Ahad 22 Jun 2025 23:39 WIB

Iran, The Empire Strikes Back

AS dan sekutu Baratnya tak siap menghadapi multipolaritas dunia, khususnya Paman Sam.

Inspeksi militer Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Mohammad Hossein Bagheri dan Komandan Pasukan Dirgantara IRGC Brigjen Amir Ali Hajizadeh menginspeksi rudal-rudal dengan mobil komano.
Foto: X
Inspeksi militer Kepala Staf Angkatan Bersenjata Iran Mayjen Mohammad Hossein Bagheri dan Komandan Pasukan Dirgantara IRGC Brigjen Amir Ali Hajizadeh menginspeksi rudal-rudal dengan mobil komano.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Sugeng Budiharsono dan Lalu Niqman Zahir*

Ini bukan membahas salah satu episode film Star Wars. Tetapi ini tentang pembalasan Iran kepada Israel, yang telah menyerang negeri Mullah tersebut pada Jumat (13/6/2025). Israel menyerang Iran dengan alasan yang dibuat-buat, yaitu mencegah negeri tersebut untuk memproduksi bom nuklir yang akan membahayakan keamanan dan stabilitas kawasan Timur Tengah.

Baca Juga

Padahal yang seringkali merusak keamanan dan stabilitas kawasan Timur Tengah adalah Israel sendiri, dan Iran belum terbukti sedang memperkaya uranium untuk membuat bom nuklir. Para pengamat Barat meyakini bahwa serangan Israel pada hari Jumat yang telah membunuh salah satu pimpinan IRGC dan merusak sejumlah instalasi militer telah melemahkan Iran.

Namun yang terjadi malah sebaliknya. Balasan Iran sejak hari Jumat sampai hari Senin telah meluluhlantakan kota-kota Palestina yang diduduki Israel seperti Tel Aviv dan Haifa.

Barat telah memandang sebelah mata terhadap kemampuan bangsa Iran. Walaupun telah diberikan sanksi yang berat, ketat dan telah berlangsung bertahun-tahun, akibat program nuklirnya. Namun Iran telah menunjukkan kemampuan yang sebenarnya. Iran yang dulunya dijuluki Persia adalah bangsa yang besar dan tangguh. Dan wilayah kekuasaan kekaisaran Persia membentang luas, sejak berdiri pada 500 tahun sebelum masehi.

Serangan balik Iran yang telah menghancurkan Israel, juga merupakan panggung pertunjukan bagi Iran. Iran telah mampu mengembangkan alutsistanya, sehingga menjadi negara yang mandiri secara militer. Juga menunjukkan bahwa Iran merupakan negara yang memiliki kekuatan militer yang tangguh di Timur Tengah.

Implikasinya secara geopolitik, Iran merupakan polar baru yang perlu diperhitungkan Barat di Timur Tengah. Moncernya pengaruh geopolitik Iran di Timur Tengah inilah yang membuat kecemburuan proksi Barat, yaitu Israel.

Israel selama puluhan tahun dikenal memiliki kemampuan militer yang hebat. Sehingga ditakuti oleh tetangga negara-negara Arabnya. Namun akibat perang di Gaza, telah sirna mitos dan kekuatannya. Tentara IDF yang dikenal bak Superman, dibuat ketakutan okeh milisi Al-Qasam.

Alutsista Israel yang hebat, seperti Merkava dapat mudah dihancurkan oleh senjata produksi UMK, Yasin 105. Demikian juga Iron Dome dibuat mainan oleh roket-roket buatan home industry. Sehingga Israel tidak mampu mengalahkan Gaza dalam waktu singkat, bahkan sampai hampir dua tahun Gaza tetap survive.

Kondisi tersebut membuat Israel frustrasi. Sehingga Israel semakin brutal menyerang Gaza dan tidak memandang bulu sipil atau militer, laki-laki ataupun perempuan dan anak-anak. Akibatnya puluhan ribu penduduk Gaza telah tewas dan 100 ribu terluka, yang 70 persen diantaranya adalah perempuan dan anak-anak.

Sehingga Amnesti Internasional (2024) dan University Network on Human Right (2024) di Amerika juga menyatakan Israel melakukan genosida. Bahkan International Court of Justice telah menetapkan PM Benjamin Netanyahu dan petinggi militernya sebagai penjahat perang.

Perubahan geopolitik yang drastis bagi Israel dan semakin kuatnya peran Iran beserta proksi-proksinya tentu sangat mengkhawatirkan posisi Amerika Serikat (AS) dan sekutu Baratnya di Timur Tengah. Jadi penyerangan Israel ke Iran adalah atas restu dan didukung AS dan sekutu Baratnya, walaupun secara verbal mereka menyangkalnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement