Jumat 12 Sep 2025 17:19 WIB

Israel Terkecoh Hamas, Qatar Menoleh ke Tiongkok-Turki

Bagi Israel, pimpinan Hamas (entah generasi ke berapa) secara ideologis keras kepala.

Sholat jenazah korban serangan Israel di Qatar.
Foto: Dok Istimewa
Sholat jenazah korban serangan Israel di Qatar.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Sabpri Piliang, Pengamat Timur Tengah

Kegagalan adalah yatim piatu. Anekdot ini dipakai untuk men-'tamsil' gagalnya satu misi. Israel terkecoh, Israel gigit jari.

 

Dubes Israel untuk AS Yechiel Leiter, setengah mengkonfirmasi keyatimpiatuan ini. Fox News, dikutip The Times Of Israel pada pemberitaan Kamis (11/9/2025), menyebutkan. "Jika kali ini kami tidak menangkap mereka (Hamas) tentu lain kali."

Bagi Israel, pimpinan Hamas (entah generasi ke berapa) secara ideologis keras kepala. Tak mau mengikuti proposal sejak dini. Bagi Hamas, Israel culas dan timpang. Asimetris, membuat Netanyahu memaksakan isi draf.

Langgam Israel, telah lama dipelajari Hamas. Empiris peristiwa "Black September" 1972 (Munich). Satu setengah dasawarsa, sebelum Hamas didirikan Syeikh Ahmad Yasin (1987).

Israel punya kebiasaan berburu ke setiap generasi Palestina yang mencari perhatian dunia. Israel menyebutnya teror. Israel mengabaikan, mengapa teror itu bisa terjadi?

Kematian 11 atlet Israel di Olimpiade Munich (1972), linear dengan 7 Oktober (2023), dan penembakan Yerusalem 9 September (2025). Enam warga Israel tewas. 

Hamas mengakui merekalah pelakunya. Ini satu "causa prima". Proses sebab-akibat, selama hampir delapan dekade. Seperti peristiwa "Black September", Israel tidak pernah tidak membalas.

Perburuan Israel adalah konsep baku. Serangan ke Kota Doha (Qatar) meski janggal. Karena Qatar dilindungi sistem keamanan AS. Qatar juga sekutu kental AS 'non-NATO'. Siapa pengganggu Qatar, 'equal' ganggu Israel.

Tewasnya empat IDF oleh Hamas di Gaza. Sehari kemudian penembakan Yerusalem, dengan enam Israel tewas. 'Similarly', dengan 5 September 1972) dengan 11 korban Israel.

Konsep baku PM Golda Meir (1972), tak berbeda dengan "design thinking" PM Netanyahu 53 tahun kemudian (2025). Habisi semua, pimpinan "Black September"-Hamas, jangan ada yang tersisa.

Pemboman Israel ke Kota Doha sama dengan pembentukan regu "pembalasan" Israel di Eropa dan Timur Tengah, pasca-Black September. Mulai dari Nicosia hingga Istanbul, Golda Meir mengawasi operasi.

Operasi agresif, imajinatif, dan mematikan, melibatkan satuan elite Israel dan agen rahasianya. Tak ayal, pimpinan "Black September Organization" (BSO) Palestina: Basil  Al Kubaisi, Ali Hasan Salameh, Mahmoud Hamsari, Hussein Al Bashir,  Wail Zwaiter, dihabisi lewat operasi intelejen presisi.

    

Imajinasi Netanyahu, telah melewati batas perkawanan AS-Qatar. Ketidaksabaran lalu menyerang target dengan pemboman membuat heran sekaligus melahirkan persepsi negara Teluk (Gulf) lain di mana posisi aliansi AS-Teluk (GCC).

Qatar, bukanlah Iran. Qatar telah banyak berkontribusi pada "security" Israel. Qatar menjadi 'rest area' AS (NATO), membendung pengaruh "Revolusi Iran" yang masif. Setelah tumbangnya "anak emas" AS, 'Shahanshah' Reza Pahlevi oleh kaum 'Mullah' (1978).

Grey Area betul diciptakan Qatar. Posisi penengah Qatar dengan menampung pimpinan Hamas mengakomodasi pangkalan militer AS, juga mencairkan hubungan baik non-diplomatik dengan Israel. Restu AS.

Eksistensi pangkalan (home base) pimpinan Hamas di Qatar tidaklah 'ujuk-ujuk'. Setelah "Arab Spring" 2011 melanda: Suriah, Mesir, Tunisia, Libya. AS meminta Qatar memberi tempat berteduh pada Ismail Haniyeh-Khaled Meshaal-Khalil Al-Hayya (Hamas) dkk.

Tujuannya? Memudahkan komunikasi perdamaian dan penyelesaian konflik Palestina-Israel secara reguler. Delegasi Israel, berulangkali terlibat dialog, melalui mediasi: Qatar, Mesir, dan AS  di Doha (Qatar).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement