Oleh : Muhammad Muchlas Rowi*
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari sekian daftar program quick win yang telah disusun dan disingkronkan dengan Kementrian Keuangan, setidaknya ada tiga program [makan gizi gratis, renovasi sekolah, dan sekolah unggulan terintegrasi] yang berhubungan langsung dengan isu pendidikan. Dari situ, Prabowo- Gibran terlihat ingin memberi sinyal baik kepada jajarannya, maupun publik, akan pentingnya persoalan ini.
Tidak saja untuk membangun kepercayaan publik, namun juga mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mendukung kebijakan yang lebih luas. Tujuan lainnya, tentu saja meningkatkan kualitas pendidikan yang tergambar setidakya dalam peringkat PISA kita. Dalam jangka panjang, tentu saja ini terkait dengan keterserapan lulusan sekolah dan perguruan tinggi di dunia kerja.
Selain beberapa program yang tertera dalam quick win tersebut, pendidikan di era Prabowo-Gibran juga diharuskan menyesuaikan dengan perkembangan kecerdasan buatan [artificial intelligence]. Kita tahu saat ini, AI dalam dunia pendidikan semakin pesat dan dampaknya telah dirasakan di berbagai negara. Teknologi ini membawa perubahan signifikan dalam cara murid belajar dan guru mengajar.
Meski muncul juga beberapa kekhawatiran terkait perkembangan Ai ini di bidang pendidikan. Seperti ketergantungan, plagiarisme dan kecurangan. Kekhawatiran ini penting jadi catatan, tapi fokus utamanya bukan menolak AI, namun bagaimana kita bisa mengintegrasikan AI dalam pendidikan. Karena AI jelas menawarkan peluang besar bagi guru dan murid, termasuk memudahkan administrasi dan personalisasi pembelajaran di sekolah. Karena itu, alih-alih menolak perubahan, guru dan pendidik harus mengeksplorasi bagaimana teknologi ini dapat memperkaya proses pengajaran dan pembelajaran.
Kecerdasan buatan dalam Pendidikan
Kecerdasan buatan adalah teknologi yang berkembang pesat dan telah mempengaruhi berbagai sektor, termasuk pendidikan. Dalam konteks pendidikan, AI membantu berbagai cara yang sebelumnya dianggap mustahil. AI bisa mempermudah tugas-tugas rutin yang memakan waktu, seperti perencanaan pelajaran, penilaian, dan administrasi.
Berbeda dengan alat pengajaran tradisional, AI memungkinkan pengajaran yang lebih dinamis dan personal. Sistem AI dapat menyesuaikan materi pelajaran untuk setiap siswa berdasarkan kebutuhan unik mereka, menciptakan pengalaman belajar yang lebih terarah dan mendalam. AI juga memiliki kemampuan untuk mengolah data secara real-time, yang memungkinkan guru untuk lebih cepat memahami dan merespons perkembangan belajar siswa.
Squirrel AI yang berkembang di Tiongkok bisa jadi contoh, bagaimana kecerdasan buatan bisa mendorong pendekatan yang inovatf dalam pembelajaran adaptif. Dikembangkan perusahaan Yixue Education, Squirrel AI menggunakan kecerdasan buatan untuk memberikan pembelajaran yang dipersonalisasi kepada siswa, terutama dalam mata pelajaran seperti matematika, bahasa Inggris, dan sains. Teknologi ini berfokus pada menyesuaikan materi dan metode pengajaran sesuai dengan kebutuhan, gaya belajar, dan kemampuan masing-masing siswa.
Squirrel AI memanfaatkan algoritma adaptif dan analisis data besar untuk mempersonalisasi setiap pengalaman belajar siswa. Teknologi ini menganalisis kinerja siswa secara real-time, mengevaluasi kekuatan dan kelemahan mereka, dan secara otomatis menyesuaikan konten pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan spesifik siswa.
Peluang dan Tantangan
Salah satu manfaat terbesar yang ditawarkan oleh AI dalam pendidikan adalah penghematan waktu bagi pendidik. Guru dapat menghabiskan berjam-jam untuk merencanakan pelajaran, menilai tugas, dan menangani tugas administratif. Dengan bantuan AI, banyak pekerjaan ini dapat disederhanakan atau bahkan diotomatisasi. Misalnya, AI dapat menyusun kurikulum, membuat rencana pelajaran, atau memberikan umpan balik otomatis pada tugas murid. Hal ini memungkinkan guru lebih fokus pada tugas utama mereka [mengajar dan mendampingi siswa].
