REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Syafruddin Karimi, Departemen Ekonomi Universitas Andalas
Pasar keuangan Indonesia menunjukkan tanda-tanda stabilitas dalam sepekan terakhir, mencerminkan respons positif terhadap berbagai faktor global dan domestik. Beberapa indikator utama mendukung perbaikan ini, termasuk kebijakan moneter global, langkah strategis Bank Indonesia, optimisme terhadap hilirisasi industri, serta komunikasi aktif pemerintah dengan pelaku usaha. Meskipun stabilitas ini terlihat menggembirakan, pertanyaan mendasar tetap muncul: Apakah ini mencerminkan momentum nyata untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, atau hanya stabilitas sementara yang masih rentan terhadap berbagai risiko?
Kebijakan Dovish The Fed dan Aliran Modal Masuk
Perubahan kebijakan moneter global menjadi salah satu pendorong utama stabilitas pasar keuangan Indonesia. Federal Reserve mengisyaratkan pendekatan dovish terhadap suku bunga, membuka peluang pemangkasan dalam beberapa bulan ke depan. Pelemahan dolar AS akibat ekspektasi kebijakan ini mendorong arus modal masuk ke pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Data terbaru menunjukkan net buy investor asing mencapai Rp 8,99 triliun dalam sepekan terakhir, mengindikasikan pemulihan kepercayaan terhadap aset keuangan Indonesia. Investor global mulai melihat potensi keuntungan lebih besar di pasar negara berkembang dibandingkan dengan aset di negara maju yang saat ini menawarkan imbal hasil lebih rendah.
Namun, stabilitas ini masih bersifat spekulatif. Investor asing merespons sinyal kebijakan global, tetapi kepercayaan jangka panjang mereka tetap bergantung pada stabilitas ekonomi domestik. Jika pemerintah gagal menciptakan lingkungan investasi yang lebih kondusif, arus modal yang masuk saat ini bisa sewaktu-waktu berbalik arah.
Bank Indonesia dan Stabilitas Rupiah
Bank Indonesia memainkan peran kunci dalam menjaga stabilitas rupiah. Dengan intervensi aktif di pasar valas, BI berhasil menahan volatilitas rupiah di kisaran Rp 16.300 per dolar AS. Stabilitas nilai tukar menjadi faktor penting dalam menarik kembali investor ke pasar saham dan obligasi Indonesia.
Kebijakan moneter BI yang cermat menjaga keseimbangan antara inflasi, nilai tukar, dan suku bunga domestik. Keputusan BI untuk tetap bersikap proaktif dalam menghadapi volatilitas global menunjukkan komitmen terhadap kestabilan ekonomi jangka panjang. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam menghadapi potensi capital outflow jika kebijakan global berubah secara tiba-tiba.
Optimisme terhadap Hilirisasi dan Investasi
Pemerintah terus mendorong hilirisasi industri dan investasi infrastruktur sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Sektor pertambangan, energi, dan manufaktur menjadi fokus utama dalam strategi ini.
Investor mulai melihat peluang besar di sektor-sektor ini, meskipun target pertumbuhan ekonomi 8% masih dianggap ambisius. Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan hilirisasi tidak hanya menarik di atas kertas, tetapi benar-benar memberikan manfaat nyata bagi industri dan masyarakat. Regulasi yang jelas, insentif fiskal yang menarik, serta kepastian hukum sangat dibutuhkan untuk menjaga optimisme ini tetap hidup.
Tanpa strategi yang tepat, hilirisasi bisa menjadi retorika tanpa dampak nyata terhadap penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi. Dunia usaha memerlukan bukti konkret bahwa investasi di sektor ini tidak akan terganggu oleh ketidakpastian regulasi atau kebijakan yang berubah-ubah.
Pemerintah dan Strategi Membangun Kepercayaan Pasar
Langkah pemerintah dalam mengumpulkan para konglomerat dan emiten besar berhasil memberikan sinyal stabilitas kepada pasar. Presiden Prabowo bertemu dengan sembilan taipan besar, sementara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumpulkan para pemimpin bisnis untuk membahas kondisi ekonomi nasional.
Pertemuan ini menunjukkan bahwa pemerintah memahami pentingnya peran dunia usaha dalam menjaga keseimbangan ekonomi. Kebijakan ekonomi yang diputuskan tidak akan dibuat secara tiba-tiba tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap pelaku bisnis dan investor.
Selain itu, OJK mengarahkan perusahaan besar agar tidak melakukan aksi jual besar-besaran di pasar saham. Langkah ini membantu menekan volatilitas pasar modal dan menjaga sentimen positif investor. Dengan memastikan bahwa emiten-emiten besar tetap mempertahankan posisi mereka, pemerintah berusaha menciptakan stabilitas yang lebih berkelanjutan.
Namun, pertemuan-pertemuan ini harus diikuti oleh aksi nyata dalam bentuk kebijakan ekonomi yang konsisten dan dapat dipercaya. Dunia usaha dan investor tidak cukup puas dengan komunikasi simbolis; mereka menginginkan regulasi yang jelas, kebijakan yang konsisten, dan kepastian hukum yang terjamin.
Apakah Stabilitas Ini Akan Bertahan?
Meskipun berbagai langkah telah diambil untuk menenangkan pasar, tantangan besar tetap ada. Beberapa faktor yang bisa menggoyahkan stabilitas ini di antaranya:
1. Ketidakpastian global – Jika Federal Reserve berubah haluan dan kembali menaikkan suku bunga, arus modal asing bisa kembali keluar dari Indonesia.
2. Inflasi domestik – Jika harga bahan pokok naik akibat berbagai faktor, daya beli masyarakat bisa melemah, menghambat pertumbuhan ekonomi.
3. Efektivitas kebijakan hilirisasi – Jika strategi hilirisasi tidak dieksekusi dengan baik, sektor industri tidak akan tumbuh sesuai harapan.
4. Kepercayaan terhadap regulasi – Jika investor merasa regulasi di Indonesia masih berubah-ubah, mereka akan ragu untuk menanamkan modal jangka panjang.
Langkah pemerintah dalam menciptakan stabilitas harus lebih dari sekadar pertemuan dengan para konglomerat. Diperlukan kebijakan konkret untuk menciptakan lingkungan investasi yang stabil, mendorong pertumbuhan industri, serta memastikan daya beli masyarakat tetap kuat.
Kesimpulan: Stabilitas Pasar, Momentum Nyata atau Ilusi Sementara?
Pasar keuangan Indonesia menunjukkan ketahanan yang lebih baik dibandingkan pekan sebelumnya. Faktor utama di balik stabilitas ini mencakup kebijakan dovish The Fed, intervensi Bank Indonesia, optimisme terhadap hilirisasi, serta komunikasi aktif pemerintah dengan dunia usaha.
Namun, tantangan besar masih menghadang. Stabilitas ini bisa menjadi momentum nyata jika pemerintah mampu menerjemahkan strategi ekonomi ke dalam kebijakan konkret yang mendukung investasi dan pertumbuhan ekonomi.
Sebaliknya, jika hanya menjadi stabilitas sementara yang rapuh, pasar bisa kembali mengalami tekanan dalam waktu dekat.
Saat ini, yang dibutuhkan bukan hanya sinyal positif, tetapi tindakan nyata yang memastikan stabilitas ini benar-benar menjadi fondasi bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa depan.