
Oleh : Ali Mocthar Ngabalin*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saya mengenal Dato Seri Anwar Ibrahim bukan setelah beliau menjadi Perdana Menteri Malaysia. Sejak masa aktif di Pelajar Islam Indonesia (PII) dan mengikuti berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), kami sering berinteraksi dengan teman-teman mahasiswa Malaysia. Jembatan pertemuan itu bernama Persatuan Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT), organisasi yang menyatukan visi mahasiswa Islam di kawasan ini.
PEPIAT didirikan oleh para cendekiawan muslim seperti Nurcholish Madjid dan Dato Seri Anwar Ibrahim diusia sangat muda bersama kawan-kawan mereka pada era 1970-an, PEPIAT terinspirasi oleh sejumlah gagasan dari sosok yang para seperti Yoesdi Ghosali, Anton Timur Djailani, adalah pendiri Pelajar Islam Indonesia (PII) dan sejumlah tokoh pergerakan Islam di tanah air. Dari merekalah, saya dan sahabat-sahabat segenerasi kami belajar bahwa gerakan mahasiswa dan pelajar Islam adalah kelanjutan dari dakwah intelektual yang membumi.
Nama Buya Dr. Mohammad Natsir selalu hadir dalam diskusi-diskusi itu. Sebagai bekas Perdana Menteri dan Ketua Partai Masyumi di zaman orde lama, di dunia internasional Buya Natsir juga pernah menjadi Wakil Presiden Rabithah Alam Islami, dan pendiri Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Natsir adalah sosok guru politik pergerakan Islam yang menjadi referensi lintas generasi.
Pemikirannya tentang dakwah sebagai kerja peradaban bukan sekadar menginspirasi Nurcholish Madjid di Indonesia, tetapi juga Dato Seri Dr. Anwar Ibrahim di Malaysia. Tak heran, setiap kali Anwar berkunjung ke Indonesia, hampir pasti ia menyempatkan diri menemui Buya Mohammad Natsir dan tokoh-tokoh pergerakan Islam tanah air lainnya.
Bagi kami yang muda saat itu, bertemu Anwar Ibrahim adalah kebanggaan tersendiri. Saya masih ingat saat berkunjung ke Malaysia bersama Prof. Yusril Ihza Mahendra, kami berjumpa beliau ketika masih menjadi pemimpin oposisi di parlemen Malaysia. Dari PEPIAT pula, lahir banyak agenda bersama antara mahasiswa dan pelajar Islam Indonesia–Malaysia, menguatkan persaudaraan yang melampaui batas negara.
Hubungan personal ini berlanjut hingga hari ini. Saya berjumpa dengan Anwar dalam suasana penuh akrab. Percakapan kami tak pernah hanya tentang politik, tetapi tentang masa depan umat dan bangsa serumpun. Indonesia dan Malaysia, Malaysia dan Indonesia.
Karena itu, ketika beliau menduduki kursi Perdana Menteri ke-10 Malaysia pada November 2022, euforia yang muncul bukan hanya dirasakan rakyat Malaysia, tetapi juga masyarakat Indonesia yang sejak lama menyaksikan kedekatan ini. Islam dan Melayu menjadi perekat emosional dua bangsa serumpun yang kian relevan di tengah dinamika Asia Tenggara.