Oleh : Ratna Puspita, Jurnalis Republika.co.id
REPUBLIKA.CO.ID, Nama Rahayu Saraswati mengingatkan saya pada tiga hal, yakni film Merah Putih, Partai Gerindra, dan kekerasan seksual. Film "Merah Putih" adalah hal pertama yang membuat saya 'tahu' sosok Rahayu Saraswati.
Film "Merah Putih" adalah salah satu film Indonesia yang saya sukai ketika itu dan karakter yang dimainkan oleh Rahayu Saraswati adalah salah satu yang saya sukai. Kala itu, saya tidak tahu bahwa dia adalah putri dari Hashim Djojohadikusumo, yang merupakan pengusaha dan saudara dari Prabowo Subianto.
Beberapa tahun kemudian, saya tahu dia terjun ke dunia politik dan bergabung dengan Partai Gerindra. Pilihan partai yang tidak mengejutkan karena Gerindra lekat dengan keluarganya.
Kiprahnya di dunia politik membuat namanya lekat dengan isu-isu perempuan seperti perdagangan orang dan kekerasan seksual. Ia salah satu politisi yang menyuarakan dukungan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS).
Peran Rahayu Saraswati ini pun terlihat pada Gerindra yang menjadi satu dari lima partai di parlemen yang mendukung agar RUU PKS masuk dalam Prolegnas 2021. Empat partai lainnya, yakni PDIP, Nasdem, Partai Golkar, dan PKB.
Namun, dukungan partai-partai tersebut tidak lantas membuat RUU PKS masuk dalam Prolegnas 2021. Kala itu, Rahayu Saraswati menganggap faktor penyebabnya adalah kurangnya pemahaman sejumlah anggota komisi soal isu kesehatan reproduksi perempuan.
Ketidakpahaman itu terlihat dari penolakan pemidanaan hubungan suami istri, yang dia sebut ada yang sebagai bentuk pemerkosaan dalam hubungan pernikahan. Pada akhirnya, perdebatan soal RUU PKS justru berkutat dalam masalah agama.
Upaya Rahayu Saraswati dalam hal RUU PKS ternyata bukan hanya muncul dari rekan-rekan partai lain di DPR RI, melainkan dari internal partainya. Jika akun media sosial adalah cerminan wajah partai maka media sosial Twitter milik Gerindra setidaknya belum memperlihatkan apa yang diupayakan oleh Rahayu Saraswati selama ini.
Hal ini terlihat dari komentar terkait dengan kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh anak anggota DPRD Kota Bekasi yang juga kader Gerindra. Kasus ini memang tidak melibatkan Gerindra secara langsung karena si tersangka bukanlah kader Gerindra.
Namun, komentar-komentar pada akun Twitter Gerindra menunjukkan Rahayu Saraswati punya pekerjaan rumah yang besar soal pemahaman isu kesehatan reproduksi perempuan.
Komentar terbaru yang mengundang respons dari warganet di Twitter ketika akun Twitter tersebut merespons berita agar tersangka dan korban yang merupakan remaja dinikahkan. Akun itu menulis: ”Semua kembali lagi kepada keluarga korban. Apakah ingin melanjutkan kasus ini secara hukum atau mengambil langkah atau pilihan lain.”
Pada unggahan lainnya, akun itu menulis: “Pagi, kak. Mengenai hal ini, Admin enggak bisa berkomentar karena bukan ranah partai. Semua kembali kepada keluarga korban ingin meneruskan proses hukum yang sedang berjalan atau tidak.”
Jawaban-jawaban itu secara tidak langsung melihat pernikahan sebagai solusi bagi orang yang disangka memerkosa dan korbannya. Pernyataan “bukan ranah partai” memunculkan pertanyaan: Jadi, dukungan Gerindra terhadap RUU PKS selama ini apa? Isu ini bukan area partai?
Maksud saya, kenapa akun Gerindra tidak memberikan jawaban normatif yang menunjukkan posisi Gerindra sebagai sebuah partai yang mendukung RUU PKS? Atau, jawaban normatif yang menunjukkan posisi Gerindra pada isu-isu sejenis?
Hal yang perlu dipahami adalah korban masih di bawah umur. Jangan pakai alasan suka sama suka. Usia 15 tahun adalah usia anak-anak. Jangan perlakukan dia seolah punya kesadaran seperti orang dewasa. Tersangka adalah orang dewasa.
Selain itu, menikahkan tersangka dan korban pemerkosaan hanya akan melanggengkan budaya pemerkosaan. Korban yang mengalami trauma justru harus diposisikan sebagai pihak yang sama salahnya dengan tersangka.
Alih-alih mendapatkan perlindungan, korban justru harus berhadapan setiap hari dengan orang yang sudah memunculkan trauma dalam hidupnya. Satu-satunya solusi dalam kasus semacam ini, ya, selesaikan saja melalui jalur hukum meski hukum belum tentu juga berpihak pada korban karena keterbatasan aturan yang ada sekarang.
Dari kejadian ini, semoga saja admin Partai Gerindra bisa mengilhami dan mendalami apa yang diinginkan Rahayu Saraswati. Jangan sampai, pernyataan Rahayu Saraswati pada masa mendatang soal kekerasan seksual akan disandingkan dengan pernyataan-pernyataan akun Twitter Gerindra.