REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: M Soleh, S.Psi, MM, CRGP, Managing Director AIDA Consultant, Penulis buku Risk Culture
Semenjak keluarnya ketentuan terbaru dari Kementerian BUMN, yaitu Permen BUMN No.PER-02 tahun 2023, ini semakin menegaskan pentingnya penyatuan perencanaan manajemen risiko dengan RKAP BUMN. Jadi bukan hanya sekadar penyelarasan ataupun penyusunan rencana anggaran dengan prinsip risk based budgeting, melainkan lebih kompleks, lengkap serta harus terintegrasi.
Sesuai dengan pasal 70 permen BUMN tersebut, untuk melaksanakannya, direksi dan komisaris BUMN harus menyusun dan menyempurnakan semua pedoman internal, struktur organisasi serta tugas pokok dan fungsinya unit kerja manajemen risiko yang sesuai dengan konteks dan karakteristik khas BUMN terkait. Dari pengalaman saya membantu beberapa BUMN, baik sebagai konsultan, trainer hingga juri Risk Management Awarding, untuk penerapan Integrated Risk Management itu perlu penyempurnaan kebijakan direksi (termasuk Piagam Direksi), kebijakan dewan komisaris (termasuk piagam dewan komisaris), pedoman umum manajemen risiko, petunjuk teknis/SOP yang komprehensif untuk semua lini (termasuk anak usaha) bahkan hingga taksonomi risikonya yang harus berbasis risk breakdown structure yang komprehensif.
Belum lagi, di sisi unit lain ada penyelarasan pada kebijakan/piagam audit internal dan pengelolaan risk management information system yang biasanya melibatkan unit kerja IT. Di samping itu, untuk memastikan terjadinya penyelarasan hubungan kerja, komunikasi dan hal lainnya yang terkait antara BOD-BOC di holding dan BOD-BOC anak usaha juga harus tertuang dalam board manual.
Setelah dokumen tersebut diselaraskan, maka peraturan pelaksanaan perusahaan lainnya juga otomatis disesuaikan. Semisal, perencanaan manajemen risiko yang menjadi satu kesatuan dengan RKAP haruslah paling sedikit memuat: sasaran strategis; strategi risiko; profil risiko; peta risiko: target perhitungan risiko inheren dan risiko residual yang disusun dalam format laporan triwulanan dan tahunan (saya lebih menyarankan juga ada format laporan bulanan, agar monitoring & review-nya intensif dan terkendali); serta rencana pelaksanaan perlakuan risiko dan anggaran biaya (RKAP) yang dilengkapi KRI (key risk indicator).
Nah, yang menarik dan powerfulnya adalah Kementerian BUMN yang dipimpin Erick Thohir ini juga menetapkan batas waktu yang ketat kepada para direksi BUMN untuk menyelesaikan itu semua dalam satu tahun sejak Permen BUMN tersebut dikeluarkan. Bila merujuk pada buku penulis yang berjudul Risk Culture: Creating & Protecting Value by Nurturing Risk Culture yang diterbitkan tahun 2020 lalu, bahwa setelah semua sistem tersebut tersusun maka yang paling penting adalah pelaksanaan yang didukung oleh budaya sadar risiko (risk culture) yang sudah mendarah daging di setiap pegawai BUMN.
Kesadaran inilah yang selanjutkan akan membentuk sikap peduli terhadap risiko; kebiasaan untuk selalu mempertimbangkan kemunculan risiko; dan akhirnya menumbuhkan budaya sadar risiko (risk culture). Risk culture yang dikelola dengan baik akan memberikan dampak yang baik pula untuk perusahaan/organisasi, yaitu meningkatkan nilai (profit) dan menekan kerugian (loss). Di samping itu, menurut penulis, risk culture juga bisa menjadi salah satu solusi dari perspektif strategi budaya untuk mengatasi situasi-situasi yang bercirikan VUCA (Volatile, Uncertainty, Complex, Ambigous), bahkan menurut saya, sekarang kita sudah meningkat ke dalam kondisi TUNA (Turbulance, Uncertainty, Novel, Ambigous).
Risk culture dengan manajemen risiko terintegrasi akan membuat setiap orang untuk selalu mengumpulkan data dan informasi sehingga mampu membuat prediksi atau harapan masa depan yang bermanfaat dalam menghadapi situasi bercirikan VUCA & TUNA tersebut, sehingga RKAP yang tersusun pun menjadi lebih preventif, akurat & serta efektif menyelesaikan akar penyebab masalah.
Semoga tujuan kementerian BUMN dengan mengeluarkan permen tersebut akan mendorong terwujudnya BUMN yang mampu mengidentifikasi proses strategis yang memiliki potensi risiko yang besar sehingga risiko positif yang menjadi peluang dapat didayagunakan dan risiko negatif yang merugikan dapat dilakukan mitigasi dini; mampu mengidentifikasi fungsi antarlintas yang ada di dalam perusahaan sehingga perusahaan mampu memetakan fungsi dan peran serta anggaran yang sistematis dan optimal; dan RKAP perusahaan yang disusun menjadi lebih pedoman yang akurat, praktis dan efektif menangani risiko-risiko yang akan terjadi.