Oleh : Prof Ilyas Supena, Guru Besar UIN Walisongo
REPUBLIKA.CO.ID, Selama sepuluh tahun terakhir, kita menyaksikan perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKIN) mengalami perkembangan yang sangat cepat, baik dalam aspek sarana prasarana maupun academic reputation. UIN/IAIN/STAIN di bawah PTKIN memacu diri menuju World Class University (WCU). Gerakan menuju WCU ini diawali dengan menerapkan strategi transformasi kelembagaan dari STAIN menuju IAIN, dan selanjutnya IAIN menjadi UIN. Meskipun strategi ini sudah dilakukan sejak tahun 2000-an, namun secara masif transformasi kelembagaan ini dilakukan dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir.
Transformasi kelembagaan ini bersamaan dengan penyusunan visi misi dan rencana induk pengembangan (RIP). Hampir semua lembaga yang bertransformasi menjadi UIN telah menyusun visi misi menjadi World Class University dalam kurun waktu 25 tahun yang akan datang. Jika RIP ini berjalan tanpa hambatan, maka diperkirakan tahun 2040 akan lahir sejumlah UIN yang memiliki predikat World Class University.
Transformasi kelembagaan ini membawa implikasi terhadap perubahan paradigma keilmuan. Saat masih menjadi STAIN/IAIN, dikotomi keilmuan antara ilmu agama dan ilmu umum (sains modern) masih mendominasi paradigma keilmuan PTKIN. Namun ketika menjadi UIN, dikotomi keilmuan yang selama ini mendominasi paradigma ilmu-ilmu keislaman kemudian digeser menuju paradigma integrasi.
Diawali UIN Sunan Kalijaga dan UIN Syarif Hidayatullah kemudian diteruskan oleh UIN-UIN yang lain, kajian keislaman marak dilakukan dengan menggunakan berbagai sudut pandang ilmu sosial dan filsafat serta sains kealaman. Paradigma keilmuan non-dikotomi ini kemudian diimbangi dengan tumbuh suburnya berbagai prodi ilmu-ilmu kealaman beserta fakultas yang menaunginya. Bahkan saat ini banyak universitas Islam negeri yang sedang mempersiapkan pendirian fakultas kedokteran, termasuk UIN Walisongo Semarang.
Paradigma integrasi keilmuan ini secara sistematik telah mendorong dosen-dosen UIN untuk mengadopsi metodologi ilmu-ilmu sosial dan filsafat serta sains kealaman dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman yang berasal dari dua sumber utama; yaitu ayat-ayat kauniah (fenomena alam) dan ayat-ayat quraniah (teks kitab suci). Kajian-kajian keislaman integratif ini secara tidak langsung telah memperkuat kemampuan metodologis dosen-dosen di PTKIN sehingga mereka dapat mengkaji ilmu-ilmu keislaman secara interdisipliner. Implikasinya, lahir tulisan-tulisan atau artikel yang terbit di berbagai jurnal baik jurnal nasional maupun International bereputasi.
Pada akhirnya, publikasi ilmiah (internasional bereputasi) telah mengantarkan dosen-dosen PTKIN meriah gelar Profesor. Dalam catatan kementerian agama, sejak akhir tahun 2021 hingga Desember 2023 telah lahir 959 profesor dengan rincian 461 guru besar rumpun ilmu agama dan 498 profesor rumpun ilmu umum. Tentu saja, publikasi ilmiah (internasional bereputasi) dan capaian profesor ini, telah memperkuat academic reputation PTKIN menuju lembaga pendidikan tinggi bereputasi internasional (WCU).
Selain peningkatan publikasi ilmiah dan kualitas SDM, PTKIN juga secara bertahap telah melakukan perbaikan dalam aspek sarana dan prasarana. Perbaikan sarpras ini bukan hanya mencakup gedung, ruang kelas, laboratorium, smart class, melainkan juga dalam aspek sistem informasi dan pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran, seperti pengembangan Massive Open Online Courses (MOOCs). Bahkan beberapa perguruan tinggi memiliki ikon eduwisata berkelas internasional seperti planetarium UIN Walisongo.
Peningkatan publikasi ilmiah, kualitas SDM dan kualitas sarana prasarana ini telah ikut berkontribusi dalam menghantarkan program studi dan perguruan tinggi dilingkungan PTKIN untuk memperoleh peringkat akreditasi unggul dari BAN PT ataupun LAM. Bahkan beberapa program studi dan perguruan tinggi sudah memperoleh predikat akreditasi internasional, seperti UIN Sunan Kalijaga. Selain itu, dalam beberapa versi peringkat rangking universitas, beberapa UIN sudah mampu bersaing dengan perguruan tinggi di bawah kementerian Pendidikan dan kebudayaan.