Rabu 12 Nov 2025 13:03 WIB

Spin-off UUS dan Arah Baru Industri Syariah Pasca Penghapusan KBMI 1

Kebijakan ini sebagai titik balik penting bagi perbankan syariah nasional.

Layanan bank syariah di salah satu stan bank syariah pada gelaran ISEF 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/10/2025).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Layanan bank syariah di salah satu stan bank syariah pada gelaran ISEF 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Kamis (9/10/2025).

Oleh : Assoc Prof Sutan Emir Hidayat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang berencana menghapus kategori Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti (KBMI) 1 bukan sekadar penataan klasifikasi. Kebijakan ini merupakan sinyal kuat arah baru industri perbankan nasional, di mana skala modal dan ketahanan likuiditas kini menjadi fondasi utama daya saing dan keberlanjutan sektor keuangan.

Bagi perbankan syariah, kebijakan ini membawa konsekuensi strategis terhadap agenda besar spin-off Unit Usaha Syariah (UUS). Bila sebelumnya fokus utama UUS adalah memenuhi persyaratan aset dan kesiapan operasional, kini dimensi permodalan dan efisiensi struktural menjadi pertimbangan utama dalam menentukan arah pengembangan. "Bagaimana dampak aturan ini ke rencana UUS-UUS untuk spin off?"

Dampak Aturan Terhadap Spin Off

Bagi UUS berskala besar yang telah mendekati batas kewajiban spin-off dengan aset mencapai 50 persen dari induk atau lebih dari Rp50 triliun, rencana penghapusan KBMI 1 menjadi peluang sekaligus tantangan. Apabila bank induk masih memiliki modal inti di bawah Rp6 triliun, terdapat dua pilihan rasional: pertama, naik kelas ke KBMI 2 melalui rights issue atau masuknya investor strategis; atau kedua, melakukan konsolidasi dengan UUS lain maupun dengan Bank Umum Syariah (BUS) eksisting.

Dengan demikian, entitas hasil spin-off tidak hanya memiliki basis modal minimal Rp6 triliun, tetapi juga struktur likuiditas (HQLA), sistem manajemen risiko, dan infrastruktur teknologi (TI dan ALM) yang siap memenuhi standar prudensial berbasis Basel III, seperti Liquidity Coverage Ratio (LCR), Net Stable Funding Ratio (NSFR), dan Leverage Ratio.

"Berhubung KBMI 2 perlu memiliki modal inti minimal Rp 6 triliun, apakah aturan ini bisa membuat UUS yang tadinya akan spin off justru memutuskan konsolidasi dengan UUS lain?"

UUS Menengah dan Kecil: Konsolidadi Jadi Pilihan Rasional

Bagi UUS menengah dan kecil, skenario penghapusan KBMI 1 menghadirkan trade-off antara pertumbuhan dan kepatuhan regulasi. Mendirikan BUS baru pasca spin-off menuntut modal besar, aset likuid berkualitas tinggi, serta pendanaan jangka panjang yang stabil. Tanpa dukungan skala modal memadai, biaya untuk memenuhi standar likuiditas dan pelaporan dapat menggerus efisiensi.

Karena itu, konsolidasi menjadi pilihan rasional baik melalui merger, akuisisi, maupun pengalihan aset. Dengan bergabung ke platform syariah yang lebih besar, UUS kecil dapat berbagi infrastruktur, memperkuat kemampuan manajemen risiko, dan memperluas jaringan pembiayaan. Langkah ini sejalan dengan semangat POJK 12/2023 tentang UUS yang membuka ruang asset transfer sebagai mekanisme transisi menuju BUS yang lebih siap dan berdaya saing.

Pendekatan ini akan melahirkan struktur industri syariah yang lebih ramping, efisien, dan siap bersaing baik di tingkat nasional maupun regional. Dalam jangka panjang, kebijakan OJK ini akan memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat keuangan syariah global, sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045.

Sebagai pengamat dan pelaku yang telah lama berada di industri ini, saya melihat kebijakan ini sebagai titik balik penting bagi perbankan syariah nasional. Era kompetisi berbasis permodalan dan likuiditas bukan untuk mengecilkan ruang gerak bank syariah kecil, tetapi untuk mendorong sinergi dan konsolidasi yang sehat, sehingga seluruh entitas dapat tumbuh dalam satu ekosistem yang lebih solid.

Intinya, rencana penghapusan KBMI 1 bukan sekadar restrukturisasi administratif, melainkan langkah menuju arsitektur perbankan syariah yang lebih kokoh, efisien, dan berdaya saing global dimana setiap spin-off bukan sekadar kewajiban hukum, melainkan bagian dari strategi penguatan ekonomi syariah nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement