REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Syahruddin El-Fikri, Wakil Ketua Panitia IBF 2019
Manusia adalah pelaku sekaligus pembuat peradaban. Dan kualitas sebuah peradaban pun sangat tergantung dengan kualitas manusianya. Tanpa manusia-manusia unggul, tidak mungkin lahir peradaban yang kuat, berkualitas, dan menghasilkan karya peradaban yang monumental.
Sejarah telah membuktikan bahwa maju mundurnya sebuah peradaban sangat tergantung dari kualitas manusia pendukung peradaban tersebut. Dan itu adalah sebuah keniscayaan sejarah.
Tengoklah sejarah bangsa-bangsa di dunia ini, mulai dari manusia purba, era Mesopotamia, Sungai Nil, Lembah Sungai Indus, Lembang Sungai Kuning, Yunani Kuno, Pegunungan Andeas, Mesoamerika, zaman kuno, zaman Romawi, Dinasti Asia Timur, era Kejayaan Islam, Eropa dan Abad Pertengahan, zaman sejarah modern, sampai era kontemporer sekarang ini. Semua era peradaban itu dikenal karena kehebatan manusia pendukungnya.
Sejarah perabadan Islam pun telah memberi banyak pelajaran. Kekuatan sebuah peradaban sangat tergantung pada kualitas manusianya. Saat Islam berjaya, manusia-manusia yang menjadi pendukungnya adalah jenis manusia unggul. Keunggulan Islam sebagai sebuah peradaban, sangat ditopang oleh pribadi-pribadi unggul.
Saat awal Islam berkembang, Muhammad SAW adalah penggerak sekaligus poros dari kejayaan peradaban Islam. Dan sahabat-sahabat di sekitar Rasul SAW itu adalah jenis manusia yang tidak diragukan lagi kualitasnya, baik akhlak, perilaku, tingkat kesalehan, kepiawaiannya berdagang, keahliannya berperang, keunggulannya dalam kepemimpinan, dan yang pasti keteladanannya dalam tingkah laku sehari-hari.
Begitu juga dengan kepemimpinan Islam setelah era masa Rasulullah , masa Khulafaur Rasyidin, tabiin, dan dinasti-dinasti keislaman. Dengan modal manusia-manusia unggul itu, Islam berjaya dan mengalami era kemajuan yang sangat luar biasa (the golden age). Yakni sejak abad ke-7 sampai runtuhnya Kesultanan Turki Utsmani (Ottoman) awal abad ke-20.
Lihatlah Dinasti Abbasiyah yang sukses melahirkan masa kekhalifahan selama beberapa abad. Puncaknya saat kekhalifahan dipegang oleh Harun Al-Rasyid dan Al-Ma’mun. Dinasti Abbasiyah sukses membangun perpustakaan terhebat di masanya, yakni Baitul Hikmah.
Dari keberadaan Perpustakaan Baitul Hikmah ini, lahirlah tokoh-tokoh intelektual muslim hebat dan unggul yang mewarnai peradaban Muslim hingga saat ini. Di antaranya Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hanbal, dan lainnya. Begitu juga saat Dinasti Ottoman berkuasa, umat Islam mengalami masa keemasannya (the golden age). Pada masa ini lahir seorang tokoh penakluk, yakni Muhammad Al-Fatih.
Pendek kata, sejak era Rasulullah hingga masa Khulafaur Rasyidin lalu berlanjut hingga masa kekhalifahan, umat Islam menjadi berjaya. Tak hanya tokoh-tokoh Muslim dalam bidang agama Islam (fikih, tafsir, hadits), tapi juga intelektual dalam bidang ilmu pengetahuan lainnya. Ada Al-Khawarizmi, Al-Jabbar, Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, dan lainnya.
Secara umum, pada masa Khulafaur Rasyidin hingga masa kekhalifahan, kekuasaan Islam membentang dari jazirah Arab sampai ke Eropa di belahan barat. Dari Jazirah Arab sampai Asia di belahan timur.
Dari Jazirah Arab sampai ke Afrika di belahan selatan. Islam juga berjaya dan jejaknya terlihat sampai ke negara-negara Balkan di belahan utara. Kekuasaan Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW mampu mendidik pengikutnya menjadi manusia-manusia berakhlak mulia.
Bagaimana dengan kondisi umat Islam saat ini? Kata seorang cendikiawan: “Jika umat Islam diumpamakan sebagai sebuah bangunan, saat ini fondasinya telah terguncang; ornamen dan dekorasinya sangat baik, tetapi dasarnya rapuh. Kita harus memperbaiki fondasi yang rapuh untuk menyelamatkan masa depan.”
Saat ini, umat Islam tak semaju di era kekhalifahan masa lalu yang mempunyai tekad kuat dalam menggali ilmu pengetahuan. Kini umat Islam mengalami kemunduran yang disebabkan kurangnya kepekaan dalam menggali ilmu pengetahuan. Umat Islam terlena dengan masa lalu dan terhipnotis dengan kemajuan teknologi Barat.