REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolanda*
Indonesia, khususnya Bali, menjadi tuan rumah Pertemuan Tahunan Dana Moneter Internasional-Bank Dunia. Selama sepekan ke depan, Bali akan sibuk dengan aktivitas dua organisasi keuangan tersebut.
Berbagai persiapan telah dilakukan, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Bali berbenah menyambut sejumlah orang penting yang akan membahas perkembangan perekonomian dunia.
Sekitar 27 ribu orang sudah mengkonfirmasi kehadirannya di pertemuan yang digelar selama sepekan itu. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bahkan telah menyatakan ada 34 ribu orang akan hadir. Sejumlah agenda sudah disiapkan, berbagai jamuan dibuat.
Di tengah hiruk-pikuk persiapan, Nusa Tenggara Barat (NTB) diguncang gempa dahsyat. Tak hanya NTB, Bali pun ikut merasakan dampak gempa yang terjadi pada 29 Juli 2018 tersebut. Masyarakat ketar-ketir. Dunia khawatir. Apakah Indonesia tetap mampu menjadi tuan rumah?.
Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Sepekan sebelum hari 'H', Sulawesi Tengah ikut diguncang gempa, ditambah tsunami. Gempa berskala kecil mengguncang beberapa daerah yang membuat kekhawatiran semakin besar.
Semua orang bersuara, mulai dari yang baik-baik hingga julid. Ada yang menyemangati, tak sedikit pula yang nyinyir. Negara lagi musibah, kok buang-buang uang buat menyambut orang asing rapat di Bali.
Dengan estimasi peserta yang mencapai 34 ribu orang, Menteri Luhut mengatakan pertemuan tahun ini merupakan yang terbesar di Bali sejak 1946. Ini berarti, Indonesia sedang menunjukkan pada dunia kalau negeri ini dapat mengatur dengan baik di tengah kondisi ekonomi global yang tertekan oleh kebijakan Amerika Serikat (AS), termasuk kejadian luar biasa, bencana.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri juga mencicit di Twitter bahwa Indonesia satu dari empat negara di Asia yang menjadi tuan rumah Pertemuan IMF-WB. Kurang membanggakan apa lagi itu? Asia itu ada 49 negara lho.
Dan seleksi menjadi tuan rumah tidak semudah mengocok arisan Youngliving. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Pada 2015, Indonesia didaulat menjadi tuan rumah pertemuan 2018.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 2017 mengatakan, salah satu alasan Indonesia terpilih adalah stabilnya perekonomian, politik dan keamanan. Stabilitas ini tentu tidak dilihat dalam jangka pendek bulan per bulan melainkan tahunan.
Persiapan demi persiapan pun telah dilakukan sejak keputusan itu. Jadi, Indonesia menjadi tuan rumah tidak seperti membalikkan telapak tangan.
Terkait dana, jumlahnya tentu sudah disesuaikan dengan keperluan. Ada standar-standar tertentu yang harus dipenuhi tuan rumah supaya penyelenggaraan berlangsung dengan baik. Seperti halnya menjadi tuan rumah Piala Dunia, tentu ada syarat misalnya lapangan harus standar internasional, rumputnya harus organik sekian sentimeter, stadionnya minimal menampung berapa ribu orang, dan lain-lain. Tinggal si tuan rumah saja yang ingin menyelenggarakan dengan mewah atau biasa saja.
Perekonomian Bali diprediksi meningkat tujuh persen. Lihat saja, hotel-hotel Bali fullbooked. Sisanya hanya kamar-kamar wah yang tak terjangkau sobat misqueen. Restoran-restoran pun pasti kebanjiran pesanan, baik itu katering atau penyewaan makan bersama.
Kafe-kafe akan ramai, apalagi tempat wisata. Siapa yang bisa mengabaikan pesona Pulau Dewata. Sepekan Pertemuan IMF-WB tidak akan cukup untuk mengeksplorasi keindahan Bali. Setidaknya sebagian dari peserta pasti ada yang memperpanjang masa tinggal mereka di Bali, untung-untung mereka juga menjangkau lokasi wisata lain di Timur dan Barat Indonesia.
Tak hanya itu, mereka juga membawa dolar AS, yen, renminbi, dolar Singapura, dolar Zimbabwe, riyal, peso, euro, poundsterling ke Indonesia. Pertukaran valuta asing (valas) ke rupiah semoga saja bisa membantu meningkatkan permintaan rupiah yang berujung pada penguatan kurs. Jika satu orang menukarkan 100 dolar AS selama sepekan, dikali 10 ribu orang saja, kebutuhan rupiah untuk mereka mencapai Rp 15 triliun (kurs Rp 15 ribu per dolar AS).
Ini masih hitungan kasar. Bisa lebih, bisa pula kurang dari itu. Tapi berdoa saja lebih dari hitungan itu. Hasilnya bisa dilihat usai acara.
Tak bermaksud tidak bersimpati pada saudara yang tertimpa bencana, pertemuan IMF-WB ini justru penting untuk menentukan posisi Indonesia di mata dunia. Di tengah bencana yang melanda, Indonesia mampu melaksanakan pertemuan penting organisasi dunia. Bukan untuk meminta dikasihani, justru untuk menunjukkan kekuatan dan ketegaran negara ini dalam menghadapi berbagai situasi yang tidak terduga.
*) Penulis adalah redaktur Republika.co.id