HAKIM RATIH L; Mahasiswa Pascasarjana Teknologi Pendidikan UMJ
DIRGANTARA WICAKSONO; Dosen UMJ
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah sebuah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17. 000 pulau. Dengan wilayah yang sangat luas dan bentang alam yang beragam, negeri ini menghadapi beragam kesulitan untuk melakukan pemerataan pendidikan. Padahal pendidikan merupakan salah satu kunci utama untuk meningkatkan sumber daya manusia yang berkompeten dan berkualifikasi tinggi untuk membangun dan memajukan suatu daerah.
Terlebih lagi setelah dihantam deburan Pandemi Covid-19, banyak siswa mengalami learning loss, sehingga pendidikan mereka tertinggal. Banyak proses transfer ilmu dan pembentukan karakter yang terlewatkan. Untuk menghadapi situasi ini, Menteri pendidikan Indonesia Nadiem A Makarim pada mulanya menawarkan kurikulum darurat untuk diterapkan di sekolah yang mau menerima dan menjalankan kurikulum alternatif tersebut.
Pada hakikatnya kurikulum darurat yang ditawarkan saat itu merupakan fase transisi antara kurikulum 13 menuju kurikulum merdeka. Isinya merupakan penyederhanaan kurikulum 13 dengan hanya mengambil esensi materi pelajaran. Sebanyak 31,5% sekolah di Indonesia yang menerapkan kurikulum darurat dilaporkan mengalami learning loss lebih sedikit dibandingkan dengan sekolah lain yang tidak mengambil kesempatan tersebut.
Data 31,5% yang ada pada Kemendikbud kurang lebih menggambarkan betapa masih kurang siapnya sekolah-sekolah di Indonesia untuk menghadapi perubahan yang sedang terjadi di dunia global saat ini. Meski tahun ini kurikulum merdeka sudah disahkan oleh Kemendikbud dan direalisasikan di banyak sekolah, pada kenyataannya para guru yang bergulat dengan sistem baru tidaklan mudah beradaptasi dengan kurikulum merdeka. Mulai dari pelatihan, sosialisasi kurikulum, materi ajar yang berubah, hingga menghadapi murid di kelas dengan banyak tuntutan khusus sangatlah menguras tenaga, emosi dan waktu. Maka dari itu, pemerintah masih belum mewajibkan seluruh sekolah menggunakan kurikulum merdeka dan masih membolehkan sekolah yang belum siap menggunakan kurikulum 13.
Sesungguhnya kurikulum merdeka ini bukanlah hal baru di Indonesia. Tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantara sesungguhnya sudah memikirkan sistem pendidikan yang sesuai dan cocok untuk bangsa ini. Dengan latar belakang pemikirannya yang panjang dan matang, membakukan Amongsysteem atau sistem among merupakan dasar dari pemikiran merdeka belajar yang saat ini kita jalani. Amongsysteem ialah menyokong kodrat alami para peserta didik, agar dapat mengembangkan hidupnya lahir dan batin menurut kodratnya masing-masing.
Merdeka belajar memiliki cara kerja yang sama dengan memberikan kebebasan bagi para peserta didik untuk memilih sendiri pelajaran apa saja yang akan mereka ambil dalam rangka menjejaki peta pendidikan yang akan mengantarkan mereka pada tujuan pendidikan yang mereka pilih.
Kurikulum merdeka adalah metode pembelajaran yang mengacu pada pendekatan bakat dan minat juga pembelajaran yang berpusat pada siswa. Para pelajar dapat memilih pelajaran apa saja yang ingin dipelajari sesuai passion yang dimilikinya. Dengan menentukan sendiri ingin belajar apa dan menentukan tujuan sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya sendiri, diharapkan para peserta didik dapat menjalani masa belajar dengan tulus rela dan sungguh-sungguh.
Tidak hanya pada sekolah formal, kurikulum merdeka juga bisa diterapkan pada jenis pendidikan non formal. Di era globalisasi yang semakin pesat, masih banyak anak usia sekolah yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya dikarenakan beberapa hal. Salah satunya adalah lokasi sekolah yang sangat jauh serta sulitnya sarana menuju ke sekolah. Belum lagi kondisi perekonomian keluarga pra-sejahtera yang lebih mementingkan anaknya membantu orang tuanya mencari nafkah dibandingkan belajar di sekolah.
Untuk itu cara belajar alternatif dibutuhkan agar pendidikan berkualitas bisa mencakup ke seluruh lapisan masyarakat hingga pelosok daerah. Dengan memadukan kurikulum merdeka dan distance learning, niscaya ilmu dan pencapaian pengetahuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah di setiap jenjang pendidikan dapat terlaksana meski peserta didik tidak hadir langsung di sekolah.
Distance learning akrab kita kenal dengan PJJ atau pembelajaran jarak jauh yang selama ini kita laksanakan selama menghadapi masa pandemi kemarin. Sejauh ini, PJJ yang kita laksanakan lebih cenderung menggunakan fasilitas yang membutuhkan daya internet dan perangkat elektronik yang memadai. Pada kenyataannya, fasilitas tersebut masih tergolong mewah dan sulit diakses pada daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) serta menemui banyak kendala karena infrastruktur daerah yang pembangunannya belum merata.
Salah satu solusi yang dapat kita lakukan adalah dengan menyiapkan modul pembelajaran sesuai dengan standar materi yang telah dicanangkan oleh Kementrian Pendidikan. Modul tersebut sebisa mungkin didistribusikan pada peserta didik yang berhak menerimanya setelah dilakukan pendataan oleh dinas pendidikan setempat. Harapannya dengan modul pembelajaran ini, siswa yang tidak dapat hadir ke sekolah setiap hari tetap dapat belajar mandiri dan bisa memenuhi standar penilaian baik dengan mengikuti ujian langsung ke sekolah atau mengikuti ujian kesetaraan sekolah paket A, B juga C.
Pendidikan di Indonesia bukan hanya tanggung jawab kementrian dan pemerintahan, namun tanggung jawab kita semua. Untuk menyamaratakan hak dan kualitas pendidikan ke seluruh pelosok Indonesia, kita tidak bisa mengandalkan pergerakan pemerintah semata karena birokrasi dan politik sangat membatasi perkembangan pendidikan di luar daerah perkotaan di Indonesia. Kita bisa mewujudkan pendidikan yang berkualitas melalui organisasi mandiri semisal “Backpacker Teaching”.
Backpacker Teaching adalah sebuah organisasi yang bergerak di bidang pendidikan dan sosial yang didirikan oleh Dr. Dirgantara Wicaksono dan berfokus pada daerah 3T. Secara rutin, organisasi ini mengirimkan para mahasiswa relawan ke daerah pelosok untuk membantu sekolah di tempat terpencil meningkatkan kualitas pembelajarannya.
Pada masa kurikulum merdeka saat ini akan membuka kesempatan yang lebih luas lagi untuk memeratakan kualitas pendidikan di daerah terpencil menggunakan distance learning. Ketika team relawan datang ke daerah tujuan, bukan hanya membawa modul ajar tetapi juga membawa beberapa fasilitas penunjang yang akan menjadi inventaris sekolah tersebut. Misalnya saja laptop dan proyektor untuk menayangkan modul pembelajaran yang sudah di rekam.
Tentu saja kegiatan ini memerlukan budget yang tidak sedikit. Maka dari itu sebenarnya ini adalah kesempatan yang bagus bagi para pengusaha atau perusahaan besar untuk ikut serta berkontribusi dalam meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia dengan cara memberikan sponsorship untuk mendanai kegiatan bakti sosial ini. Dengan begitu, seluruh stakeholder yang meliputi semua komponen masyarakat saling bahu membahu membangun negri ini melalui pendidikan.