REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Geisz Chalifah, Produser Jakarta Melayu Festival.
Beragam cara dari berbagai kelompok untuk mengkotakkan Anies Baswedan bukanlah hal yang baru. Sejak kemunculan Anies di Indonesia Institute Anies sudah dicoba digiring untuk berada di dalam satu kubu.
Sepulang dari Amerika, Anies sudah dicanangkan akan menjadi tokoh muda intelektual. Anies juga diharapkan akan berada di dalam satu kubu dengan mereka yang berada dalam satu aliran pemikiran, dikenal sebagai kelompok sosialis yang berhimpitan dengan kalangan jaringan Islam liberal. Anies diharapkan akan mengusung ide-ide sekuler dalam berbagai pemikirannnya.
Namun usaha itu ternyata melahirkan kekecewaan. Sebab, Anies tak mau berada dalam posisi frontal dengan kalangan "kanan" kelompok Islam yang berakar dari Masyumi dan sebagainya, yang selamanya bertentangan pemikiran secara diametral dengan mereka.
Anies mengambil jalannya sendiri melalui Indonesia Mengajar, mengirim anak-anak muda cerdas ke daerah terluar Indonesia. Program ini membangun basis-basis pemikiran keindonesiaan melalui anak-anak muda untuk memahami Indonesia tak sebatas dari kaca mata kota besar.
Sebaliknya pula beberapa kelompok kecil yang emosional dari kalangan "kanan", mudah dalam membuat tuduhan juga nyaring bunyinya melalui media online yang mereka miliki. Berusaha mengkotakkan Anies sebagai intelektual muda yang berada di garis liberal bahkan ditambahkan sebagai penganut Syiah.
Bertahun-tahun lamanya stempel itu dicoba dilekatkan pada Anies semata-mata karena Anies menjadi Rektor Paramadina. Bahkan sebuah lembaga survei terkemuka di saat pilkada memanfaatkan Isu tersebut guna men-downgrade suara Anies di saat Pilkada DKI Jakarta.
Semua usaha demikian mengalami kegagalan total karena Anies tak hanya berhasil menjawab dengan baik setiap tuduhan, tetapi banyak kalangan yang mengenalnya turut bersuara membantah segala tuduhan tak berdasar. Selama masa Pilkada DKI yang akhirnya Anies memenangkan pertarungan, situasinya menjadi terbalik, bila jauh sebelumnya dari kalangan "kanan" berusaha mengkotakkan Anies berada dalam satu kubu dengan Islam liberal, syiah dan sebagainya.
Kini kaum liberal dan syiah berusaha mengkotakkan Anies berada dalam satu kotak bersama HTI, Salafi, FPI, dan sebagainya yang dicitrakan sebagai anti NKRI, anti keberagaman, intoleran dan sebagainya.
Ganti berganti mereka dari beragam kubu itu berusaha mengkerangkeng Anies untuk mencitrakan berada di satu kubu yang selalu negatif dari sudut pandang yang satu sama lain berseberangan. Namun selalu dan selalu usaha yang demikian mengalami kegagalan. Karena memang jauh dari apa yang mereka sangkakan dan usahakan walau dengan beragam tulisan berisi provokasi, fitnah dan sebagainya.
Sepanjang menjadi gubernur tak ada satu pun kelompok agama yang tak terlayani, tak ada satu pun kebijakan yang terkesan intoleran, penghargaan sebagai kota paling demokratis didapatkan. Namun sebagaimana di manapun adanya mental pecundang tak pernah memiliki ruang untuk objektif, mayoritas kritik dibangun atas dasar kebencian.
Ruang intelektual beradu argument dengan data faktual selalu dihindari. Mereka tak punya daya untuk menalar, bahkan terkadang tak memahami pernyataannya sendiri.