Selasa 30 Sep 2025 19:29 WIB

Hari Kesaktian Pancasila: Bung Karno dan Ancaman Elitisme yang Mencengkeram Indonesia Kini

Bung Karno adalah sosok yang dikenal hingga mancanegara.

Ilustrasi Pancasila .
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Pancasila .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Hari Kesaktian Pancasila adalah monumen hidup yang meneguhkan warisan abadi Bung Karno. Dialah penggali Pancasila, Proklamator, dan Bapak Bangsa yang mengajarkan bahwa kesaktian Pancasila bukanlah mitos, melainkan kekuatan sejati yang menjaga Indonesia tetap tegak di tengah guncangan sejarah.

Dari podium dunia hingga panggung tanah air, Bung Karno berulang kali menegaskan bahwa selama bangsa Indonesia berpegang teguh pada Pancasila, Republik ini tidak akan pernah roboh diterpa ombak zaman.

Baca Juga

Hal ini secara historis dapat terlihat pada 17 Mei 1956 dalam kerangka kunjungan kenegaraan resminya ke Amerika Serikat, Presiden Soekarno dianugerahi kesempatan untuk menyampaikan pidato di hadapan Kongres Amerika Serikat.

Sebagaimana didokumentasikan dalam halaman utama New York Times pada hari berikutnya, pidato tersebut secara fundamental memuat kritik keras terhadap kolonialisme. Soekarno secara gigih menegaskan bahwa:

"Perjuangan dan pengorbanan yang telah kami lakukan demi pembebasan rakyat kami dari belenggu kolonialisme telah berlangsung dari generasi ke generasi selama berabad-abad."

Pernyataan ini berfungsi untuk melegitimasi perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Namun, Soekarno lantas memperluas argumennya, menyatakan bahwa perjuangan dekolonisasi belum rampung (unfinished business).

Ia menantang audiensnya dengan pertanyaan retoris yang bermuatan politis: "Bagaimana perjuangan itu bisa dikatakan selesai jika jutaan manusia di Asia maupun Afrika masih berada di bawah dominasi kolonial, masih belum bisa menikmati kemerdekaan?"

Pidato ini merupakan momen penting dalam diplomasi Perang Dingin dan upaya Soekarno untuk memosisikan Indonesia sebagai pemimpin pergerakan Non-Blok yang berkomitmen penuh pada penghapusan kolonialisme global.

Patut dicatat bahwa pidato Soekarno di Amerika Serikat pada tahun 1956 meskipun menyajikan kritik tajam terhadap kolonialisme, imperialisme, dan secara implisit terhadap kekuatan Barat, diterima dengan sambutan yang luar biasa di Amerika Serikat.

Fenomena ini lebih signifikan karena pidato tersebut menunjukkan konsistensi yang kuat dalam pemikiran dan sikap Presiden Soekarno.

Semangat anti-kolonialisme yang terekspresikan dalam pidato tahun 1956 bukanlah sebuah pandangan yang baru.

Tulisan ini secara ringkas bertujuan untuk memaparkan pemikiran Soekarno terkait penolakannya yang fundamental terhadap kolonialisme, imperialisme, dan kritik ideologisnya terhadap elitisme.

Pemikiran tersebut menjadi fondasi Pancasila yang hingga kini diperingati melalui Hari Kesaktian Pancasila, sebagai penegasan bahwa nilai-nilai yang digali Bung Karno tetap sakti menjaga persatuan bangsa di tengah berbagai ancaman.

photo
Peserta membawa foto pahlawan revolusi saat Kirab Merah Putih di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (1/10/2024). Kegiatan tersebut dalam rangka memperingati Hari Kesaktian Pancasila yang diikuti 2.500 peserta terdiri dari ASN, pelajar dan organisasi masyarakat yang bertujuan untuk mengenang jasa para pahlawan revolusi dan meningkatan rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan negara. - (ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement