Sabtu 08 Dec 2012 09:48 WIB

Hari HAM

Asma Nadia
Foto: Republika/Daan
Asma Nadia

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh Asma Nadia

Tanggal 10 Desember dipilih sebagai hari Hak Asasi Manusia Internasional, untuk menghormati PBB yang mengadopsi dan memproklamasikan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, sebuah pernyataan global tentang HAM, pada tanggal yang sama tahun 1948. Tertarik melihat kandungan piagam itu, saya mencari-cari naskah lengkap deklarasinya. Bertanya dalam hati, apakah Palestina termasuk yang dilindungi dan dibahas dalam piagam ini? Ketika menemukan naskah lengkap piagam tersebut, saya tercenung.

Artikel pertama menyatakan, setiap orang lahir dalam keadaan bebas dan sama dalam hak dan harkatnya. Rasanya saya tidak melihat adanya kebebasan dan persamaan hak dan harkat bagi warga Palestina. Sementara pada artikel kedua tercantum kalimat yang artinya, setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam deklarasi ini, tanpa perbedaan apa pun, seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal nasional atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lainnya.

Sekali lagi saya juga tidak melihat hal itu selama ini diterapkan untuk Palestina. Selanjutnya, pada pasal ketiga dinyatakan, "Setiap orang memiliki hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi". Sekali lagi inipun tidak berlaku di Palestina. Rasanya semakin saya baca, nyaris semua artikel human right tersebut, sejak diadopsi 10 Desember 1948 sampai tahun ini atau selama 64 tahun, seolah tidak menyentuh Palestina. Karena itu, wajar Menlu Marty Natalegawa, dalam pidatonya di Sidang Umum PBB di New York, mendorong diakuinya Palestina sebagai negara (state).

"Telah tiba waktunya bagi masyarakat internasional untuk membuat keputusan yang benar. Dunia tidak lagi bisa menutup mata terhadap penderitaan panjang Palestina, pengingkaran terhadap hak-hak dasar manusia dan kebebasan dasar, obstruksi hak-hak mereka untuk menentukan nasib sendiri dan kemerdekaan," Marty menegaskan, dunia tidak lagi bisa menyangkal Palestina terus berupaya sungguh-sungguh membangun kapasitas untuk menjalankan sebuah negara. Dia menuturkan, tak ada alasan dunia internasional tak mengakui status Palestina sebagai negara.

"Kami percaya negara Palestina yang merdeka dengan hak yang sama dan, memang, tanggung jawab yang sama dengan yang dari negara lain, akan memberikan kontribusi pada pencapaian suatu perdamaian yang abadi dan komprehensif di Timur Tengah," katanya. Setelah perjalanan panjang syukurlah, akhirnya sidang Umum PBB mengakui status Palestina sebagai negara. Palestina mendapat dukungan mayoritas yakni 138 anggota Majelis Umum PBB. Hanya sembilan anggota yang menolak dan sisanya, 41 anggota, menyatakan abstain dalam voting.

Lucunya, sebagian besar negara yang sering mengumandangkan isu HAM dan menandatangani deklarasi tersebut justru termasuk dalam kelompok yang menolak atau abstain. Israel ditemani Amerika dan Kanada menolak pengakuan Palestina sebagai negara. Beberapa negara kecil atau mungkin yang punya kepentingan besar dengan Amerika dan Israel seperti Marshall Islands, Micronesia, Nauru, Palau, dan Panama, ikut mengambil sikap serupa. Swedia yang dikenal sebagai penerbit penghargaan Nobel abstain.

Prancis yang ketika revolusi berlangsung mengobarkan slogan Liberty, Equality, Fraternity (kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan), kali ini memilih memberikan dukungan. Italia dan Spanyol juga bersikap sama. Inggris yang memang dulu memberikan tanah palestina kepada Israel abstain. Demikian juga dengan Jerman. Terlepas minimnya dukungan negara Barat, Jumat (30/11/2012) dini hari sekitar pukul 00.30 waktu setempat, masyarakat Gaza tumpah ke jalan tak lama setelah Palestina yang dipimpin Presiden Mahmud Abbas diakui sebagai negara di Sidang Umum PBB.

Sebagian dari warga membawa mobil dan membunyikan klakson sepanjang perjalanan menuju pusat kota. Bunyi petasan terdengar di mana-mana. Warga Gaza long march di jalan-jalan pusat kota dengan membawa spanduk dan bendera beragam warna. Bendera kuning Fatah dan bendera hijau Hamas berkibar. Selain kedua bendera itu, ada pula bendera warna merah. Tak tampak ada perbedaan, semua warga Gaza larut dalam euforia. Seolah menujukkan kemenangan ini bukan hanya kemenangan Fatah ataupun Hamas. Ini adalah kemenangan seluruh Palestina.

Bangsa Indonesia telah mencantumkan human right dalam Pembukaan UUD sejak 18 Agustus, dan secara konsisten mendukung kemerdekaan Palestina. Dan ini sudah semestinya, sebab di masa awal memeluk kemerdekaan, selain Mesir, bangsa Palestina adalah yang pertama mengakui kemerdekaan Indonesia.

sumber : Resonansi
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement