesepian global, disebutkan pada 2014 hingga 2023, sekitar 1 dari 6 orang di dunia, atau 16 persen, mengalami kesepian. Adapun prevalensi kesepian di Asia Tenggara adalah 18,3 persen.

Baca Juga

Laporan yang sama menyebutkan bahwa remaja di kelompok usia 13-17 tahun diperkirakan mengalami tingkat kesepian tertinggi dengan persentase 20,9 persen. Kelompok berikutnya yang juga mengalami kesepian relatif tinggu adalah dewasa muda (18-29 tahun) dengan persentase 17,4 persen.

Fenomena senada terjadi di Indonesia. Laporan yang dimuat laman Republika.co.id edisi 12 Desember 2023 menyebutkan bahwa banyak remaja mengalami keterasingan dan kesepian. Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Jaya Widura Imam Mustopo menyebutkan, kasus pada kelompok usia remaja diketahui diketahui yang paling besar dibandingkan seluruh golongan usia yang juga mengalami persoalan sama (Astungkoro, 2023).

Mann et.al. (2022) menyebutkan bahwa kesepian diasosiasikan dengan buruknya kondisi kesehatan, yang di dalamnya termasuk tingkat kematian dini. Terdapat pula hubungan lintas sektoral antara kesepian dengan depresi, kecemasan, psikosis, dan dampak kesehatan mental lainnya. Riset yang berjudul “Loneliness and the onset of new mental health problems in the general population” tersebut menyimpulkan bahwa orang dewasa yang mengalami lebih banyak kesepian dibandingkan populasi umum, seiring waktu berisiko lebih dari dua kali lipat untuk mengalami depresi. Kesepian juga berkaitan dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan. Akan tetapi, riset terkait kesepian dan efek terhadap timbulnya masalah kesehatan lain seperti psikosis masih kurang.

Muhdi dalam Wisanggeni, Widyastuti, & Rejeki (2025) menyebutkan kesepian meningkatkan risiko sejumlah gangguan kesehatan mental, Di antaranya, depresi, kecemasan, menurunnya citra diri, dan gangguan tidur, terutama dari sisi kesehatan mental.

Timbulnya gangguan kesehatan mental, dalam pandangan psikosufistik di era kontemporer, muncul dalam bentuk kecemasan, ketakutan, stres, galau, atau bahkan depresi disebabkan karena adanya kekosongan spiritual (Firdaus, 2021 dalam Azizah, 2024). Kesehatan mental ini, di dalamnya termasuk pula kondisi-kondisi yang meliputi kegelisahan, kebingungan, ketidakpastian emosional.

Andini & Romziana (2025) menyebutkan gelisah, bingung, dan ketidakpastian emosional sudah menjadi masalah umum bagi masyarakat modern. Tantangan hidup yang semakin kompleks jadi pemicunya yang muncul lewat beragam tekanan sosial, ekonomi, maupun psikologis. Perasaan gelisah, bingung, dan tidak pastinya kondisi emosional atau kecemasan dan kegelisahan tersebut, belakangan kerap disebut masyarakat kebanyakan sebagai kegalauan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement