Jumat 27 Jun 2025 23:01 WIB

Fenomena Bitcoin: Dari Spekulasi Menuju Cadangan Strategis Negara

Bitcoin telah mengalami pergeseran peran signifikan.

Sebuah iklan Bitcoin, salah satu mata uang kripto, dipajang di sebuah gedung di Hong Kong, pada 18 November 2021. Rusia akan menggunakan bitcoin untuk transaksi luar negeri.
Foto: AP
Sebuah iklan Bitcoin, salah satu mata uang kripto, dipajang di sebuah gedung di Hong Kong, pada 18 November 2021. Rusia akan menggunakan bitcoin untuk transaksi luar negeri.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Anthony Leong, Pakar Digital; Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Bidang Sinergitas BUMN, Danantara dan BUMD.

Tren global menunjukkan Bitcoin telah mengalami pergeseran peran signifikan dari sekadar aset spekulatif menjadi bagian dari strategi keuangan korporasi dan negara. Peningkatan adopsi Bitcoin oleh perusahaan besar hingga lembaga keuangan internasional menjadi indikator bahwa era kripto sebagai “aset pinggiran” telah berakhir.

Jika dulu Bitcoin dianggap sebagai aset digital berisiko tinggi, kini ia sudah masuk ke dalam neraca keuangan perusahaan global bahkan dipertimbangkan sebagai cadangan negara. Seperti langkah Metaplanet, perusahaan pengembang hotel asal Jepang, yang pada awal tahun ini mengumumkan rencana akumulasi hingga 210.000 BTC atau setara dengan lebih dari 22 miliar dolar AS. Menariknya, harga saham Metaplanet melonjak lebih dari 8.000 persen dalam dua tahun terakhir sejak mengadopsi strategi treasury berbasis Bitcoin. Ini menjadi sinyal keras bahwa Bitcoin sedang naik kelas menjadi cadangan strategis untuk menghadapi inflasi dan ketidakpastian ekonomi.

Lebih dari 130 perusahaan publik global kini menyimpan Bitcoin sebagai bagian dari strategi keuangan mereka, termasuk nama-nama besar seperti MicroStrategy, Tesla, Galaxy Digital, dan Block Inc. Akumulasi ini bukan lagi langkah individual atau iseng, melainkan keputusan finansial yang berbasis analisis risiko dan prospek jangka panjang.

Dalam pengalaman saya, sinyal adopsi juga datang dari sektor keuangan konvensional. Salah satu contoh penting adalah BBVA Switzerland, yang baru-baru ini merekomendasikan klien kaya mereka untuk mengalokasikan 3 persen hingga 7 persen dari portofolio investasi ke aset kripto, terutama Bitcoin dan Ethereum. Ketika bank konservatif seperti BBVA sudah mulai bicara strategi kripto, kita sedang menyaksikan revolusi keuangan yang pelan tapi pasti.

Di balik fenomena Bitcoin kekuatan utama justru terletak pada teknologi blockchain yang menopang aset digital ini. Blockchain menghadirkan sistem pencatatan yang terdesentralisasi, transparan, dan tahan manipulasi, yang secara fundamental mengubah cara dunia memahami kepercayaan dalam transaksi digital. Dengan blockchain, kita bisa membangun sistem keuangan yang tidak bergantung pada otoritas tunggal, namun tetap aman dan akuntabel. Ini landasan dari ekonomi digital masa depan.

Keunggulan ini saya nilai menjadikan Bitcoin tidak hanya bernilai karena kelangkaannya, tetapi juga karena fondasi teknologinya yang kokoh dan terus berkembang. Tak hanya swasta, beberapa negara kini juga telah masuk ke ekosistem Bitcoin. El Salvador menjadi negara pertama yang menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi. 

Amerika Serikat, meskipun tidak mengakui Bitcoin sebagai alat pembayaran sah, kini tercatat menyimpan lebih dari 200.000 BTC hasil dari penyitaan hukum, menjadikannya salah satu pemegang institusional Bitcoin terbesar di dunia. Langkah El Salvador mungkin dianggap ekstrem, tapi jangan lupa Amerika Serikat diam-diam memegang Bitcoin dari proses hukum. Ini bukan kebetulan ini strategi.

Meski begitu risiko tetap ada. Volatilitas harga, ketidakpastian regulasi, serta keterbatasan edukasi publik menjadi tantangan yang tidak bisa diabaikan. Namun bagi pelaku ekonomi yang memiliki pemahaman dan strategi, Bitcoin kini bukan sekadar opsi melainkan bagian dari diversifikasi yang rasional. Bitcoin tidak cocok untuk semua orang. Tapi untuk yang punya pemahaman dan strategi, ia bukan lagi alternatif ia jadi keharusan.

Saat ini, Bitcoin diperdagangkan stabil di atas level 105.000 dolar AS meski dunia menghadapi ketegangan geopolitik dan pengetatan kebijakan moneter. Beberapa analis menyebut BTC sebagai “safe haven digital” karena mulai menunjukkan daya tahan seperti emas dalam kondisi ketidakpastian global.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement