REPUBLIKA.CO.ID, oleh Andi Nur Aminah*
Genderang pemberlakukan wajib sertifikasi halal bagi produk makanan dan minuman telah ditabuh terhitung 17 Oktober 2019 kemarin. Dasarnya adalah UU No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Sebelum masa itu tiba, banyak pengusaha kuliner terutama kalangan usaha kecil bertanya-tanya, memangnya kalau produk belum berlabel halal, apa tak bisa dipejualbelikan?
Saya termasuk salah satu yang bertanya-tanya karena juga punya usaha kuliner. Jujur, dari sejak wacana UU JPH mulai bergulir, saya sudah berpikir, wah harus mengurus label halal nih. Di mana mengurusnya, bagaimana caranya, berapa lama prosesnya, juga berapa biayanya, menjadi poin-poin pertanyaan yang wara wiri di benak saya.
Saat ini, anggaplah saya cukup beruntung. Kenapa? Proses untuk mendapatkan sertifikasi halal itu sedang saya jalani. Namun untuk mencapainya, ada serangkaian proses yang harus terlewati dan itu dimulai sejak awal 2019 lalu.
Sebagai warga yang ber-KTP Depok, sungguh sayang jika melewatkan rangkaian proses yang difasilitasi oleh DKUM Kota Depok ini. Cukup panjang memang rangkaian tahapannya. Saya harus ikut sosialisasi ini itu. Lalu saat panggilan datang lagi untuk Sosialisasi Halal dari LPPOM MUI Jawa Barat, saya tak berpikir dua kali untuk mengiyakannya.
Kini, setelah resmi UU JPH ini diumumkan ke publik, ternyata penerapannya tidak sesaklek yang saya kira. Produk makanan dan minuman yang belum bersertifikasi halal setelah 17 Oktober ini, tetap boleh beredar. Namun rentang waktu dibolehkannya hanya sampai 17 Oktober 2024 mendatang.
Masih ada waktu yang diberikan selama lima tahun. Sosialisasi dan pembinaan wajib halal bagi pelaku usaha makana dan minuman akan digencarkan. Tujuannya agar para pelaku usaha punya kesadaran untuk 'menghalalkan' produknya.
Selama lima tahun itu juga, produk makanan dan minuman yang belum bersertifikat halal tidak akan dikenakan sanksi. Sanksi baru akan diterapkan setelah masa lima tahun berlalu, yakni lewat dari 17 Oktober 2024 mendatang. Sanksi yang bakal diberikan mulai dari pelayangan surat teguran hingga penarikan produk.
Kalau dipikir-pikir, waktu toleransi lima tahun masih terbilang cukup lama. Namun sebaiknya jangan menunda. Prosedur sertifikasi mencangkup beberapa tahap. Dan, ingat persaingan akan ketat karena tentu banyak yang ingin mengurusnya setelah UU JPH ini diberlakukan.
Adapun tahapan yang harus dijalani adalah selepas mengisi formulir pendaftaran, akan ada pemeriksaan kelengkapan dokumen. Dalam proses ini pelaku usaha akan disurvei oleh petugas.
Kelengkapan dokumen secara detil akan menggambarkan jenis produk, daftar produk dan bahan yang digunakan, hingga proses pengolahannya. Semuanya secara detil akan diperiksa. Bahan yang digunakan pun, misalnya yang menggunakan daging atau ayam, maka harus melampirkan pula sertifikat halal dari rumah potong hewan tempat ayam atau daging itu dibeli.
Artinya apa? Sertifikasi halal yang dikantongi sebuah perusahaan, benar-benar bisa menjadi jaminan bahwa bahan dan prosesnya sudah terjamin kehalalannya. Kini, dengan adanya Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang menjadi pelaksana, maka pendaftaran permohonan sertifikat halal memang diajukan oleh pelaku usaha kepada BPJPH. Lembaga inilah yang akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen.
Namun produsen dapat memilih Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), BPOM atau LPPOM MUI terdekat untuk melanjutkan ke proses auditifikasi. Ketiga lembaga itu, sesungguhnya memiliki fungsi yang sama untuk membantu proses jaminan produk halal.
Setelah proses auditifikasi selesai, BPJPH akan melakukan verifikasi dokumen hasil pemeriksaan tersebut. Hasil verifikasi itu kemudian akan sampaikan kepada MUI untuk dilakukan penetapan kehalalan produk melalui sidang fatwa halal. Terakhir, BPJPH akan menerbitkan sertifikasi halal bagi produk tersebut.
Dengan mengantongi sertifikasi halal, seorang pemilik usaha tentu boleh makin percaya diri menawarkan dan menunjukkan produknya, bahkan hingga ke mancanegara. Karena sertifikasi halal ini pun akan menjadi bagian dari persyaratan sebuah produk bisa melebarkan sayap.
Cap halal yang melekat, tentu akan membuat konsumen semakin yakin dan tak ragu untuk berbelanja. Jadi, kalau sudah tahu manfaat dan tujuannya, buat apa menunda sampai lima tahun lagi?
*) penulis adalah jurnalis republika.co.id