
Oleh : Anita Apriliawati, Mahasiswa Program Doktoral Keperawatan Universitas Padjadjaran Bandung dan Dosen Departemen Keperawatan Anak Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Jakarta.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2500 gram. Kondisi ini sering dikaitkan dengan berbagai komplikasi kesehatan, seperti gangguan pernapasan, hipotermia, hipoglikemia, dan risiko infeksi yang lebih tinggi. Di rumah sakit, bayi dirawat di ruang rawat intensif dengan membutuhkan peralatan termasuk incubator. Oleh karena itu, bayi BBLR memerlukan perawatan khusus, baik selama hospitalisasi maupun setelah dipulangkan ke rumah. Salah satu faktor kunci dalam keberhasilan perawatan bayi BBLR pasca hospitalisasi adalah kemandirian keluarga dalam memberikan perawatan yang tepat.
BBLR merupakan masalah kesehatan global yang juga menjadi perhatian serius di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Indonesia, angka kejadian BBLR masih cukup tinggi, dengan prevalensi sekitar 6,2 persen dari total kelahiran hidup. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap tingginya angka BBLR meliputi status gizi ibu hamil yang kurang, komplikasi kehamilan, infeksi selama kehamilan, persalinan prematur, serta faktor sosial-ekonomi yang membatasi akses terhadap layanan kesehatan yang memadai.
Sebagai bagian dari komitmen global untuk menurunkan angka kematian neonatal dan meningkatkan kesehatan ibu dan anak, Indonesia menetapkan target penurunan angka kejadian BBLR dalam berbagai kebijakan kesehatan nasional. Salah satu target yang ingin dicapai adalah penurunan angka kejadian BBLR di bawah 5 persen melalui peningkatan layanan kesehatan ibu hamil, promosi gizi, serta penguatan program perawatan bayi baru lahir. Program ini sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs) yang menargetkan pengurangan angka kematian neonatal dan peningkatan kualitas kesehatan ibu dan anak.
Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan berbagai strategi sebagai upaya strategis menurunkan angka BBLR yang meliputi peningkatan kesehatan ibu hamil, promosi persalinan aman, perbaikan gizi masyarakat, penguatan layanan neonatal dan kampanye edukasi dan penyuluhan. Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu Hamil meliputi Penyediaan layanan antenatal yang berkualitas, termasuk pemantauan gizi ibu hamil, suplementasi zat besi dan asam folat, serta edukasi kesehatan reproduksi. Promosi Persalinan Aman dilaksanakan dengan mendorong persalinan di fasilitas kesehatan dengan tenaga medis terlatih guna mengurangi risiko komplikasi yang dapat menyebabkan BBLR. Perbaikan Gizi Masyarakat melalui program intervensi gizi bagi ibu hamil dan balita, seperti program pemberian makanan tambahan (PMT) dan fortifikasi pangan. Penguatan Layanan Neonatal dilakukan dengan penyediaan layanan perawatan intensif neonatal di rumah sakit serta penguatan edukasi bagi keluarga tentang perawatan bayi BBLR. Sedangkan Kampanye Edukasi dan Penyuluhan dilaksanakan melalui sosialisasi pentingnya perawatan ibu hamil dan bayi baru lahir melalui berbagai media, termasuk kampanye kesehatan di masyarakat.
Perawatan bayi BBLR tidak berakhir setelah hospitalisasi. Sebaliknya, masa transisi dari rumah sakit ke rumah merupakan fase kritis yang membutuhkan kesiapan dan kemandirian keluarga dalam memberikan perawatan optimal. Beberapa aspek penting dalam perawatan bayi BBLR di rumah antara lain: menjaga suhu tubuh bayi, pemberian ASI yang optimal, memantau tanda bahaya, stimulasi tumbuh kembang dan kepatuhan terhadap jadwal kontrol. Menjaga Suhu Tubuh Bayi sangat penting karena bayi rentan terhadap hipotermia sehingga penting untuk memastikan suhu lingkungan yang hangat. Ibu dan keluarga dapat penggunaan metode kangaroo mother care (KMC) untuk menjaga suhu tubuh bayi. KMC dapat diajarkan kepada ibu bayi sejak bayi masih dirawat dirumah sakit. ASI eksklusif sangat penting untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan mendukung pertumbuhan bayi BBLR. Keluarga perlu diberikan edukasi mengenai teknik menyusui yang benar serta manfaat ASI bagi bayi.
Orang tua harus diberikan pemahaman mengenai tanda-tanda bahaya pada bayi BBLR, seperti kesulitan bernapas, penurunan berat badan, atau tanda-tanda infeksi, sehingga mereka dapat segera mencari bantuan medis jika diperlukan. Bayi BBLR memiliki risiko keterlambatan perkembangan sehingga penting bagi keluarga untuk memberikan stimulasi yang sesuai guna mendukung perkembangan motorik dan sensoriknya. Bayi BBLR perlu mendapatkan pemantauan kesehatan secara berkala. Oleh karena itu, keluarga harus memahami pentingnya kunjungan ke fasilitas kesehatan untuk memastikan kondisi bayi tetap terpantau dengan baik.
Meskipun keluarga memiliki peran utama dalam perawatan bayi BBLR, terdapat berbagai kendala yang sering dihadapi, antara lain: Kurangnya Pengetahuan dan Keterampilan, Akses Terbatas ke Layanan Kesehatan, Faktor Ekonomi, Kurangnya Dukungan Sosial dan Beban Psikologis dan Stres. Banyak keluarga yang belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai perawatan bayi BBLR, termasuk cara menjaga suhu tubuh bayi, memberikan ASI eksklusif, dan mengenali tanda bahaya. Keterbatasan fasilitas kesehatan, terutama di daerah terpencil, dapat menjadi hambatan bagi keluarga dalam mendapatkan pemeriksaan rutin dan konsultasi medis. Keluarga dengan kondisi ekonomi rendah mungkin kesulitan menyediakan kebutuhan gizi yang optimal bagi ibu menyusui serta perawatan bayi yang memadai. Beberapa keluarga, terutama yang tinggal di lingkungan dengan minim dukungan sosial, mungkin menghadapi kesulitan emosional dan psikologis dalam merawat bayi BBLR. Merawat bayi BBLR dapat menjadi beban emosional bagi orang tua, terutama jika mereka mengalami kecemasan berlebihan atau kurangnya dukungan dari lingkungan sekitar.
Perawat memiliki peran strategis dalam membimbing dan meningkatkan kemandirian keluarga dalam merawat bayi BBLR. Perawat dapat memberikan edukasi kepada keluarga mengenai cara merawat bayi BBLR, termasuk teknik KMC, pemberian ASI, serta tanda-tanda bahaya yang perlu diwaspadai. Perawat juga dapat mendampingi keluarga selama masa transisi dari rumah sakit ke rumah, memberikan dukungan psikologis, serta membantu mereka dalam mengatasi rasa cemas dan ketakutan dalam merawat bayi BBLR. Program kunjungan rumah oleh perawat dapat membantu keluarga dalam memastikan bayi mendapatkan perawatan yang tepat di rumah. Selain itu, pemanfaatan telekonsultasi juga dapat menjadi solusi untuk memberikan bimbingan jarak jauh bagi keluarga yang membutuhkan konsultasi segera. Perawat dapat berperan sebagai penghubung antara keluarga dan tenaga kesehatan lainnya, seperti dokter anak atau ahli gizi, guna memastikan bayi mendapatkan perawatan yang komprehensif. Perawat perlu membangun kemandirian keluarga dengan melibatkan mereka dalam setiap aspek perawatan bayi BBLR, sehingga mereka dapat memiliki kepercayaan diri dalam merawat bayinya dengan baik.
Kemandirian keluarga dalam merawat bayi BBLR pasca hospitalisasi merupakan faktor kunci dalam memastikan bayi tumbuh dan berkembang secara optimal. Peran perawat sangat penting dalam meningkatkan kemandirian keluarga melalui edukasi, pendampingan, serta dukungan psikososial. Dengan sinergi antara keluarga, tenaga kesehatan, dan pemerintah, diharapkan perawatan bayi BBLR dapat dilakukan dengan lebih optimal, sehingga angka kesakitan dan kematian bayi akibat BBLR dapat terus ditekan.