Rabu 23 Oct 2024 14:40 WIB

Realisasi Startup Business dengan Produk Perbankan Syariah

Sistem bagi hasil syariah yang berbasis keuntungan, startup dapat berkembang.

Ilustrasi Inovasi Wakaf
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Inovasi Wakaf

Oleh : Shafety Nurwana, Mahasiswi Manajemen Bisnis Syariah, Institut Agama Islam Tazkia

REPUBLIKA.CO.ID, Memasuki era digitalisasi ini, usaha startup mengalami pertumbuhan yang semakin pesat. Indonesia mulai dipenuhi dengan segala macam usaha rintisan lokal, mulai dari bidang pendidikan, bidang e-commerce, hingga bidang online shop. Para pengusaha berlomba-lomba mengembangkan usaha rintisannya. Namun, persaingan ketat di tengah maraknya jenis usaha startup, membuat keterbatasan modal seringkali menjadi kendala besar bagi para pengusaha. Sebagian besar pengusaha startup kesulitan mendapatkan pendanaan dari lembaga keuangan konvensional, karena startup di Indonesia dianggap belum bankable, terlebih jika mereka meminjam dana di lembaga keuangan konvensional ada unsur interest rate yang harus mereka bayar sebagai syarat peminjaman dananya.

Berdasarkan problem seputar pengembangan bisnis startup tersebut, kerjasama bagi hasil dalam perbankan syariah bisa menjadi solusi alternatif menarik yang tidak hanya memberikan modal, tetapi juga mendorong pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan. Hal ini penting untuk diketahui oleh masyarakat khususnya para penguasaha startup agar mendorong keberlanjutan bisnis startup berbasis syariah di masa depan.

Baca Juga

Membahas seputar kerjasama secara syariah, erat kaitannya dengan produk bagi hasil perbankan syariah, yakni akad Mudharabah dan akad Musyarakah. Akad Mudharabah adalah akad kerjasama antara kedua belah pihak, di mana salah satu pihak mengeluarkan sejumlah modal usaha, dan pihak lainnya bertugas mengelola modal tersebut untuk realisasi usaha kerjasama yang akan dijalankan. Kemudian laba dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan nisbah kesepakatan, dan risiko kerugian ditanggung oleh investor atau pemilik modal.

Sedangkan, akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha. Dalam konsep akad Musyarakah ini terdapat ketentuan laba dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional. Kedua akad bagi hasil ini telah sesuai dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) 77 Tahun 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) Nomor 117/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi.

Meneliti akad Mudharabah dan Musyarakah secara signifikan, bisa menjadi peluang besar untuk realisasi keberlanjutan usaha start-up. Sebagai contoh, implementasi dari akad Mudharabah adalah integrasi wakaf uang dengan lembaga keuangan syariah dan startup melalui akad-akad syariah seperti Mudharabah (kemitraan modal) dan Musyarakah (kemitraan usaha). Wakaf uang memiliki potensi yang besar di Indonesia dengan nilai yang diperkirakan mencapai Rp 188 triliun per tahun. Wakaf ini dapat dioptimalkan sebagai sumber modal produktif untuk mendukung perusahaan startup yang unbankable.

Mekanisme implementasi akad Mudharabah melalui wakaf uang untuk perusahaan startup adalah dengan cara seorang nazir (pengelola wakaf) mengumpulkan dana wakaf melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) menggunakan sistem crowdfunding, lalu dana tersebut dapat diinvestasikan langsung ke startup atau melalui lembaga keuangan syariah seperti LKMS/KSPPS. Kemudian keuntungan dari kerjasama tersebut dibagikan sesuai rasio penyertaan modal berdasarkan ketentuan yang ada dalam akad Mudharabah.

Dalam perspektif fiqh muamalah, penggunaan wakaf uang sebagai modal startup diperbolehkan dalam syariah dengan syarat nazir (pengelola wakaf) harus melakukan analisis kelayakan bisnis dan mitigasi risiko sebelum berinvestasi. Semua rukun dan syarat wakaf, seperti adanya wakif, mauquf, nazir, dan mauquf ‘alaih, harus terpenuhi. Nazir wakaf dianjurkan untuk mempertimbangkan sektor startup karena memang potensinya yang besar dalam memberikan manfaat ekonomi secara luas.

Selain bagi hasil kemitraan modal melalui wakaf uang, masih banyak cara menerapkan produk perbankan syariah ke dalam bisnis startup, karena pada hakikatnya kerjasama secara syariah selalu dipermudah seluruh syarat dan prosesnya. Adanya wakaf uang yang dimiliki Indonesia menjadi bukti nyata bahwa realisasi startup dengan produk perbankan syariah memiliki peluang besar untuk dikembangkan, agar memberi manfaat bagi keberlanjutan ekonomi dalam kancah nasional, bahkan internasional. Dengan sistem bagi hasil syariah yang berbasis keuntungan, startup dapat berkembang dengan penuh keberkahan dalam prosesnya dan tanpa harus terbebani oleh biaya tambahan seperti bunga yang ada di bank konvensional. Karena faktanya, perbankan syariah menawarkan peluang yang lebih menjanjikan untuk perkembangan bisnis startup. Sehingga, manifesting para pengusaha startup akan benar-benar terealisasi.

 

Referensi

Zaenal, A. (2021). Akad Mudharabah (Peyaluran Dana dengan Prinsip Bagi Hasil. Indramayu, Jawa Barat: Penerbit Adab.

Kholid, H., & Nurul K., R. (2022). Tinjauan Fikih Muamalah Terhadap Wakaf Uang sebagai Modal Pendanaan . Al-Mizan. Retrieved from https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/almizan/article/download/622/301

Nafik H. R. , M. (2018). FinTech Waqaf: Solusi Permodalan Perusahaan. Repository Unair. Retrieved from https://repository.unair.ac.id/113298/1/M%20Nafik%20Hadi%20R_Karil307_.pdf

Nurzianti, R. (2021, Juni). Revolusi Lembaga Keuangan Syariah dalam Teknologi dan Kolaborasi Fintech. Jurnal Inovasi Penelitian. Retrieved from https://encr.pw/Mz19S 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement