Jumat 26 Sep 2025 16:48 WIB

Tony Blair Plan, Israel Masuk Perangkap Beruang

Pengakuan Palestina sebagai negara bagi Inggris penting.

Pengungsi Palestina meninggalkan Jalur Gaza utara sambil berjalan membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan pantai, dekat Wadi Gaza, Rabu, 24 September 2025.
Foto: AP Photo/Abdel Kareem Hana
Pengungsi Palestina meninggalkan Jalur Gaza utara sambil berjalan membawa barang-barang mereka di sepanjang jalan pantai, dekat Wadi Gaza, Rabu, 24 September 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sabpri Piliang, Pengamat Timur Tengah

Bendera Palestina berkibar di London, itu bukanlah "sinyal palsu" atau "Bear Trap". Dalam investasi disebut "Perangkap Beruang".  

Kekeliruan menilai "market", di konteks konflik Israel-Palestina ibarat menjual logam mulia saat harga turun. Lalu membeli kembali ketika harga naik. Israel masuk perangkap terbalik!

   

Bear trap atau perangkap beruang terjadi saat Presiden AS Donald Trump berbicara dengan PM Inggris Keir Starmer di London. Opini pun berkembang, perangkap beruang semakin menganga.

Trump tengah mencoba upaya persuasif diharapkan Inggris mengurungkan niatnya mengakui negara Palestina, Senin (22/9/2025). Awal pekan depan di "General Assembly" PBB.

    

Pengakuan Inggris, meski simbolik akan membawa konsekwensi. Negara "Commonwealth" atau dominion (Persemakmuran) yang telah atau belum mengakui Palestina. Seperti Kanada, Australia, New Zealand, Singapura, India, Afrika Selatan, makin kohesif memerdekakan Palestina. Pengakuan Inggris berdampak psikologis. 

Tamsil dan metafora "Perangkap Beruang" secara politik bermakna memancing Israel masuk ke situasi yang merugikan mereka. Israel terseret optimisme anomali, optimistis keakuan, laksana menang fisik, tetapi kalah banyak di forum diplomasi. 

Menghancurkan Gaza, membom gedung tinggi, mengusir warga Gaza ke zona tidak aman, serasa trio sayap kanan: Benyamin Netanyahu, Bezalel Smotrich, Ittamar Ben Gvir telah mengalahkan Hamas. 

Anomali! Inggris telah menekankan. Pengakuan terhadap eksistensi Palestina, tidak linier dengan pengakuan terhadap Hamas. Hamas akan dikorbankan demi kemerdekaan.

Deadline buka akses bantuan ke Gaza, jangan aneksasi Tepi Barat, gencatan senjata. Sebagai syarat batalkan pengakuan Inggris. Namun semua itu diabaikan Israel! Tinggal hari ini. Bendera Palestina pun berkibar di London.

Namun lagi-lagi paradoks. Inggris, setuju dengan yang ditakutkan Israel, mengakui Palestina tidak 'sama' dengan mengakui Hamas! Netanyahu, masuk "Perangkap Beruang".

Israel menyebut Hamas 'teroris', Inggris setuju. Tetapi Inggris tak akan membatalkan pengakuannya karena Hamas hanyalah 'parsial', bukan Palestina komprehensif.

Hamas hanya 'ingredient' untuk mencapai kemerdekaan. Alasan Israel soal Hamas, lebih dipengaruhi Smotrich-Ben Gvir yang 'ekstrem'. Keduanya memanfaatkan ketakutan Netanyahu, kehilangan 'portofolio'nya (PM).

Inggris sepertinya tidak memiliki rintangan untuk mendorong kemerdekaan Palestina. Pengakuan merupakan pre-eliminary, untuk selanjutnya mempersiapkan negara baru bernama "Palestina". Sedikit lagi.

Karena itu, penting meratakan Gaza. Berlanjut aneksasi Tepi Barat, sebagai upaya Israel agar Gaza menjadi tanah "tak bertuan", tanpa penduduk. Israel mendorong rakyat Gaza menyeberangi Yordania dan Mesir.

Pengakuan Palestina sebagai negara bagi Inggris penting. Satu upaya untuk memperlihatkan Israel tak boleh gegabah mencaplok tanah yang telah dinyatakan Mahkamah Internasional sebagai wilayah pendudukan ilegal (The Guardian, 20 September 2025).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement