Senin 10 Feb 2025 17:14 WIB

Makan Bergizi Gratis dan Peluang Pemberdayaan Masyarakat Desa

Program berpotensi meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis (MBG) di dapur Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Cipulir, Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Foto: ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas menyiapkan paket makanan bergizi gratis (MBG) di dapur Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal), Cipulir, Jakarta, Selasa (14/1/2025).

Oleh : Eka Jati Rahayu Firmansyah, Deputi Direktur Inklusi Keuangan Syariah KNEKS

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wilayah desa memiliki akses terhadap sumber bahan baku untuk Makan Bergizi Gratis (MBG). Sektor pertanian dan perikanan tersedia melimpah di perdesaan. Namun hal tersebut berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat desa. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kemiskinan 2024 di perdesaan sebesar 11,79 persen lebih tinggi dibanding perkotaan yang sebesar 7,09 persen. Peningkatan kesejahteraan masyarakat desa bisa dicapai dengan mengikut sertakan mereka pada mata rantai bahan baku MBG.

Pelibatan masyarakat desa perlu disertai pemberdayaan supaya berkelanjutan. Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan pemberdayaan masyarakat desa bertujuan untuk mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan. Pemberdayaan dapat dilakukan dalam berbagai cara seperti peningkatan pengetahuan, keterampilan, perilaku, hingga kemampuan. Pemerintah dapat mendukung pemberdayaan melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang memanfaatkan sumber daya yang tersedia di desa.

Bahan Baku

Bahan baku utama untuk mendukung program MBG dihasilkan sektor pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan. Kebutuhan lahan yang luas bisa dipenuhi oleh wilayah perdesaan. Warga Desa yang terbiasa dengan profesi petani, peternak dan nelayan dapat terlibat pada ekosistem produksi bahan pangan berkualitas tinggi. Salah satu permasalahan ekosistem produksi pangan berbasis desa adalah fluktuasi harga dan penjualan. Program MBG menjadi solusi karena akan menyerap produksi bahan pangan dengan kepastian pembelian dan pembayarannya.

Proses Produksi dan Distribusi

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bisa dilibatkan sebagai pembeli bahan baku maupun unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Bahan baku yang dihasilkan oleh masyarakat dibeli dengan harga pantas oleh BUMDes. Hal ini berdampak pada kepastian harga dan waktu pembayaran kepada masyarakat. Selain itu, pembelian bahan baku dari wilayah desa akan berdampak pada efisiensi dan kestabilan harga pangan. Sehingga aspek distribusi dan tenaga kerja di desa akan lebih efisien.

Penunjukan BUMDes sebagai SPPG akan meningkatkan nilai tambah. Bahan baku yang sudah dibeli langsung diolah untuk memenuhi program MBG. Limbah proses produksi MBG di SPPG diolah dan akan kembali ke sektor pertanian, perikanan dan peternakan dalam bentuk pakan maupun pupuk. Nilai tambah lain yang dapat dioptimalkan adalah aspek halal. Proses produksi akan disertifikasi untuk memastikan telah memenuhi standar halal. Hal ini akan memberi kepastian dan keyakinan kepada penerima manfaat bahwa produk yang dikeluarkan memiliki mutu tinggi dan terjamin kehalalannya.

Sasaran MBG terdiri dari anak Indonesia, ibu hamil dan menyusui. Proses distribusi menjadi efektif karena BUMDes sebagai SPPG bisa menjangkau beberapa sasaran disekitarnya. Distribusi dilakukan dengan berkolaborasi bersama perangkat di desa seperti Posyandu, PKK dan lainnya. Selain efektif dan efisien, metode penyaluran ini memiliki akurasi tinggi karena petugas distribusi sangat mengenal wilayah dan penerima program MBG.

Keseluruhan proses produksi sampai distribusi dilakukan dengan melibatkan masyarakat desa. Konsep ini akan mendorong peningkatan pendapatan masyarakat desa secara berkelanjutan.

Dukungan Keuangan Syariah

Seluruh proses yang telah disebutkan diatas tentu memerlukan dukungan pendanaan. Dana tersebut diperuntukan bagi pembiayaan investasi maupun modal kerja. Pembiayaan investasi diperuntukan guna pengadaan lahan, bangunan, kendaraan, mesin, dan peralatan. Sedangkan modal kerja digunakan untuk mendukung pengadaan bahan baku maupun operasional usaha. Dukungan keuangan sangat penting untuk menjamin keberlangsungan usaha suatu entitas bisnis.

Keuangan syariah tidak hanya berbicara terkait keuangan komersial semata seperti perbankan, pasar modal, koperasi dan lainnya. Namun keuangan syariah juga memiliki skema sosial seperti zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Penggunaan salah satu atau bauran keduanya (blended financing) memungkinkan untuk membiayai berbagai skema bisnis sesuai ketentuan masing-masing skema. Sebagai contoh dana komersial seperti KUR syariah bisa mendukung bisnis masyarakat yang memasok bahan pangan. Sedangkan dana sosial seperti zakat bisa disalurkan untuk pelatihan kewirausahaan mustahik. Selain itu dana zakat juga bisa disalurkan guna pendidikan profesi mustahik sehingga dapat terlibat dalam program MBG. sedangkan untuk blended financing dimungkinkan pemanfaatan dana hasil pengembangan Cash Waqf Linked Deposit (CWLD) sebagai pendukung modal kerja bagi penerima wakaf yang belum bisa dilayani oleh lembaga keuangan formal seperti perbankan (unbankable).

Skema keuangan syariah yang komprehensif memberikan dukungan yang signifikan untuk keberlangsungan skema MBG berbasis masyarakat perdesaan.

Peran KNEKS

Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) merupakan lembaga negara yang bertugas mempercepat, memperluas, dan memajukan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka memperkuat ketahanan ekonomi nasional. KNEKS dapat berperan dalam melakukan kajian mendalam dan berkoordinasi bersama berbagai pihak untuk mensukseskan program MBG berbasis desa.

Pelibatan masyarakat perdesaan akan berdampak pada penurunan ketimpangan, pengangguran, dan kesenjangan. Hal ini bermuara pada penurunan angka kemiskinan. Selain itu inisiasi ini akan membantu memastikan program ini berdampak pada masyarakat luas sesuai dengan niat awalnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement