Kamis 10 Jul 2025 16:12 WIB

Kapabilitas Inovasi dan Integritas Bangsa

Perlu langkah terstruktur, sistematis, dan masif memajukan karya ilmiah Indonesia.

Pekerja melakukan proses pengujian laboratorium di Cilacap, Jawa Tengah.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja melakukan proses pengujian laboratorium di Cilacap, Jawa Tengah.

Oleh : Badri Munir Sukoco; Guru Besar Manajemen Strategi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Direktur Sekolah Pascasarjana, Universitas Airlangga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan dan civitas akademika perguruan tinggi (PT) Indonesia patutlah berbangga dan berbahagia. Pertengahan bulan lalu, peringkat PT Indonesia pada Quacquarelli Symond (QS) World University Ranking meningkat, dengan UI berhasil masuk dalam jajaran Top 200 dunia (#189). Selanjutnya UGM (#224), ITB (#255), UNAIR (#287), dan IPB (#399). Kebijakan pemerintah yang mendorong PT berkelas dunia mulai menunjukkan hasilnya.

Sehari sebelumnya, Times Higher Education (THE) IMPACT juga mengumumkan pemeringkatan berdasarkan pada kontribusi PT terhadap sustainable development goals (SDGs). Tiga PT Indonesia bahkan masuk dalam Top 100 dunia, yakni UNAIR (#9), UI (#30), dan UGM (#82). PT elit Indonesia lainnya juga memiliki peringkat yang membanggakan. Kedua pemeringkatan ini meningkatkan optimisme akan kemampuan PT kita dalam mengembangkan SDM unggul dan meningkatkan kapabilitas berinovasi bangsa.

Belum selesai euforianya, kita dikejutkan oleh laporan terbaru research integrity risk index (RI2) yang menempatkan PT kita dalam daftar yang dipertanyakan integritasnya. Sebagai fakta, bagaimana kita harus memperbaiki integritas peneliti kita sekaligus berdampak pada peningkatan kapabilitas inovasi bangsa?

Kapabilitas Inovasi

Keun Lee (2019) menyampaikan bahwa menjadi negara maju membutuhkan kapabilitas inovasi yang tinggi, dan semuanya berawal dari riset. Saat ini, Indonesia masih menduduki #54 dunia untuk kapabilitas berinovasi berdasarkan Global Innovation Index (GII) yang dikeluarkan oleh World Intellectual Organization (WIPO). Di ASEAN, Singapura menempati peringkat teratas (#4), diikuti Malaysia (#33), Thailand (#41), Vietnam (#44), dan Filipina (#53).

Kemampuan bangsa dalam berinovasi meningkatkan kompleksitas ekonomi yang ada. Semakin kompleks produk yang dihasilkan, karena ada unsur sains dan teknologi di dalamnya berdasarkan hasil riset yang dilakukan, semakin makmurlah bangsa tersebut (Hausmann, 2011).  Peringkat Indonesia dalam GII 2024 ini juga tercermin dalam Economic Complexity Index yang dikeluarkan oleh Growth Lab dari Harvard.

Indonesia tidak pernah beranjak dari posisi 60-an dalam 20 tahun terakhir, bahkan tahun 2022 turun menjadi 77 dan naik 5 peringkat tahun 2023. Pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita kita hanya naik 6,45 kali lipat. Pada periode yang sama, Vietnam meningkat dari posisi 94 ke 53, dengan PDB per kapita meningkat lebih dari 11,68 kali lipat mendekati Indonesia (4,717 dolar AS).

Kinerja Riset ASEAN

Kajian Uslu (2020) menggunakan empat lembaga pemeringkatan global: QS, THE, ARWU (Academic Ranking World University (ARWU) dari Shanghai Jiao Tong University), dan URAP (University Ranking by Academic Performance) menunjukkan kontribusi reputasi riset mencapai 73,71 persen. Reputasi riset merupakan kombinasi dari produktivitas riset (jumlah publikasi), dampak riset (jumlah sitasi), dan reputasi akademik (peneliti dan institusinya).

Terkait produktivitas riset, pertumbuhan publikasi ilmiah Indonesia mencapai 28,79 persen per tahun pada periode 2015-2024. Tumbuh hingga 13,47 kali dibandingkan periode 2005-2014. Produktivitas riset Indonesia dalam 1 dekade terakhir tertinggi di ASEAN (416.227 publikasi), diikuti Malaysia (397.133), Singapura (260.429), Thailand (222.660), dan Vietnam (137.019).

Dampak riset diukur melalui jumlah sitasi yang diterima dari publikasi yang dihasilkan (FWCI – field weighted citation impact). Menariknya, Brunei Darussalam memiliki nilai tertinggi (2,18), diikuti Singapura (1,89), Vietnam (1,29), Malaysia (1,11), Thailand (1,02), dan Indonesia (0,84). Kondisi yang tidak mengherankan, mengingat peneliti Singapura mempublikasikan pada jurnal-jurnal bereputasi tinggi (top tier journals – top 10 persen by subject) mencapai 45,7 persen. Untuk Brunei mencapai 20,2 persen dari total publikasinya, Malaysia masih 15,4 persen, dan Indonesia baru mencapai 6,6 persen.

Untuk reputasi akademik, pada level institusi pemeringkatan global diatas telah mencerminkannya. Untuk level individu, Indonesia memiliki peneliti dengan h-index>50 sebanyak 4 orang. Singapura memiliki peneliti yang memiliki h-index>100 sebanyak 62 orang, dengan h-index tertingginya 221. Adapun Malaysia memiliki peneliti yang ber-h-index>100 sebanyak 11 orang dan 155 orang ber-h-index>50.

Integritas Riset ASEAN

Research Integrity Risk Index (RI2) dikembangkan oleh Prof. Lokman I Meho yang menjadi Chief University Librarian di American University of Beirut. Mendapatkan PhD dari University of North Carolina at Chapel Hill dan tenured dari Indiana University Bloomington, tentu kualitas publikasinya tidak diragukan.

RI2 disusun menggunakan 2 komponen, yakni retraction risk dan delisted journal risk. Retraction risk mengukur sejauh mana hasil riset yang dipublikasikan sebuah PT ditarik karena terindikasi fabrikasi (pemalsuan) data, plagiarisme, pelanggaran etika, memanipulasi proses review atau kepenulisan, maupun metodologi riset yang salah. Database yang digunakan cukup lengkap dan kredibel: Retraction Watch, Medline, dan Web of Science dan divalidasi dengan data dari Scival. Resiko ini dihitung berapa publikasi yang ditarik per 1.000 publikasi yang dihasilkan per PT.

Delisted journal risk mengukur seberapa banyak publikasi yang dihasilkan PT tertentu pada jurnal-jurnal yang dikeluarkan dari database Scopus atau Web of Science dikarenakan pelanggaran standar publikasi, editorial, maupun proses review. Secara umum, PT Singapura memiliki skor RI2 terendah di ASEAN, termasuk University of Philippines. PT yang memiliki skor >0,252 (red flag) terdapat 6 PT dari Malaysia, 5 PT dari Indonesia, Malaysia 6 PT, dan 1 PT dari Vietnam. Untuk yang beresiko tinggi, Malaysia juga diwakili 6 PT, 3 PT dari Indonesia, dan Vietnam serta Thailand masing-masing 2 PT.

Rekomendasi

Dalam beragam kesempatan, Presiden Prabowo Subianto menekankan pentingnya sains dan teknologi dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa. Untuk memiliki kapabilitas inovasi dan menghasilkan produk bernilai tambah tinggi, dibutuhkan riset-riset yang berkualitas. Nilai tambah tinggi inilah yang menumbuhkan perekonomian dan memfasilitasi Indonesia keluar dari middle income trap. Perlu langkah yang terstruktur, sistematis, dan masif agar karya ilmiah yang dihasilkan peneliti Indonesia memiliki reputasi riset yang baik. Bukan hanya terkait dengan produktivitas riset, namun juga dampak dari riset yang dihasilkan dan reputasi riset. Dalam konteks integritas riset, laporan RI2 dapat menjadi awalan bagi semua peneliti Indonesia untuk meningkatkannya.

Meskipun godaan pragmatisme senantiasa ada, namun martabat diri pribadi, institusi, maupun negara menjadi taruhannya. Dan tentunya riset yang bermanfaat berupa teknologi atau kebijakan yang menjadikan semua lini kehidupan bangsa menjadi lebih efektif, efisien, dan berdaya saing. Daya saing yang mampu meningkatkan kapabilitas inovasi bangsa mewujudkan Indonesia Maju 2045. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement