Senin 02 Jun 2025 10:02 WIB

Utang Prabowo Lunas, Indonesia Naik Kelas

Prabowo menjanjikan pembentukan Badan Pengembangan Ekonomi Syariah (BPES).

Presiden RI Prabowo Subianto di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025) petang WIB.
Foto: Tim Media Presiden Prabowo
Presiden RI Prabowo Subianto di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Sabtu (17/5/2025) petang WIB.

Oleh : Iwan Rudi Saktiawan, Pengamat Ekonomi Syariah CIRBD 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski seorang presiden, dan sebelumnya adalah pengusaha kaya raya, ternyata Prabowo punya utang. Namun utang yang dimaksud bukanlah uang atau harta, namun utang janji. Prabowo berutang janji untuk melakukan transformasi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menjadi Badan Pengembangan Ekonomi Syariah (BPES). Hal tersebut disampaikan KH Ma’ruf Amin, dalam acara Indonesia Sharia Forum (ISF) (26/5/205).

Sedemikian strategisnya utang tersebut, sampai-sampai KH Ma’ruf menagihnya di atas mimbar dalam sebuah forum. Seberapa penting sich ekonomi syariah (Eksyar) itu?  Untuk menjawabnya, akan kita awali dengan mencermati beberapa permasalahan besar bangsa kita, yakni kemiskinan dan korupsi.

Kemiskinan masih merupakan permasalahan besar bangsa Indonesia. Bila merujuk data dari Biro Pusat Statistik (BPS), dalam sepuluh tahun terakhir memang terjadi penurunan jumlah penduduk miskin. Pada September 2014 jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen dari total populasi) menjadi 24,06 juta jiwa per September 2024 (8,57 persen). Namun bila merujuk perhitungan Bank Dunia, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi. Bank Dunia, dalam laporannya yang berjudul “Macro Poverty Outlook”, menyatakan bahwa 60,3 persen warga Indonesia atau sebanyak 171,8 juta orang, masih hidup di bawah garis kemiskinan pada 2024.

Selain itu, meskipun metode BPS yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan, masih banyak penduduk Indonesia yang rentan untuk menjadi miskin. Merujuk data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), per tahun 2023, ada sekitar 78 juta orang Indonesia yang termasuk kategori rentan miskin. Golongan ini disebut rentan miskin karena ketika sedikit saja ada gejolak perekonomian, dapat menjadikan mereka jatuh ke bawah garis kemiskinan. Bila kondisi itu terjadi maka total masyarakat miskin menjadi 103,9 juta jiwa. Angka ini diperoleh setelah ditambahkan dengan data BPS per Maret 2023, ada 25,9 juta penduduk miskin di Indonesia.

Eksyar diakui sebagai solusi kemiskinan, misalnya tercermin dari judul berita yang dimuat di kemenkeu.go.di (26/5/2025) “Menkeu : Ekonomi dan Keuangan Syariah Bagian Solusi Kemiskinan.”  Berita tersebut adalah reportase atas sambutan Menteri Keuangan, dalam sebuah acara yang diselenggarakan di Markas Besar Bank Dunia, Washington, DC pada tanggal 22 Mei 2025.

Dalam Eksyar, terdapat keuangan sosial yang terdiri dari zakat, infaq, dan lain-lain. Dana-dana tersebut dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan. Namun dalam Eksyar, yang mengentaskan kemiskinan bukan hanya  keuangan sosialnya saja. Hal ini misalnya dapat dilihat dari hasil kajian yang berjudul “Can the integration between Islamic social finance and Islamic commercial finance tackle poverty in Indonesia?” (Siswantoro, 2023). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keuangan sosial, keuangan komersial dan blended keuangan sosial – komersial syariah memberikan dampak significant terhadap pengurangan kemiskinan secara jangka panjang.

Keuangan komersial syariah secara signifikan bisa mengentaskan kemiskinan, karena dalam keuangan komersial syariah, selain ada value (sistem nilai) berbagi juga ada value tidak boleh memiskinkan/merugikan orang lain.  Hal ini diantaranya dapat dilihat pada buku Economics of Islam karya M.N. Siddiqi (2001). Buku ini adalah salah satu karya klasik dalam ekonomi Islam yang menguraikan prinsip-prinsip dasar, tujuan, dan mekanisme ekonomi Islam. Siddiqi secara ekstensif membahas tentang keadilan distributif, larangan riba, gharar (tidak jelas atau tidak transparan), dan maisir (judi atau spekulatif) sebagai bagian integral dari sistem ekonomi Islam yang bertujuan untuk mencegah kerugian dan eksploitasi. Buku-buku sejenis bisa dibaca yang merupakan karya Ekonom syariah dunia seperti M. Umar Chapra, M. Kahf, dan lain-lain.

Buku-buku dan hasil-hasil kajian yang ada, secara konsisten menunjukkan bahwa prinsip-prinsip Eksyar secara intrinsik didasarkan pada etika dan moralitas yang melarang praktik-praktik yang merugikan orang lain, mendorong keadilan dan kesejahteraan bersama.

Permasalah besar di Indonesia lainnya adalah korupsi. Bahkan sangat dimungkinkan bahwa masalah kemiskinan di Indonesia, salah satu penyebab utamanya adalah praktik korupsi. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2024 adalah 99 dari 180 negara, dengan skor 37. Artinya tingkat korupsi di Indonesia meningkat karena pada tahun 2023 skornya adalah 34.   Indeks tersebut menunjukkan betapa parahnya tingkat korupsi Indonesia. Sedemikian parahnya korupsi di Indonesia, total nominal dana dari 11 megakorupsinya mencapai sekitar 44 persen APBN 2025 atau Rp 1.598,17 T. Angka tersebut merujuk laman kontan.com (28/02/2025) dalam artikel 11 Megakorupsi dalam Klasemen Liga Korupsi Indonesia.

Untuk mengatasi itu, selain sistem hukum untuk mencegah dan mengatasi korupsi, kita butuh sistem ekonomi yang ter-install di dalamnya value anti korupsi. Pada sistem ekonomi mainstream saat ini, sebut saja sebagai sistem konvensional, value anti korupsi adalah hal yang terpisah. Hal ini berbeda dengan Eksyar, yang bersenyawa di dalamnya value anti korupsi dan anti mendapatkan keuntungan secara ilegal. Misalnya dapat kita lihat dari buku klasik ekonomi syariah, The Future of Economics: An Islamic Perspective (M.U. Chapra, 2000). Dalam buku itu dinyatakan bahwa sistem ekonomi syariah, melalui penekanannya pada keadilan, transparansi, dan akuntabilitas, secara inheren menyediakan benteng yang kuat terhadap korupsi dan keuntungan ilegal.

Dengan adanya value pada sebuah sistem ekonomi, maka tidak heran bila saat ini banyak kajian yang menyatakan bahwa Eksyar, secara praktik dapat mencegah adanya korupsi. Hal ini misalnya dalam buku Islamic Finance: Ethics, Concepts and Practice (Al-Omar, F. A., & Saghir, N. J.,2012). Di buku tersebut, ada temuan bahwa sistem keuangan syariah dapat berkontribusi dalam mengurangi korupsi.

 Selain mengatasi beberapa masalah strategis ekonomi Indonesia, Eksyar juga merupakan peluang bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.  Pada laman infobanknews.com (30/05/2025) dalam artikel yang ditulis oleh salah satu direktur OJK, Budi Setiawan Utomo, disebutkan bahwa secara global, Eksyar kini bukan lagi sekadar jalur alternatif dalam perekonomian, namun sudah mulai sebagai arus utama.

Aset keuangan syariah dunia kini bernilai lebih dari USD3,25 triliun. Sementara, konsumsi produk halal dunia mencapai USD2,29 triliun dan akan melonjak jadi USD2,8 triliun pada 2025. Sedemikian prospektifnya Eksyar, bahkan Budi menyatakan bahwa Eksyar kini bukan lagi sekadar pasar, namun panggung kontestasi supremasi ekonomi masa depan.

Eksyar sebagai solusi dan peluang bukan hanya untuk kaum muslimin saja, namun untuk semua kalangan dari beragam agama. Eksyar sudah dijalankan di indonesia, namun dampaknya masih belum terasa karena karena belum menjadi arus utama. Sebagai contoh, merujuk data OJK, market share perbankan syariah pada akhir 2024 hanya sebesar 7,72 persen. Demikian pula dengan penghimpunan zakat dan wakaf uang yang masih sedikit. Merujuk data dari Outlook Zakat Indonesia 2025 Baznas, potensi zakat di tahun 2023 adalah Rp 327  M namun baru terhimpun sebesar Rp 31,2 T (9,54 persen).  Hal yang sama ada pada wakaf uang. Merujuk data BWI, potensi wakaf uang mencapai Rp 130 T, namun realisasinya baru mencapai Rp2,2 T di tahun 2023.

Disinilah urgensinya KNEKS bertransformasi menjadi BPES.  Dengan menjadi badan, kelembagaannya lebih kuat dibandingkan berbentuk komite, diantaranya karena memiliki otonomi anggaran yang kuat, tidak menginduk pada salah satu kementerian.  Dengan posisi yang lebih kuat, maka target pencapaian zakat dan wakaf uang akan lebih mungkin tercapai. Hal tersebut akan berdampak pada terhimpunnya lebih banyak dana untuk pengentasan kemiskinan. Selain itu, dengan bertransformasi menjadi BPES, value anti korupsi dan value anti merugikan orang lain akan tersebar lebih luas. Dengan demikian, maka korupsi akan menjadi sedikit, kemiskinan terselesaikan serta share market Indonesia di industri halal global akan lebih besar. Kesimpulannya, dengan lunasnya utang Prabowo,  yakni mentransformasi KNEKS menjadi BPES, maka akan menjadikan Indonesia naik kelas menuju Indonesia Emas!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement