REPUBLIKA.CO.ID, Ridwan Saidi, Budayawan dan Sejarawan Betawi.
Gambar Ka'bah yang jadi lambang PPP ini dianggap jadi baing keladi PPP dalam pemilu 1977. Kala itu PPP mampu meraih 99 kursi dari 360 kursi yg diperebutkan.
Jelang pemilu 1982 PPP diminta ganti tanda gambar. DPP PPP tugaskan Nuddin Lubis untuk menemui pejabat terkait Depdagri.
Nuddin Lubis usia 70 tahun, tapi cekatan dlm berdebat. Sebagai Ketua Fraksi ia amat disiplin. Saya sering dapat tugas jadi tim kecil pembahasan RUU. Sidang kami diikuti empat orang utusan, masing-masing fraksi sattu orang plus Ketua Pansus ditambah 2-3 orang staf sekretariat. Tempat di DPR Senayan. Klo malam sidang bisa sampai pukul 23.00. Tapi saya tak langsung pulang karena harus lapor Nuddin Lubis di fraksi. Nuddin menunggu.
Kami lazim tinggalkan gedung yang sunyi itu di tengah malam usai bicara dan diskusi.
Terkait urusan lambang PPP yang harus diganti, Nuddin ke kantor Depdagri urus perkara soal.
Pejabat: "Pesan pak Mendagri kepada PPP supaya ganti lambang".
Nuddin: "Alasannya"?
P: "Ka'bah suci toch pak, masa' gambarnya di tusuk-tusuk, iya tokh? Wui hi hi hi." Pejabat ketawa merasa menang.
N: "Kau tahu di Kantor pos? Gambar Presiden Suharto di prangko di ketok-ketok dengan stempel, macam mana kau?
Pejabat terdiam kaku. Ia keluar ruang. Pak Nuddin nunggu. Kiat dalam dialog seperti di atas oleh Pak Nuddin disebut gaya gurindam Barus. Pak Nuddin memang orang Barus
Sekitar 15 menit pejabat kembali. Dia kembali sembari berkata:
Pejabat: Pak Nuddin, Pak Mentri tak keberatan dengan lambang Ka'bah.
Era saya ber-PPP berakhir 1987. Kegiatanku banyak melakukan riset. Kemudian 1998 datang reformasi yang salah satu cirinya perpecahan partai-partai. Di masing-masing partai ada partai tandingan ada partai putusan muktamar.
Tahu-tahu aku dapat telpon yang memberi kabar Pak Nuddin dalam keadaan sakit di rumahnya. Aku bergegas ke rumah Pak Nuddin di Tomang.
"Masuk Oom", kata putranya.
Tiba-tiba ada suara dari dalam, "Ada siapa"?
"Oom Ridwan, Pa," kata putranya. "Masuk, Oom". Ajak putranya lagi.
Aku bergerak mendekati pak Nuddin yang lagi rebah.
"Mari dekat aku, Ridwan", kata Pak Nuddin. "Biar aku tahu, kau Ridwan Saidi tandingan atau putusan muktamar," katanya lagi.
Ampun, biar sakit juga, joke masih aktual.