Senin 12 Oct 2015 10:00 WIB

Darurat Perlindungan Anak Indonesia

Red: M Akbar
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti.
Foto:

Dengan adanya kasus-kasus seperti ini, saya rasa sudah saatnya Indonesia membudayakan sebuah kebiasaan yang mengajarkan anak-anak kita kewaspadaan terhadap orang asing dan tindakan-tindakan yang berpotensi mengarah kekerasan dan pelecehan seksual.

Saya mengambil contoh di Amerika Serikat, perlindungan terhadap anak sudah membudaya, baik di tengah masyarakat maupun pengambil kebijakan. Saya mengambil contoh Amerika Serikat karena pernah melihat langsung praktik perlindungan tersebut.

Konteks perlindungan anak di sini menggunakan bahasa abuse, kalau dipadankan ke Bahasa Indonesia bisa dikatakan sebagai perbuatan yang kejam, kekerasan, atau penyiksaan. Di New York, perlindungan terhadap anak ini mencakup kekerasan fisik, kekerasan seksual, hingga penelantaran yang terkait dengan kesejahteraan anak.

Kembali ke budaya, saya memperhatikan bahwa para orang tua di Amerika Serikat terbiasa mengajarkan anak-anak mereka untuk waspada terhadap orang asing. Mereka diajarkan untuk tidak berbicara dengan orang asing, menghampiri orang yang tidak dikenal, dan bagaimana bereaksi terhadap orang asing yang menghampiri mereka.

Mereka juga diajarkan untuk mengidentifikasi bagaimana mencari bantuan ketika tersesat, semisal, dengan menghampiri polisi atau menelpon 911 untuk meminta bantuan. Slogan, seperti 'no, go, yell, tell' merupakan salah satu slogan yang popular dan diajarkan pada anak-anak.

Slogan tersebut dapat diartikan dengan mengatakan, tidak pada orang tak dikenal yang menghampiri, pergi dengan segera dari orang tersebut, berteriak agar menarik perhatian orang lain, dan segera memberitahukan pengalaman tersebut pada orang dewasa yang dikenal, seperti orang tua, guru, dan lainnya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement