Rabu 26 Jun 2024 16:18 WIB

Jangan Khawatir untuk Mengirim Anak Kuliah di Al-Azhar Mesir

Al Azhar Mesir masih menjadi destinasi favorit belajar

 Suasana Masjid Al-Azhar yang terletak di kawasan Universitas Al-Azhar di Kairo, Mesir.

Oleh : Usman Syihab, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kairo 2016-2020

Selain usaha kuliner, ada juga yang mencari kerja di Mesir dengan memberi jasa sebagai pemandu wisata, juga sebagai pembimbing umroh atau haji di Makkah. Semua adalah usaha sampingan yang positif, sambil belajar wirausaha, terutama bagi mereka yang tidak memiliki beasiswa atau pendanaan dari keluarga, untuk memenuhi tuntutan hidup selama masa studi yang merupakan tugas utama. 

Berperan positif untuk Indonesia

Kawan-kawan periode saya kuliah sudah balik ke Indonesia, hanya tinggal dua yang sampai hari ini masih bekerja sebagai staf lokal di KBRI. Semuanya sukses ketika kembali di tanah air dengan tugas dan peran masing-masing.

Ada yang menjadi guru di pesantren dan madrasah, dosen, dai, kiyai, penerjemah, anggota DPR, wartawan, pegawai Kementerian Agama dan Kemendikbudristek, bos travel, ketua dan pengurus berbagai ormas Islam, anggota MUI, menjadi rektor, dewan pengawas bank syariah, bahkan ada yang kerja di BIN dan lainnya.

Bahkan saya jadi ingat, ada kawan saya yang saat di Kairo sering begadang, ngerokok, nongkrong main gitar, suka tampil dalam pentas musik, entah berapa kali sempat masuk kuliah, dia akhirnya lulus dengan gelar Lc, dan setelah pulang kampung di Jawa Barat, ternyata dia menjadi seorang kiyai yang warak yang disegani di masyarakatnya, yang meninggal beberapa tahun lalu (Allah yarhamhu).

Mahasiswa yang hari ini membuka warung makan di Kairo mungkin kelak di Indonesia, selain menjadi guru atau ulama ia juga bisa menjadi pengusaha dengan pengalaman dan keterampilan kuliner yang dimiliki.

Dari masa ke masa, alumni Al-Azhar Mesir dengan peranan masing-masing telah menyumbangkan khidmat mereka secara positif dan maksimal untuk bangsa dan negara.

Hari ini umpamanya saya punya WA grup “Dosen Alumni Al-Azhar”, dengan anggota sebanyak 318 dosen, banyak mereka yang bergelar GB (Guru Besar), mereka berkiprah di berbagai perguran tinggi di tanah air. Ya, kita hidup melalui proses, pengalaman akademik dan non akademik yang kemudian mengajari kita. Pengalaman di Al-Azhar atau di Mesir adalah salah satunya.

Peran pemangku kepentingan

Sekian banyak mahasiswa Indonesia, yang terkonsentrasi dalam satu wilayah, di kota Kairo, tentu tidak bisa kita mungkiri ada diantara mereka yang kemudian terlibat perkelaihan, ada juga pacaran yang keterlaluan, ada juga yang melakukan asusila, dan sering mbolos tidak ke kampus.

Kasus-kasus yang tidak kita inginkan seperti itu terjadi di banyak tempat. Tidak saja terjadi di lingkungan mahasiswa Indonesia di Kairo, tapi juga di negara-negara lain di mana mahasiswa Indonesia banyak, juga di kampus-kampus atau lembaga-lembaga pendidikan di Tanah Air.

Tentunya, lembaga-lembaga yang bertanggungjawab, di mana kasus-kasus seperti itu terjadi, sudah melakukan pencegahan dan penanganan sebaik mungkin. Demikian juga yang terjadi di Mesir, di sana ada organisasi kekeluargaan, organisasi almamater, organisasi afiliasi seperti PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) dan PCINU (Pimpinan Cabang Istimewa NU), dan tentunya PPMI (Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia) sebagai organisasi induk mahasiswa.

Semua organisasi ini sudah melakukan peranannya, bersama dengan para senior yang ada di masing-masing organisasi, melakukan pembinaan dan memberikan nasihat untuk warganya. Bahkan pengurus PPMI bersama dengan para ketua organisasi kekeluargaan dengan supervisi dari KBRI juga membuat kesepakatan mekanisme dan peraturan dan memberikan sanksi terhadap mereka yang dianggap melanggar yang telah disepakati, terutama yang terkait dengan moral.

Demikian juga KBRI sudah berusaha mengayomi para mahasiswa Indonesia yang ada di sana dan memberikan pembinaan secara maksimal baik dalam akademik maupun non akademik.

Yang kita harapkan dan yang terpenting untuk mahasiswa kita di Kairo adalah bagaimana semua pihak pemangku kepentingan dan mitra tersebut, juga OIAAI (Organisasi Internasional Alumni Al-Azhar Indonesia), juga para mediator yang ikut memberangkatkan mahasiswa ke Mesir dapat terus saling membantu dalam melakukan pembinaan, pencegahan dari terjadinya hal-hal yang tidak diharapkan dan penanganan persoalan yang mereka hadapi.

Memperbaiki mekanisme masuk

Waktu saya masuk Al-Azhar tiga puluhan tahun lalu, tepatnya di tahun 1988, ada dua jalur untuk masuk progam S-1 Al-Azhar, pertama dengan beasiswa yang diberikan oleh Al-Azhar melalui Departemen Agama (sekarang Kemenag/Kementerian Agama), yang kedua melalui jalur mandiri atau terjun langsung tanpa beasiswa.

Untuk kedua jalur ini Al-Azhar mensyaratkan ijazah yang telah diakui oleh Al-Azhar, yang waktu itu terdiri dari dua jenis, yaitu ijazah Madrasah Aliyah Negeri (MAN) dari semua sekolah di Indonesia, dan ijazah pesantren yang tidak memilki ijazah MAN tapi telah memperoleh pengakuan/muadalah dari Al-Azhar.

Bagi mereka yang tidak memiliki kedua jenis tersebut, dapat masuk melalui jalur Ma’had Al-Azhar, yaitu masuk ke tingkat sekolah menengah (MTs/MA) dengan tes yang menentukan kelas mereka. Hanya saja jalur ini sangat terbatas dan tidak ada kepastian seseorang itu dapat diterima atau tidak.

Ketika saya datang, bertugas di Mesir pada 2016, sudah ada perubahan proses penerimaan mahasiswa asal Indonesia di Al-Azhar. Perubahan tersebut atas dasar kesepakatan kerja sama antara Al-Azhar dan Kementerian Agama yang ditandatangani pada tahun 2012 di mana calon mahasiswa asal Indonesia yang akan masuk program S-1 Al-Azhar harus melalui ujian masuk yang diselenggarakan oleh Kemenag.

Kedutaan Mesir, Pondok Modern Gontor kemudian PBNU yang memperoleh beasiswa khusus melakukan seleksi secara mandiri. Atas kebijakan tersebut KBRI Kairo hanya bisa memberikan surat rekomendasi masuk S-1 ke Al-Azhar bagi mereka yang dinyatakan lulus ujian nasional dan seleksi beasiswa khusus tersebut.

Bagi mereka...

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement