Ahad 24 Aug 2025 14:14 WIB

Tangis Noel di KPK: Dari Hukum Mati Koruptor ke Permintaan Amnesti

Korupsi kali ini justru datang dari orang yang berteriak lantang: Hukum mati koruptor

Tersangka Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel mengenakan rompi tahanan bersama 10 tersangka lainnya saat dihadirkan dalam konferensi pers pengumanan penetapan dan penahanam tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). KPK resmi menetapkan status tersangka dan menahan Wamenaker Noel bersama 10 tersangka lainnya usai terjaring OTT terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam OTT tersebut, KPK juga menyita sejumlah barang bukti yakni 20 kendaraan mewah diantaranya 14 unit mobil dan 6 unit motor.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer atau Noel mengenakan rompi tahanan bersama 10 tersangka lainnya saat dihadirkan dalam konferensi pers pengumanan penetapan dan penahanam tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/8/2025). KPK resmi menetapkan status tersangka dan menahan Wamenaker Noel bersama 10 tersangka lainnya usai terjaring OTT terkait kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Dalam OTT tersebut, KPK juga menyita sejumlah barang bukti yakni 20 kendaraan mewah diantaranya 14 unit mobil dan 6 unit motor.

Oleh : Andi Muhyiddin, Pemimpin Redaksi Republika

REPUBLIKA.CO.ID, Sebelas orang berjalan menunduk. Bergerak dari ruang pemeriksaan KPK di depan puluhan kamera. Blitz berulang kali menyambar, seperti kilat yang tak memberi jeda. Jumat sore, sekitar pukul 15.30, KPK memperlihatkan parade tersangka baru di negeri ini. Di barisan paling depan, Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan, atau akrab dipanggil Noel. Ia melangkah pelan di balik rompi oranye dan tangan diborgol. Air mata Noel jatuh tak terbendung. Sepuluh orang lain jalan mengikuti di belakang, seakan menegaskan korupsi jarang berdiri sendiri: ia selalu datang berombongan. 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Dari Hukum Mati ke Amnesti

Publik punya ingatan panjang. Noel sempat menyoroti kasus korupsi bantuan sosial (bansos) Covid-19 yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Batubara. Ia mendesak para pelaku korupsi dana bansos dihukum mati. “Mereka yang korupsi dana bansos layak dihukum mati,” cuit Noel pada 9 Desember 2020. 

Pernyataan itu kemudian bertolak belakang dengan pernyataan Noel jelang masuk mobil tahanan KPK:

“Semoga saya mendapatkan amnesti dari Presiden Prabowo.” 

Dua kalimat, dua waktu berbeda, namun terhubung satu nama: Noel. Kalimat yang terdengar getir, sekaligus tragis.  

KPK menetapkan Noel sebagai tersangka korupsi pemerasan dalam pengurusan sertifikat Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan. Dari operasi tangkap tangan (OTT), KPK menyita 22 kendaraan di antaranya motor Ducati dan mobil Nissan GT-R.

Ketua KPK Setyo Budiyanto menjelaskan Noel sempat bertanya kepada tersangka lain, Irvian Bobby Mahendro, motor apa yang cocok untuknya. Percakapan itu terjadi sebelum Noel dibelikan motor Ducati oleh Irvian.

"Saat minta motor, IEG (Noel) ngomong ke IBM (Irvan), 'kamu main motor besar ya. Kalau untuk saya cocoknya motor apa?',"

Setelah OTT, beredar di media sosial video pernyataan Noel di program “Bikin Terang” di iNews 13 Juni 2025: 

“Kita kan nggak mau meres dan sebagainya. Kadang-kadang kan ada perusahaan salah, didatengin, cin-cai minta duit. Akhirnya pengusaha-pengusaha muak melihat itu.” kata Noel. 

“Abang udah ada yang nawarin?” tanya pembawa acara. 

“Kalau yang nawarin banyak sebetulnya. Tapi gue nggak mau, gue kan harus menjaga integritas. Mayoritas pengusaha nyaman dengan apa yang saya lakukan karena saya tidak minta duit.” lanjut Noel.

Dari Ojol ke Wakil Menteri 

 

Noel bukan nama baru di dunia media. Alumnus Ilmu Sosial Universitas Satya Negara. Ia sempat jadi ojol—ojol beneran, bukan konten cosplay. Lalu kariernya lompat ke politik: Ketua Jokowi Mania atau JoMan, Komisaris BUMN, Ketua Prabowo Mania 08, dan akhirnya Wakil Menteri Ketenagakerjaan. Selain jalur politik, ia kerap hadir di ruang publik sebagai komentator isu sosial-politik. Pidato-pidatonya di kalangan buruh, mahasiswa, hingga media televisi, memperlihatkan keberanian bersuara—meski kerap menimbulkan pro-kontra.

Sekitar dua pekan lalu, saya sempat menanyakan kontak Noel ke beberapa rekan mantan aktivis untuk melengkapi liputan mendalam Republika: peliknya Gen Z mencari kerja. Keinginan kami mewawancarai Noel sebagai wakil menteri ketenagakerjaan pupus. Pagi itu, saat rapat redaksi akan berakhir, kabar berembus pelan: ada OTT KPK! Nama yang disebut mendadak membuat rapat daring itu senyap. Immanuel Ebenezer, alias Noel, Wakil Menteri Ketenagakerjaan.

Serius?” tanya seorang produser.

"Katanya sih gitu. Tapi kita tunggu konfirmasi KPK,” jawab yang lain. Ketika siang tiba, KPK akhirnya bicara: Benar, Noel terjaring OTT.

Serakahnomics: Retorika atau Realita?

Presiden Prabowo sudah tiga kali memperingatkan: Tak ada ruang bagi orang serakah. Hati-hati dengan serakahnomics.” Ada yang mendukung, ada juga yang menanggapi skeptis. Yang skeptis menganggap ini sebatas retorika. Tapi begitu Noel ditangkap, publik mulai berbisik: mungkin ini serakahnomics trial edition? Edisi pertama hukuman atas keserakahan.  

KPK menduga Noel menerima jatah pemerasan Rp3 miliar, dua bulan usai dilantik. Modusnya, menurut KPK, para pihak yang hendak mengurus penerbitan sertifikat K3 diharuskan membayar lebih mahal dari biaya resmi. Biaya resmi seharusnya cuma Rp275 ribu, namun pihak yang mengurus sertifikasi diperas sehingga harus mengeluarkan biaya Rp6 juta.

Kasus Noel bukan drama politik personal. Publik juga menyorot bagaimana pemerintah bereaksi. Ketika Presiden Prabowo langsung mencopot Noel dari jabatan wakil menteri, publik membacanya sebagai sinyal serius: korupsi tak bisa ditoleransi, bahkan pada pembantu presiden. Di titik ini publik pantas memberi apresiasi. Hukum tak boleh berhenti di pintu kekuasaan. 

Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi Jumat malam menyampaikan pesan presiden,”...selanjutnya kami menyerahkan seluruh proses hukum untuk dijalankan sebagaimana mestinya. Kami berharap ini menjadi pembelajaran bagi kita semuanya, terutama Kabinet Merah Putih dan seluruh pejabat pemerintahan untuk sekali lagi, benar-benar, Bapak Presiden ingin kita semua bekerja keras, berupaya keras di dalam memberantas korupsi.”

Kanker Bernama Korupsi

Penangkapan Wakil Menteri Ketenagakerjaan dan 10 orang lainnya oleh KPK, pada akhirnya mengajarkan publik: korupsi di negeri ini bukan hanya penyakit, melainkan satir yang terus berulang.

Mantan Sekjen PBB Kofi Annan pernah bilang:

Korupsi adalah penyakit, kanker yang merusak masyarakat. Tidak ada negara yang bisa berkembang jika tubuhnya digerogoti kanker ini.”

Bedanya, kanker biasanya datang diam-diam. Namun korupsi kali ini mungkin justru datang dari orang yang berteriak lantang: hukum mati koruptor! — sebelum akhirnya tumbang di balik jeruji besi.

Sebagai jurnalis, saya tentu memegang asas praduga tak bersalah. Kasus ini masih dalam proses hukum. Noel tentu punya pembelaan. Pengadilan yang berhak memutuskan bersalah atau tidak. Bukan media, bukan pula warung kopi.

Tulisan ini sekadar catatan satir atas ironi publik: bagaimana seorang aktivis reformasi bisa berubah menjadi headline OTT.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement