Jumat 05 Sep 2025 09:45 WIB

Meneladai Akhlak dan Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini menjadi penting dan istimewa bagi bangsa.

Warga mengikuti kirab memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di kawasan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ahad (15/9/2024).
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga mengikuti kirab memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW di kawasan Pisangan Timur, Pulo Gadung, Jakarta Timur, Ahad (15/9/2024).

Oleh : Dr Rahmat Hidayat, Pengasuh Ponpes Madinatur Rahmah Tenjo-Bogor dan Sekjen Dewan Masjid Indonesia 2024-2029

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bulan Rabiul Awal 1447 H kembali tiba, kita umat Islam mengenang dan merayakan kembali hari kelahiran (maulid) manusia sempurna (insan kamil) Nabi Muhammad. Beliau lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 571 M di lingkungan masyarakat Arab yang waktu itu dikenal dengan ‘jahiliyah’, dikarenakan perilaku, budaya, kebiasaan dan moralitasnya bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban, seperti membunuh hidup-hidup bayi perempuan.

Allah SWT menggambarkan sebagian dari perilaku mereka dalam Al-Qur’an: “Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.. (Q.S. An-Nahl: 58-59)

Sehingga kelahiran dan diutusnya Nabi Muhammad SAW di muka bumi bagaikan pelita yang menerangi, serta  untuk mengeluarkan masyarakat dari kegelapan (dhulumat) kepada cahaya kebenaran (Q.S. At-Thalaq:11).

Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini menjadi penting dan terasa istimewa bagi bangsa Indonesia di tengah-tengah kasus korupsi yang merajalela, krisis keteladanan dan kepercayaan, situasi ekonomi dan sosial politik yang tidak kondusif sehingga menyebabkan terjadinya demonstrasi dan tindakan anarkis. Oleh karena itu, mari kita kembali kepada jati diri bangsa yang humanis, religius serta menghiasi diri dengan akhlakul karimah dan kepemimpinan yang penuh penuh keteladanan dan kasih sayang sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW.

Akhlak dan Kepemimpinan Nabi Muhammad SAW

Muhammad adalah Nabi dan Rasul terakhir (khatamul Anbiya wal Mursalin). Sebelum beliau mendapatkan mandat kenabian dan kerasulan, beliau telah memiliki  sifat terpuji dan akhlak mulia (akhlakul karimah) sebagai syarat menjadi seorang pemimpin yang sukses, yaitu: kecerdasan (fathanah), kejujuran (shiddiq), transparansi dan kemampuan komunikasi yang baik (tabligh), serta kesetiaannya memegang amanah  (al-amin).

Kemulian akhlak Nabi Muhammad dan kepemimpinannya diakui baik oleh umatnya maupun orang yang membenci dan memusuhinya. Pada usia 40 tahun beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul, beliau langsung meninggalkan aktivitas bisnis dan sepenuhnya fokus kepada tugas kenabian dan kerasulan. Tidak seperti para nabi dan rasul sebelumnya yang diutus hanya terbatas untuk kaumnya, Nabi Muhammad diutus oleh Allah SWT untuk seluruh umat manusia (Q.S. Saba’ [34]: 280, dengan misi: membawa kebenaran (Q.S. Fathir[35]: 24), menjadi saksi (syahid), pemberi kabar gembira (basyir) dan peringatan (nadzir) (Q.S. Al-Ahzab [33]: 45), serta menjadi rahmat bagi seluruh alam (Q.S.Al-Anbiya [21]: 107).

Beliau merupakan tokoh dan pemimpin yang memiliki komitmen kuat menegakkan keadilan dan membebaskan masyarakat dari berbagai sistem dan struktur yang tidak adil. Beliau juga menjadi pemimpin terkemuka yang mampu mengartikulasikan kepentingan umat dan membumikan ajaran Islam yang hanif dan kaffah serta logis untuk memajukan masyarakat baik yang ada di Makkah, Madinah maupun sekitarnya di seluruh dimensi kehidupan.  

Keberhasilan Nabi Muhammad dalam mewujudkan misi mulia disebabkan kemuliaan akhlaknya. Allah SWT memujinya dengan firmannya: “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. (Q.S. Al-Qalam [64]:4). Siti Aisyah ditanya tentang akhlak Nabi, beliau menyatakan bahwa akhlak Nabi adalah sebagaimana dalam Al-Quran (Kaana khuluquhul qur’an)”.

Oleh karena itu, salah misi kenabian dan kerasulan beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak (innama bu'itstu liutammima makarimal akhlaq). Akhlak merupakan salah satu pondasi penting dalam ajaran Islam. Pepatah Arab menyatakan: Bahwa eksistensi sebuah bangsa tergantung akhlaknya, jika ia bagus, maka bangsa tersebut akan kuat dan jika rusak, maka runtuhlah bangsa tersebut (Wa innama umamul akhlaqu ma baqiyat wa in humu dzahabat akhlaquhum dzahabu). Dan akhlak inilah pulalah yang menjadi ukuran kesempurnaan iman seseorang, sebagaimana sabda Nabi:” Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya. Dan sebaik baik mereka adalah yang paling baik perlakuannya terhadap istri mereka”.

Kemuliaan akhlak Nabi Muhammad SAW ditunjukkan terhadap teman, sahabat, serta orang yang membenci dan menganiaya beliau. Bahkan  terhadap orang-orang yang menganiaya dan menyakitinya, beliau selalu mendoakan: “Ya Allah berikanlah mereka hidayah, karena mereka melakukan itu semua (hal yang tidak baik) disebabkan ketidaktahuan mereka”. Demikian pula kemulian akhlak beliau tunjukkan juga terhadap hewan dan lingkungan alam. Beliau juga pemimpin yang dekat dan tidak berjarak dengan umatnya dan beliau selalu lebih mengutamakan kepentingan umatnya dibandingkan kepentingan diri beliau.

Faktor keberhasilan yang lain adalah keteladannya (uswatun hasanah) beliau. Allah SWT memuji keteladanan Nabi Muhammad dalam firmannya: “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah” [Q.S. Al-ahzab (33):21].  

Keberhasilan Nabi Muhammad dalam membangun masyarakat dan peradaban manusia telah menempatkan beliau sebagai tokoh nomor satu sepanjang sejarah umat manusia (Michael H. Hart (2001). Oleh karena itu, mari jadikan Nabi Muhammad sebagai teladan terbaik dan utama dalam kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, lebih-lebih dalam suasana kehidupan bangsa dan negara Indonesia yang sedang tidak baik-baik seperti sekarang, Semoga Allah SWT senantiasa memberikan bimbingan dan hidayahnya kepada kita bersama,  menyelamatkan bangsa dan negara kita, serta menjadikannya negara yang aman dan damai (Rabbij'al hadzal balada Indonesia aaminanan muthmainnatan). Aamiin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement