REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Ainul Yakin, Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor DKI Jakarta
Dalam dua hari kemarin, Rumah Kertanegara tampak ramai. Aktivitasnya tak lain adalah ihwal suksesi pemerintahan Prabowo-Gibran ke depan. Bapak Prabowo sebagai Presiden terpilih, memanggil satu per satu calon pembantunya. Mulai dari ekonom, teknokrat, pimpinan parpol, unsur relawan, selebriti, hingga agamawan. Khusus yang terakhir, sorot cahaya tertuju pada satu orang nan bersahaja, tenang, dan berwibawa. Beliau tidak lain adalah Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, yang hari ini beraktivitas sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal.
Namanya tentu sudah tak asing. Beliau Rektor, Imam Masjid Negara, Muballigh, tokoh yang malang melintang dalam misi perdamaian hingga mancanegara. Khusus bagi penulis, beliau sudah layaknya seperti orang tua kami sendiri, terutama di tanah rantau. Kami dibimbing lahir dan batin dalam langkah akademik, politik, dan ihwal kehidupan.
Prof Nas, kami memanggil beliau, adalah perpaduan elegan seorang tokoh yang lahir dari aktivis Islam, menjadi akademisi hingga pimpinan kampus, birokrat, namun juga terlibat dalam aktivitas sosial politik keagamaan, bukan hanya pada level domestik, tapi bahkan mancanegara.
Yang teranyar, sorot kamera men-capture bagaimana hangatnya hubungan beliau dengan Paus Fransiskus tatkala kunjungan ke Istiqlal. Dengan sama sama mengenakan jubah putih, Imam Besar mencium Kepala Paus, dan Paus mencium tangan Imam Besar. Di tengah situasi keamanan dunia yang fluktuatif dan masih terjadi konflik sektarian di sejumlah negara, rekam aktivitas tersebut menjadi potret sejuk kehangatan para pemuka agama dunia. Wajar jika beritanya bukan hanya diliput media lokal, tapi juga oleh para pewarta internasional.
Keputusan Bapak Prabowo memanggil Imam Besar Istiqlal untuk membantu di Kementerian Agama, menuai banyak dukungan. Jagad maya juga nampak tersenyum dan sumringah. Netizen bilang, "cocok". Penilaian ini tentu didasari atas objektifitas di mana memang aktivitas dan rekam jejak yang telah Prof Nas jalani, memang satu tarikan nafas dengan tugas yang akan beliau emban.
Lapangan Banteng tempat beliau akan berkantor, punya sejumlah pekerjaan rumah untuk dituntaskan. Ada sekian hal baik yang harus dilanjutkan, namun juga kekurangan di sana sini yang harus ditambal sulam. Tapi saya yakin, di tangan Prof Nas, "selesai itu barang", kata anak Medan. Hehehe.
Ditambah lagi, berakrab-akrab dengan Kementerian Agama sudah bukan barang baru bagi Prof Nas. Beliau pernah menjabat eselon 1 sebagai Dirjen Bimas Islam, lalu lanjut sebagai Wakil Menteri Agama. Besok beliau tinggal napak tilas, lalu berdiskusi dengan stakeholder terkait, insya Allah perjalanan menuju transformasi Kementerian Agama akan tinggal landas. Terbukti, Istiqlal hari ini dengan segala kemegahannya dan aneka aktivitasnya yang hidup, adalah bagian dari racikan tangan dinginnya. Prof Nas adalah potret seorang tokoh yang lahir dari ormas tradisional, tapi bekerja secara profesional.
Alhasil, kita doakan semoga langkah beliau dimudahkan. Ini tentu amanah besar. Ada puluhan ribu madrasah, sekolah, hingga perguruan tinggi. Ada ratusan ribu pegawai dari pusat hingga KUA. Ada ratusan kantor di tingkat dua hingga tingkat satu, dan sebagainya. Ada ratusan ribu jemaah haji dan umroh setiap tahun. Kalau tidak dengan taufik dan pertolongan Allah, rasanya ini jalan yang tak mudah. Tapi saya yakin, Prof Nas akan perform dan menunjukkan kinerja terbaiknya. Dari Taman Wijaya Kusuma, menuju Lapangan Banteng.