Rabu 12 Sep 2018 06:58 WIB

Mengetuk Hati Para Peternak Dolar

Rupiah bisa kembali dalam tekanan pada pertemuan FOMC Bank Sentral AS akhir September

Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.
Foto: Rivan Awal Lingga/Antara
Petugas menghitung uang pecahan dolar Amerika Serikat di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Selasa (4/9). Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS melemah menjadi Rp14.940 per dolar AS pada perdagangan hari ini.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan Emrald Alamsyah*

Rupiah tidak jadi jatuh ke angka Rp 15 ribu. Kabar gembira itu datang jelang akhir pekan, dan tak lagi membuat rupiah menjadi headline media massa.

Sayangnya, pada pembukaan Senin ini (10/9) rupiah kembali melemah.  Pergerakan nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Senin pagi bergerak melemah sebesar 15 poin menjadi Rp 14.843 dibandingkan posisi sebelumnya Rp 14.828 per dolar AS.

Meskipun kejatuhannya tak seperti Rabu, (5/9) dimana rupiah turun ke titik terendah dalam dua puluh tahun terakhir yaitu 14.972. Malah di beberapa lokasi money changer, seperti yang Republika beritakan, telah 'dijual' dengan angka Rp 15 ribu.

Pemerintah dan Bank Indonesia langsung bergerak cepat mengatasi kejatuhan rupiah. Alasannya tentu jelas, soal kepercayaan investor dan ketahanan APBN. 

Pemerintah menerbitkan penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri. Kebijakan ini menaikkan tarif PPh Pasal 22 sebesar 2,5 persen hingga 7,5 persen. Harapannya masyarakat bisa mengerem pembelian barang konsumsi impor karena harganya juga bisa menjulang tinggi.

Bank Indonesia pekan lalu juga melakukan intervensi di pasar sekunder dan valuta asing. Total selama empat hari Bank Indonesia mengeluarkan Rp 11,9 triliun. Sebuah upaya yang cukup berhasil mengerek rupiah namun harus dibayar malah karena menggerogoti cadangan devisa.

Upaya ini memang tak sia-sia, karena rupiah kembali bisa terangkat sedikit ke level Rp 14.820 pada penutupan, Jumat (7/9). Sayangnya rupiah kembali loyo dan harus mewaspadai kemungkinan semakin turun kembali ke level Rp 15 ribu.

photo
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menguatkan kembali nilai tukar rupiah. Masyarakat pun dapat berkontribusi menolong rupiah.

Alasannya karena dolar AS memang sedang perkasa di hampir seluruh dunia. Data tenaga kerja di Amerika Serikat untuk rata-rata upah per jam mengalami kenaikan menjadi 2,9 persen (year on year/yoy) di atas ekspektasi sebesar 2,7 persen. 

Selain itu, tingkat pengangguran juga stabil di level 3,9 persen pada Agustus. Hal ini pun memperkuat ekspektasi kalangan investor bahwa The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada bulan ini.

Di tengah kondisi penurunan rupiah, ternyata di sebagian kalangan masyarakat masih ada yang tetap menahan dolar AS. Seperti salah satu kawan Republika yang bekerja di bidang IT, E yang merasa tak perlu segera menukar uangnya.

Sebagai kelompok usia milenial arus informasi amat mudah ia dapat. Ia mengaku bahkan sering mendengar ada kemungkinan rupiah turun ke angka terendah. Ketika Republika berhubungan lewat aplikasi berbagi pesan, pekan lalu ia mengaku menahan dolarnya.

Ketika ditanya soal patriotisme untuk menjual dolar AS agar menyelamatkan rupiah. Ia hanya mengatakan "nggak ada hubungannya bro, antara jual dolar sama patriotisme,"

Kawan lain, sebut saja namanya Ag, pria yang bekerja di media, mengaku tak sempat menjual dolarnya karena kesibukan. Di sela pembicaraan, dengan terkekeh-kekeh ia menyebut kalau misalnya dolar terus turun ya mungkin mau ambil keuntungan. Padahal baru 17 Agustus lalu, ia menampilkan foto yang disandingkan dengan merah putih melalui media sosial.

Peternak dolar

Sebenarnya apa yang dilakukan dua kawan penulis tidak ada yang salah. Namun, bila mengutip tulisan ekonom Faisal Basri keduanya dikategorikan kepada peternak dolar. Sebenarnya tulisan Faisal ditujukan kepada para pengampu pemerintahan, namun menurut penulis layak juga diberikan kepada warga biasa yang hobi mengumpulkan dolar AS.

Ada baiknya saat ini, sebagai langkah penyelamatan para peternak segera ambil langkah seribu untuk menukarkan dolar AS. Kalaupun hobi berpelesir keluar negeri, coba tahan sebentarlah sampai rupiah kembali kuat.

Mencoba membayangkan diri menjadi motivator, penulis akan mengatakan kepada mereka, "Jangan hanya melihat ke atas para selebgram yang menghabiskan banyak waktu ke Kepulauan Maladewa, tapi lihatlah orang-orang emak-emak menghabiskan waktu dirumah ke Alfamart pun jarang,"

Selain itu, seperti pesan poster Bank Indonesia, ada baiknya masyarakat menahan membeli barang elektronik. Alasannya karena memang barang elektronik banyak seperti ponsel misalnya kebanyakan produk impor.

Lebih dari itu patut diakui, Indonesia bisa saja mengalami tekanan baru khususnya di akhir September nanti. Bank Sentral AS sering disebut The Fed akan menggelar pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC). Berkaca pada data Senin, dimana tenaga kerja di Amerika Serikat untuk rata-rata upah per jam mengalami kenaikan menjadi 2,9 persen (year on year/yoy) di atas ekspektasi sebesar 2,7 persen. Selain itu, tingkat pengangguran juga stabil di level 3,9 persen pada Agustus. 

Maka bukan tak mungkin The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin. Misalnya saja, mudah-mudahan tak terjadi, rupiah kembali tertekan, segeralah menjual ternak dolar anda.

 

*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement