Senin 31 Mar 2025 04:03 WIB

Ramadhan dan Kesucian Diri

Ramadhan jadi momentum meningkatkan kapasitas diri.

Sejumlah warga mengunjungi lokasi Tumbilotohe atau malam pasang lampu di Lapangan Taruna Remaja, Kota Gorontalo, Gorontalo, Rabu (26/3/2025). Pemerintah daerah setempat menggelar Festival Green Tumbilotohe yang dilakukan pada malam ke 27 bulan Ramadhan menampilkan pawai obor, lampu tohetutu, padamala hingga lampu botol dengan menggunakan bahan bakar minyak kelapa.
Foto: ANTARA FOTO/Adiwinata Solihin
Sejumlah warga mengunjungi lokasi Tumbilotohe atau malam pasang lampu di Lapangan Taruna Remaja, Kota Gorontalo, Gorontalo, Rabu (26/3/2025). Pemerintah daerah setempat menggelar Festival Green Tumbilotohe yang dilakukan pada malam ke 27 bulan Ramadhan menampilkan pawai obor, lampu tohetutu, padamala hingga lampu botol dengan menggunakan bahan bakar minyak kelapa.

Oleh: Nanang Sumanang, guru Sekolah Indonesia Davao-Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Adalah salah satu sifat waktu yang dapat melenakan manusia, yaitu akan terasa cepat berlalu apabila sudah dilalui, dan terasa masih lama apabila masih akan dihadapinya.

Baca Juga

Seperti puasa di bulan Ramadhan tahun ini yang sudah memasuki masa masa akhir, perasaan baru kemarin kaum muslimin mengadakan Tarhiban penyambutan bulan Ramadhan, dan ucapan-ucapan Marhaban ya syahru Ramadhan, Marhaban syahru Shiyami, Marhaban ya syahru Ghufron berseliweran di group group whatsapp atau media sosial lainnya.

Di Davao City, Filipina, masyarakat muslimnya biasa menggunakan istilah Istiqbaalan sebagai pengganti Tarhiban, dan Ahlan wa Sahlan selain kata Marhaban. Secara tradisi, baik Tarhiban muupun Istiqbaalan adalah kegiatan masyarakat muslim mempersiapkan diri dalam menyambut bulan Ramadhan. Persiapan ini dimaksudkan untuk mengkondisikan spiritual, intelektual, mental, moral, dan fisik kita dalam menyambut bulan Ramadhan.

Pengkondisian penyambutan bulan Ramadhan ini biasanya diisi dengan pemberian motivasi dan keutamaan keutamaan bulan Ramadhan, tanya jawab yang berhubungan dengan puasa, yang biasanya diasuh oleh orang yang mempunyai kompetensi dan otoritas dalam bidang keagamaan, atau persiapan fisik lainnya seperti membersihkan diri, rumah, serta kuburan orang tua atau leluhur dan sebagainya.

Berbeda dengan kata Istiqbaalan yang berasal dari kata Qa-ba-la yang berarti sebelum dan Ahlan wa Sahlan dari kata Ahlun dan Sahlun yang berarti keluarga dan saudara, Ahlan wa Sahlan mengandung arti bahwa tamu yang datang akan diberlakukan sebagai saudara, dan akan diberikan kemudahan selama bertamu oleh tuan rumah akan kami jadikan seperti saudara dan akan kami berikan kemudahan, sementara kata Tarhiban dan Marhaban berasal dari kata Ra-ha-ba yang berarti dataran yang sangat luas, dimana dulu para pedagang bangsa Arab yang membawa barang dagangannya bisa beristirahat untuk memepersiapkan perjalanan selanjutnya.

Kegiatan perdagangan yang melintasi antar negara, seperti direkam dalam surat al-Quraisy yang menceritakan perjalanan perdagangan bangsa Quraisy ketika musim dingin mereka berdagang ke negara Yaman (selatan), dan ketika musim panas mereka berdagang ke negara Syam (utara), memerlukan ketahanan fisik yang kuat. Selain waktu tempuh yang lama, cuaca, dan medan yang berat, serta faktor keamanan membuat mereka harus mempersiapkan diri agar kondisinya fit kembali untuk melanjutkan perjalanannya, dan biasanya mereka akan beristirahan di tanah yang luas (Rahbah).

Arti kata Rahbah kemudian berkembang dari tanah lapang untuk istirahat dan mempersiapkan diri untuk melanjutkan perjalanan kembali menjadi bengkel, tempat memperbaiki sesuatu.

Ketika kata marhaban digandengkan dengan kata Ramadhan, maka sesungguhnya bulan Ramadhan menjadi “bengkel” bagi umat manusia untuk mengistirahatkan diri dari hiruk pikuk dunia yang melalaikan, merenung segala kealfaan diri dan niat yang kuat untuk memperbaikinya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement