Oleh: Israr Itah
Redaktur Republika
Kalau Anda memiliki akun Instagram, coba ketik @retnohening di bagian pencarian. Anda akan menemukan satu akun ibu muda dengan dua anak perempuan yang menggemaskan, Mayesa Hafsah Kirana (4,3 tahun) dan Rumaysaa Hafsah Mahira (5 bulan).
Retno Hening Palupi (29), nama si ibu muda itu merupakan fenomena di Instagram. Perempuan Jawa asal Duri, Riau, ini tinggal di Muscat, Oman, mengikuti suaminya bekerja. Pengikutnya di Instagram saat ini telah mencapai 1,1 juta lebih. Mereka datang dari berbagai lapisan, mulai dari masyarakat umum hingga selebritis. Dua di antaranya yang rajin mengikuti dan berkomentar di unggahan Retno adalah Melly Goeslaw dan Ustaz Yusuf Mansur.
Retno mengunggah video si sulung Kirana sejak bayi. Awalnya, menurut pengakuan Retno, unggahannya di Instagram diperuntukkan bagi orang tua dan mertuanya yang tinggal di Duri. Dengan melihat berbagai rekaman video Kirana, mereka bisa melepas rindu kepada sang cucu yang terpisah benua.
Akan tetapi perlahan namun pasti, banyak yang kemudian mengikuti akun Instagram Retno. Sebab, Kirana bisa memberikan hiburan dengan kepintaran dan kelucuannya. Bukan hanya itu, sikap dan tutur kata Kirana kerap menyentuh karena menggambarkan kebaikan hatinya buah didikan sang ibu. Kadang, kebaikan hati dan kelucuan Kirana muncul dalam satu momen yang diunggah Retno.
Suatu ketika misalnya, Retno curhat kepada Kirana yang saat itu berusia empat tahun bahwa ponselnya tak bisa dipakai. Diringi senyum manisnya, Kirana berkata,"Ndak apa-apa, nanti (ponselnya) Kirana charge." Retno tertawa dan kemudian mengatakan, ponselnya tak bisa digunakan bukan karena tenaga baterainya habis, melainkan hang (tak merespons).
Kirana terdiam. Mimik wajahnya terlihat berpikir keras. Sejurus kemudian dia berkata,"Ndak tahu Kirana hang." Si ibu pun tergelak.
Video lain misalnya memperlihatkan momen Kirana bercerita tentang burung yang kerap terlihat di apartemen rumahnya di Oman. Dengan Bahasa Inggris ala kadarnya yang hancur lebur dicampur Bahasa Indonesia, Kirana yang ketika itu belum genap berusia empat tahun dengan pede berceloteh sehingga membuat ibunya tak bisa menahan tawa. Kirana yang sepertinya sedikit kesal melihat respons ibunya berkata dengan mimik lucu namun menyebalkan,"You're very funny (Ibu sangat lucu)." Retno makin tergelak dan menjawab bahwa anaknyalah yang lucu. Ia kemudian mengarahkan anaknya untuk meluruskan cerita burung tersebut.
Saya memantau Instagram Retno sejak pengikutnya masih puluhan ribu hingga sekarang satu juta lebih. Saya paham alasan banyak orang mengikutinya. Selain terhibur dengan tingkah laku Kirana, para pengikut juga dapat belajar banyak cara mengasuh anak ala Retno yang khas Indonesia dan Islami. Pernah mendapat pendidikan dan menjadi guru TK di Yogyakarta saat masih gadis membuat Retno punya bekal mumpuni dalam membesarkan anaknya dengan baik.
Kecakapan Retno dalam mengasuh anak ini membuat satu perusahaan penerbit di Indonesia merayunya untuk membuat buku berisi cerita suka duka saat membesarkan Kirana. Ia sempat lama merespons sebelum akhirnya menyanggupi. Buku Happy Little Soul pun hadir pada April 2017. Karena mendapatkan respons bagus dan menjadi best seller, buku kedua berbentuk komik berjudul Kirana & Happy Little World kemudian keluar awal tahun ini.
Bahaya kecanduan gawai
Oh ya, saya sudah terlalu panjang bercerita tentang Retno, selebgram yang menginspirasi lewat konten positifnya. Saya tak bermaksud mempromosikannya di sini, namun sekadar berbagi cerita tentang efek negatif gawai kepada anak. Retno pernah mengalaminya sekaligus punya solusi jitu yang mungkin bisa diterapkan.
Anda pasti tahu bahwa Kamis (15/3) kemarin kita dihebohkan oleh rekaman viral di media sosial dan aplikasi pesan yang memperlihatkan seorang anak balita (diperkirakan berusia 3 atau 4 tahun) sedang menonton video porno di tempat umum melalui ponselnya. Di dalam rekaman berdurasi satu menit itu, terlihat wanita yang diduga ibu si balita perempuan duduk di sampingnya dan membiarkan saja sang anak menonton video xxx tersebut.
Rasa geram dan marah muncul dalam diri saya, bercampur sedih dan kecewa saat pertama menyaksikan video tersebut. Tapi hanya berlangsung beberapa saat dan mereda. Pada akhirnya, saya dibuat sadar bahwa inilah potret kehidupan satu negara yang menjadi salah satu pasar gawai besar di dunia.
Sekitar 30-an juta ponsel terjual di Tanah Air sepanjang 2017. Data dari laman Katadata pada pertengahan 2017 mengungkapkan 371,4 juta ponsel digunakan di Indonesia. Itu artinya, penggunaan ponsel sebesar 142 persen dari populasi rakyat Indonesia sekitar 262 juta jiwa. Ini belum termasuk jenis gawai lain seperti tablet atau notebook.
Coba Anda berjalan di perumahan, baik di kampung atau kompleks rapi lengkap dengan petugas keamanan. Bila ada anak-anak berkumpul di jalanan, setidaknya salah satu dari mereka memegang ponsel atau tablet. Umumnya, anak-anak ini bermain game atau menonton Youtube.
Saya tidak akan membahas panjang lebar bahaya gawai di sini. Anda pasti tahu kalau terlalu lama menggunakan gawai dapat mengganggu kesehatan mata anak serta kondisi psikologisnya. Peneliti dari Universitas Korea tahun lalu memaparkan bahwa anak yang kecanduan ponsel dan tablet gampang depresi, gelisah, insomnia dan kekerasan impulsif yang jauh lebih tinggi.
Psikolog Astrid Wen mengungkap bahaya dari gawai sebenarnya pada konten dan lama mengaksesnya. Anak-anak yang main gawai secara intens berjam-jam, kata dia, umumnya tidak memperhatikan orang lain di sekitarnya. Padahal ini sangat penting untuk perkembangannya.
Belum lagi efek lain yang baru akan diketahui pada masa depan andai si anak mengakses konten dewasa yang bukan untuknya, seperti misalnya yang terjadi pada anak perempuan dalam video yang viral tersebut.
Orang tua di Indonesia memberikan anaknya gawai dengan berbagai alasan. Ada yang mengatakan ingin bisa mengontrol keberadaan anak, ada pula yang ingin agar putra-putrinya melek teknologi. Terkadang ada yang bangga sedari kecil anak-anak mereka sudah piawai mengoperasikan gawai.
Anak bermain dengan gawai.
Video viral itu menjadi bukti bahwa banyak anak memang dibiarkan mengakses gawai pada usia yang masih sangat kecil. Padahal, Dr Aric Sigman menyampaikan lewat ‘Journal of the International Child Neurology Association’ yang ditulisnya bahwa usia nol bulan hingga 2 tahun adalah usia terlarang untuk bermain gawai. Sebab, terjadi perubahan struktur otak pada bayi yang terekspos gawai pada usia dini.
Tapi, tak bisa dimungkiri, kebanyakan orang tua yang punya anak balita memberikan ponsel atau tablet agar anaknya tak merengek dan tenang sehingga mereka bisa melakukan aktivitas lain. Hal serupa yang tampaknya terjadi pada ibu di video yang viral tersebut. Si ibu, yang diperkirakan tengah mengurus dokumen di Samsat Jakarta Timur, memberikan ponsel kepada anaknya agar tenang saat menunggu. Nyatanya, itu malah menjadi blunder. Si anak menyaksikan tontonan yang bukan untuknya.
Trik jauhkan gawai dari balita
Retno, dalam salah satu unggahannya, pernah bercerita tentang masalah ini. Ia mengaku sempat terlanjur membiarkan Kirana berlama-lama mengakses gawai saat kondisi fisiknya tak prima pada awal-awal mengandung Rumaysaa. Karena kesulitan menemani Kirana bermain, ia akhirnya membiarkan si sulung lengket dengan gawai. Kirana senang menonton dan main game.
Tapi, ia lekas sadar saat melihat anaknya sudah mulai ketergantungan gawai. Retno kemudian menerapkan aturan membayar waktu mengakses gawai dengan koin buatan. Ia mencetak gambar tokoh kartun Little Pony kesukaan Kirana seukuran koin besar. Koin-koinan ini diplester bening agar kaku dan menjadi alat pembayaran bagi Kirana untuk mengakses gawai.
Ia mencetak enam koin yang dapat dipakai Kirana selama satu hari untuk mengakses gawai. Satu koin bernilai 10 menit sehingga total si anak hanya dapat berakrab-akrab dengan gawai selama satu jam. Retno berpendapat, anak seusia Kirana hanya boleh menggunakan gawai maksimal 60 menit dalam sehari.
Setiap Kirana hendak menonton atau bermain game, ia harus memberikan koinnya kepada ibunya. Jumlah koin yang diberikan sesuai durasi pemakaian gawai yang dikawal dengan alarm. Retno juga selektif terhadap tontonan yang akan dilihat Kirana. Saat alarm menyala, berarti waktu menonton atau bermain games selesai.
Cara ini berhasil. Kirana lambat laun mengurangi aksesnya terhadap gawai. Menurut Retno, Kirana terkadang sayang memberikan koinnya karena bergambar Little Pony yang disukanya. Pernah dalam sehari, kata Retno, Kirana hanya menggunakan satu koin. Kirana lebih memilih membaca buku atau bermain dengan mainannya agar dapat menyimpan koin Little Pony-nya. Retno juga ikut menemani anaknya bermain, membacakan buku, atau bercerita. Retno mengatakan, cara ini hanya bisa berhasil jika anak diajarkan disiplin mengikuti aturan dan orang tua juga konsisten saat menerapkannya.
Anda tentu sudah banyak mengetahui trik-trik lain menjauhkan balita dari gawai. Cara Retno ini hanya salah satu di antaranya, tapi sungguh menarik untuk diterapkan. Gawai dijauhkan dan secara bersamaan anak diajarkan matematika dasar serta berlatih disiplin dan kesabaran. Hubungan ibu dan anak pun makin kuat.
Orang tua tak dapat menghibahkan sebagian besar tugas dan kewajiban mereka mengasuh dan menemani anak bermain kepada benda bernama ponsel, tablet, atau notebook. Selain mengurangi hubungan emosional anak dengan mereka sedari kecil, orang tua membuka jalan bagi putra-putrinya terpapar hal-hal negatif.
Anak senang bermain. Kita bisa mengajak anak bermain atau memberikannya mainan yang bermanfaat untuk mengisi waktunya serta membentuknya menjadi pribadi yang baik pada masa depan. Andai terpaksa bercengkerama dengan gawai sekalipun, pengawasan ketat harus tetap diberikan karena anak-anak adalah tanggung jawab orang tua. Jangan sampai kita terkenal karena anak kita tertangkap kamera tengah mengakses konten porno. Duhhh...