Kecerdasan buatan juga membuka jalan bagi pembelajaran yang dipersonalisasi. Setiap siswa memiliki gaya belajar yang berbeda, dan AI dapat menyesuaikan materi pelajaran agar sesuai dengan kebutuhan mereka [inklusif]. Teknologi ini dapat mengidentifikasi area dimana siswa mungkin kesulitan dan menawarkan solusi yang disesuaikan untuk membantu mereka mengejar ketinggalan. Selain itu, AI mampu memberikan umpan balik secara real-time, sehingga siswa dapat dengan cepat memahami kekuatan dan kelemahan mereka.
Kecerdasan buatan juga memainkan peran penting dalam meningkatkan keterlibatan kelas. Dengan materi yang interaktif dan responsif, siswa lebih termotivasi untuk terlibat dalam proses pembelajaran. Ini membuat pengalaman belajar lebih menarik dan relevan dengan kehidupan mereka.
Meski begitu, seperti disebut di awal, kecerdasan buatan juga punya tantangan yang tidak sederhana. Meskipun menawarkan banyak peluang, penerapan AI dalam pendidikan juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu kekhawatiran utama adalah ketergantungan berlebihan pada teknologi. Jika siswa terlalu bergantung pada AI untuk menyelesaikan tugas mereka, ada risiko bahwa keterampilan berpikir kritis dan pemecahan masalah mereka tidak akan berkembang dengan baik.
Selain itu, muncul masalah etika yang harus dipertimbangkan, terutama terkait dengan privasi data. Sistem AI memerlukan data yang besar untuk beroperasi secara efektif, tetapi bagaimana data tersebut dikumpulkan, disimpan, dan digunakan menjadi perhatian utama.
Potensi bias dalam sistem AI juga menjadi tantangan, di mana algoritma dapat secara tidak sengaja memperkuat stereotip atau ketidaksetaraan yang sudah ada. Karena itu, penting untuk memastikan bahwa akses teknologi ini adil dan tidak hanya menguntungkan siswa yang memiliki akses ke perangkat dan internet berkualitas tinggi.
Resistensi terhadap perubahan teknologi ini juga tidak dapat diabaikan. Guru, murid, dan orangtua mungkin merasa khawatir atau tidak nyaman dengan adopsi AI, terutama jika mereka merasa bahwa teknologi ini menggantikan peran manusia. Oleh karena itu, penting untuk mendidik para pemangku kepentingan tentang manfaat AI dan bagaimana penggunaannya dapat melengkapi peran manusia, bukan menggantikannya. Bukan mengeliminasinya.
Jika Prabowo – Gibran punya ambisi untuk meningkatkan skor PISA dan kualitas pendidikan secara lebih luas, maka pemerintah perlu mendorong murid mengembangkan keterampilan adaptif yang memungkinkan mereka berinovasi dan tetap relevan dalam dunia kerja yang semakin didominasi teknologi. Dan itu artinya, mereka harus bersahabat dengan AI.
Di era persaingan yang terbuka dan ketat seperti sekarang, keterampilan seperti berpikir kritis dan kreativitas menjadi semakin penting. AI tidak bisa menggantikan kecerdasan manusia dalam hal inovasi dan imajinasi. Oleh karena itu, pendidikan harus berfokus pada pengembangan kemampuan-kemampuan ini. AI juga bisa membantu membentuk pola pikir belajar seumur hidup, dimana murid terus belajar dan berkembang seiring perubahan teknologi.
Untuk memastikan integrasi AI bisa sukses, pendidik perlu merencanakan secara matang dan menerapkan langkah-langkah praktis. Desain kurikulum harus mencakup penggunaan teknologi AI untuk memfasilitasi pembelajaran yang lebih efisien dan efektif. Namun, penting untuk menjaga keseimbangan antara interaksi manusia dan penggunaan AI [sosialisasi]. AI seharusnya melengkapi, bukan menggantikan, hubungan antara guru dan murid.
Sebelum mengadopsi AI, para pendidik perlu menjawab beberapa pertanyaan penting: Apa tujuan pendidikan saya dengan menggunakan AI? Bagaimana teknologi ini akan membantu mencapai tujuan pedagogis yang sudah ada? Bagaimana saya akan mengevaluasi efektivitas AI dalam proses pembelajaran? Pertanyaan-pertanyaan ini membantu memastikan bahwa integrasi AI tidak hanya sekedar tren, tapi benar-benar memperbaiki kualitas pendidikan.
*Pengurus harian Majelis Pendidikan Tinggi PP Muhammadiyah, Dosen S3 Ilmu Hukum Universitas Borobudur Jakarta