Oleh: Rahma Sugihartati, Guru Besar Sains Informasi FISIP Universitas Airlangga
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) tahun 2025 yang baru saja berlangsung, perkembangan transaksi digital, khususnya QRIS menjadi salah satu topik utama yang menyoroti pencapaian signifikan dan perannya yang semakin vital dalam ekosistem pembayaran digital nasional.
Sejak QRIS dilaunching, transaksi QRIS mencatat pertumbuhan yang sangat pesat, dengan volume transaksi mencapai miliaran dan nilai triliunan rupiah hingga September 2025. Menko Airlangga bahkan menyebutkan jumlah pengguna QRIS jauh melampaui pengguna kartu kredit di Indonesia.
Di berbagai daerah, khususnya kota-kota besar, QRIS semakin dipercaya masyarakat dan mengalami lonjakan transaksi sejak pandemi. Saat ini, pengguna QRIS telah mencapai 58 juta dengan nilai transaksi Rp 1,9 kuadriliun. Ini bukan jumlah yang kecil. Meski kehadiran QRIS pada awalnya diragukan. Tetapi kini sebagian besar transaksi kini dilakukan masyarakat melalui QRIS.
Secara keseluruhan, diskusi dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia 2025 menunjukkan bahwa QRIS telah menjadi tulang punggung pembayaran digital di Indonesia dan merupakan elemen kunci dalam strategi digitalisasi ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Manfaat
Kenaikan transaksi digital di tanah air sebetulnya bukan hal yang mengherankan. Didukung oleh peningkatan jumlah pengguna dan merchant, serta infrastruktur yang aman dan andal, wajar jika transaksi QRIS secara nasional terus meningkat. Secara tahunan (YoY) volume transaksi QRIS tumbuh tinggi sebesar 162,77 persen pada Juli 2025.
Ketika penetrasi penggunaan teknologi informasi makin meluas, maka semakin banyak orang memiliki smartphone dan akses internet. Kehadiran QRIS membuat masyarakat semakin mudah bertransaksi. Transaksi digital dapat meningkatkan efisiensi dan kecepatan transaksi, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya. Inilah kelebihan transaksi digital yang membuat masyarakat semakin banyak yang mempergunakannya.
Bank Indonesia memproyeksikan pada tahun 2030 volume transaksi digital bisa mencapai 147,3 miliar dengan nilai Rp 20.800 kuadriliun. BI menekankan pentingnya kolaborasi BI dan OJK untuk memperkuat keamanan siber dan perlindungan konsumen di tengah pesatnya pertumbuhan ekonomi digital. Memastikan transaksi digital berjalan aman adalah prasyarat yang dibangun Bank Indonesia untuk mendorong pembayaran online ini makin meningkat pemanfaatannya.
Secara garis besar, beberapa dampak positif dari meluasnya pembayaran online atau transaksi digital adalah: pertama, meningkatkan akses ke layanan keuangan dan jasa lainnya. Bagi masyarakat yang memiliki literasi informasi yang memadai, meski dari kelas sosial mana pun akan dapat mengakses layanan keuangan, baik untuk kepentingan konsumsi sehari-hari maupun untuk kepentingan pengembangan usaha.
Kedua, transaksi digital dapat meningkatkan perkembangan ekonomi masyarakat dan menciptakan peluang kerja baru. Bagi pelaku UMKM, transaksi digital menciptakan peluang baru bagi mereka untuk melakukan ekspansi pasar dan melakukan transaksi ekonomi dengan pembeli dari berbagai daerah. Bagi pelaku usaha berskala besar, mereka juga dapat merasakan manfaat transaksi digital karena dapat meningkatkan kapasitas transaksi. Seberapapun besar nilai transaksi dapat dilakukan secara digital sekaligus secara simultan.
Ketiga, meski transaksi digital dapat dimanfaatkan oleh para penipu dan pelaku kejahatan siber untuk mencuri dana dan memanfaatkan data pribadi masyarakat untuk berbagai kepentingan. Tetapi, saat ini keamanan transaksi digital makin kuat karena menggunakan teknologi keamanan seperti enkripsi dan autentikasi. Saat ini, transaksi digital menggunakan enkripsi untuk melindungi data transaksi dari akses tidak sah. Transaksi digital juga menggunakan autentikasi yang kuat, seperti password dan kode OTP untuk memastikan identitas pengguna.
Keempat, transaksi digital mendorong peningkatan transparansi dan mencegah kemungkinan terjadinya praktik kejahatan keuangan, karena seluruh data transaksi dapat dilacak dan dipantau secara online oleh pihak yang berwenang. Transaksi digital memiliki riwayat transaksi yang lengkap dan akurat, sehingga dapat digunakan untuk bukti transaksi jika memang diperlukan.
Risiko
Dewasa ini QRIS terus berinovasi sebagai penggerak utama transformasi pembayaran digital. QRIS kini telah terhubung dengan sejumlah negara, termasuk Malaysia, Singapura, Thailand, dan Jepang. Dalam waktu dekat, QRIS kemungkinan juga sudah dapat digunakan di Tiongkok, sebaliknya wisatawan dari Tiongkok juga dapat menggunakan QRIS ketika berkunjung ke tanah air. Melalui konektivitas ini, masyarakat Indonesia yang bepergian ke luar negeri, seperti ke Thailand, Jepang dan lain-lain, dapat bertransaksi menggunakan QRIS dengan memindai kode QR di negara tujuan. Inovasi yang lintas negara ini juga memperkuat posisi Indonesia dalam ekosistem pembayaran global.
Dari sisi ekspansi penggunaan dan jumlah pengguna, QRIS harus diakui makin moncer. Namun demikian, bukan berarti tidak ada risiko yang mengintai di balik penggunaan QRIS yang makin meluas. Selama kasus-kasus penipuan dalam transaksi daring tidak sekali-dua kali dilakukan. Kendati telah dilakukan berbagai langkah pengamanan dan masyarakat telah berkali-kali disosialisasikan menjaga keamanan data pribadinya. Tetapi, karena gegabah tak jarang masih terjadi ada masyarakat yang menjadi korban penipuan online.
Di Indonesia, harus diakui meluasnya transaksi digital, di sisi yang sama juga menjadi sasaran berbagai praktik penipuan, seperti phishing, hacking dan malware. Bagi masyarakat yang tidak memiliki literasi informasi dan literasi digital yang memadai, mereka niscaya rentan menjadi korban penipuan. Pengalaman sudah banyak membuktikan bahwa transaksi digital juga memicu terjadinya pencurian identitas, seperti pencurian identitas pribadi dan kartu transaksi.
Ketika sistem mengalami gangguan server atau jaringan, maka bukan tidak mungkin pula yang terjadi transaksi digital gagal. Masyarakat yang melakukan transaksi digital mungkin saja pembayarannya ditolak, atau terjadi kekeliruan bayar. Selain itu, transaksi digital juga terkadang membebani pemakai dengan biaya tambahan, entah itu biaya transaksi atau biaya administrasi. Bagi masyarakat yang sedang bernasib sial, terkadang mereka juga menjadi korban penipuan dari orang-orang yang mengaku penjual daring. Setelah dana ditransfer, ternyata barang yang dibeli tak kunjung dikirim, sehingga konsumen pun dirugikan.
Masih adanya risiko di balik meluasnya penggunaan QRIS sebagai sarana melakukan transaksi digital, tentu menjadi pekerjaan rumah yang perlu terus diperbaiki. Masyarakat bukan hanya perlu disosialisasi akan menggunakan password yang kuat dan mengaktifkan autentikasi dua faktor untuk akun transaksi digital, tetapi juga masyarakat secara teknis perlu mengupdate perangkat lunak yang digunakan, menghindari situs web yang tidak aman dan menggunakan antivirus agar perangkat yang dimiliki terlindungi dari malware.
Tanpa didukung kesadaran dan literasi yang memadai, maka jangan kaget jika berbagai risiko dalam transaksi digital masih menghantui masyarakat.